Site icon Dunia Perpustakaan

Perpustakaan Dalam Upaya Mengentaskan Kesenjangan Informasi Masyarakat

Perpustakaan Dalam Upaya Mengentaskan Kesenjangan Informasi Masyarakat.

Majalah : Visi Pustaka Edisi : Vol. 5 No. 2 – Desember 2003

Abstrak

Kesenjangan informasi pada masyarakat adalah akibat rendahnya perhatian pemerintah dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan perpustakaan sebagai inti infrastruktur informasi. Ada dua permasalahan pokok kepustakawanan Indonesia.

Pertama, kehadiran perpustakaan pada masyarakat belum dapat memberikan kontribusi langsung dalam memecahkan persoalan masyarakat dan bangsa. Kedua, perpustakaan ditengah masyarakat belum dapat dioptimalkan dan diberdayakan secara maksimal.

Perpustakaan harus dijadikan sebagai sentral informasi rakyat dengan berbagai aktivitas;

  1. Perpustakaan sebagai pusat aktivitas intelektual dan kreatifitas,
  2. Perpustakaan sebagai sarana pendidikan seumur hidup,
  3. Perpustakaan sebagai pusat informasi,
  4. Perpustakaan sebagai pusat ajang promosi,
  5. Perpustakaan sebagai sarana rekreasi.

Secara umum pertumbuhan perpustakaan pada tingkat strata dan komunitas masyarakat masih relatif rendah.  Untuk menumbuhkembangkan perpustakaan di tanah air perlu dilakukan upaya gerakan nasional perpustakaan dengan konsep pola kemitraan antara pemerintah, masyarakat dan pelaku bisnis.

Pendahuluan

Perpustakaan sebagai media pembelajaran dan pusat informasi secara umum belum dapat menyentuh keseluruh lapisan masyarakat. Apresiasi masyarakat terhadap perpustakaan masih tergolong rendah sehingga pembangunan dan pemanfaatan perpustakaan masih relatif rendah diseluruh strata masyarakat.

Demokratitasi ini merupakan strategis dalam upaya mengentaskan kesenjangan informasi masyarakat yang selama ini sangat Salah satu faktor permasalahannya adalah kurang berfungsinya fungsi-fungsi yang diemban perpustakaan baik sebagai fungsi pendidikan, informasi, penelitian dan rekreasi secara aplikatif dapat dirasakan oleh masyarakat secara luas disamping rendahnya tingkat partisipasi masyarakat terhadap perpustakaan.

Perpustakaan sebagai sarana layanan informasi publik yang paling demokratis memiliki arti bahwa layanan perpustakaan tidak diskriminatif terhadap pemakai dalam memberikan layanan. Demokratitasi ini merupakan strategis dalam upaya mengentaskan kesenjangan informasi masyarakat yang selama ini sangat terasa khususnya pada masyarakat pendapatan ekonomi rendah yang berpengaruh pada daya beli terhadap sumber-sumber informasi baik pada masyarakat perkotaan dan pedesaan.

Upaya mengentaskan kesenjangan informasi, pemerintah melalui rencana tindak (action plan) program pembangunan nasional mengarahkan kepada arus informasi interaktif seperti media televisi dan radio. Program ini kuranglah efektif pada wilayah Indonesia yang  begitu  sangat  luas  dimana  sebagian besar masyarakat berada di wilayah pedesaan.

Langkah yang tepat adalah penyebaran informasi primer seperti buku, majalah, koran dan media cetak lainnya yang memiliki jangkauan tidak terbatas dan informasinya dapat  bertahan lama bila dibandingkan dengan arus informasi interaktif yang memiliki jangkauan layanan terbatas dan informasinya bersifat sementara.

Rendahnya pertumbuhan perpustakaan juga dipengaruhi oleh belum maksimalnya perhatian pemerintah dalam bidang pengembangan perpustakaan sebagai institusi informasi masyarakat sebagai mana tertuang dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas) tahun 2000-2004, bahwa pembangunan perpustakaan hanya masuk pada salah satu kegiatan penunjang “mengembangkan kepustakaan dan budaya ilmiah” dari program “kebudayaan, kesenian dan parawisata” (Propenas : VIII-24).

Kesenjangan perolehan informasi sangat berpengaruh terhadap proses pembangunan kualitas masyarakat sehingga terjadi jurang pemisah antara pemerintah dan masyarakat terhadap hasil-hasil pembangunan dan kemampuan penyerapan perkembangan iptek akibat sentralisasi perolehan informasi sehingga tumbuh stigma negatif masyarakat kepada pemerintah.

Oleh karena itu, perpustakaan sebagai penyedia informasi (information provider), sudah saatnya memposisikan dirinya sebagai institusi terdepan  yang mana kecenderungan peradaban manusia secara global telah mengarah kepada kebutuhan informasi sebagai komponen utama masyarakat modern.

Perpustakaan sebagai salah satu inti infrastruktur informasi harus dapat mereposisi kembali segala bentuk kebijakan, program, standar layanan serta potensi sumber daya manusianya. Pradigma  ini mengharuskan, bahwa perpustakaan akan mengalami perubahan signifikan baik dari segi kualitas maupun kuantitas sebagai unsur utama pembangunan bidang informasi, pelestarian intelektual budaya maupun sebagai pembina minat baca masyarakat.

Perpustakaan menjadi sentral informasi diberbagai bidang akan mendorong pemerintah dan masyarakat dalam upaya perwujudan hak asasi terhadap kebebasan perolehan informasi seluas-luasnya. Namun pertanyaan yang muncul adalah, sejauh mana kapabilitas pustakawan sebagai motor layanan dapat memberikan kontribusi dalam mengantisipasi permasalahan tersebut ?

Dari sudut pemikiran penulis, ada dua permasalahan pokok yang perlu diidentifikasi dalam dunia kepustakawanan Indonesia; Pertama, bahwa realita yang ada kehadiran institusi  perpustakaan ditengah masyarakat belum dapat memberikan yang terbaik dalam memposisikan dirinya sebagai salah satu institusi yang dapat memberikan kontribusi langsung dalam memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat maupun bangsa secara umum.

Kedua bahwa kehadiran perpustakaan ditengah masyarakat belum dapat dioptimalkan dan diberdayakan sebagai sentra penyedia informasi  dan pusat pembelajaran masyarakat sehingga terjadi kesenjangan informasi pada masyarakat. Walaupun belum ada pernyataan bahwa kesenjangan informasi merupakan salah satu faktor terjadinya krisis multi dimensi, akan tetapi kenyataan yang ada, ketika terjadi krisis ekonomi awal tahun 1997 dengan sendirinya muncul krisis multi dimensional yang  membuahkan timbulnya disintegrasi bangsa.

Rasa kebangsaan semakin pudar dan tumbuh rasa kedaerahan (primordialisme) yang berlebihan. Tumbuhnya rasa kedaerahan yang berlebihan tersebut adalah akibat adanya kesenjangan informasi terhadap masyarakat disebabkan pola manajemen sentralisasi dan penyebaran informasi yang tidak merata, baik informasi hasil-hasil pembangunan maupun informasi yang berhubungan dengan nilai-nilai kebangsaan disamping kurangnya keterbukaan informasi antara pemerintah dengan masyarakat.

Perpustakaan Sentral Informasi Rakyat

Sebagai media pembelajaran dan pusat informasi masyarakat, perpustakaan adalah merupakan pendemokratisasian penyebaran informasi yang didalamnya terdapat proses pembelajaran segala jenis bidang pengetahuan yang menjadikan masyarakat (pengguna) menjadi melek informasi.

Perannya yang sangat berharga dalam membangun gagasan-gasan segar ini merupakan suatu pelayanan terhebat kepada masyarakat yang tidak dimiliki oleh lembaga lain. Melalui perpustakaan masyarakat dapat memberdayakan (to empower) diri mereka sendiri mendapatkan berbagai informasi yang sesuai dengan kebutuhan profesi dan bidang tugas masing-masing yang pada akhirnya bermuara pada tumbuhnya masyarakat yang terinformasi dengan baik (well-informed) sehingga tercipta manusia yang berkualitas.

Kehadiran perpustakaan  merupakan solusi akibat perkembangan informasi yang begitu pesat dengan memberikan prinsip layanan sosial yang barang tentu akan terjadi jurang antara orang kaya dengan orang miskin terhadap perolehan informasi. Perpustakaan harus dikelola menjadi sentral informasi rakyat dengan berpola keberpihakan terhadap masyarakat sehingga berbagai kebutuhan informasi masyarakat harus terwakili dan dapat diakses dengan cepat, tepat dan gratis.

Perpustakaan sebagai perubahan sosial harus memberikan informasi yang tepat sesuai dengan kebutuhan disamping juga harus memberitahu kepada masyarakat (pengguna) bagaimana menelusur informasi, mengembangkan kebiasaan membaca dan juga membantu orang dewasa untuk belajar seumur hidup dan belajar kembali untuk perubahan karir yang berdampak pada kebijaksanaan seseorang, memelihara dan mempromosikan kebudayaan serta hasil-hasil kreasi dan produksi pertanian/industri mereka.

Banyak pemerintahan negara menugaskan perpustakaan untuk melakukan peran seperti itu. Di negara-negara maju, walaupun buku-buku, majalah, kaset video dan audio, CD dan bahan-bahan lainnya dengan harga terjangkau tersedia di sudut-sudut kota, tetapi masyarakat masih tetap banyak berkunjung ke perpustakaan umum. Di Inggris, pembeli buku terbesar adalah perpustakaan-perpustakaan umum.

Perpustakaan menjadi tempat bertemunya para warga kota dan melalui tempat ini mereka mengetahui banyak hal tentang kebijakan yang diambil oleh para pemimpin mereka, dan juga hal-hal yang diperjuangkan oleh para wakil mereka di parlemen. Langkah menuju perpustakaan sebagai sentral informasi rakyat, perpustakaan harus dijadikan sebagai pusat aktivitas:

  1. Perpustakaan sebagai pusat aktivitas intelektual dan kreatifitas; yaitu menempatkan perpustakaan pada semua strata masyarakat baik masyarakat perguruan tinggi, sekolah, perusahaan swasta/pemerintah dan komunitas masyarakat. Perpustakaan akan menjadi tempat aktivitas intelektual dan kreativitas seperti seminar, diskusi panel, pemaparan hasil penelitian, lomba puisi, lomba penulisan ilmiah, aktivitas karang taruna dan lain-lain yang berhubungan dengan kreatifitas pengembangan sumber daya manusia. Melalui strategi ini pihak pengelola perpustakaan dapat langsung memberikan promosi tentang produk dan potensi yang dimiliki oleh perpustakaan melalui sumber-sumber informasi kepada masyarakat sehingga perpustakaan akan lebih bermasyarakat dan melekat pada diri mereka.
  2. Perpustakaan sebagai sarana pendidikan; yang memiliki arti bahwa perpustakaan merupakan integral dari sistem pendidikan seumur hidup. Perpustakaan harus dapat menyediakan berbagai sumber-sumber belajar, penelitian/observasi maupun kegiatan penunjang saranan pendidikan lainnya.
  3. Perpustakaan sebagai pusat informasi; yaitu perpustakaan dijadikan sebagi media informasi publik yang dapat diakses oleh seluruh masyarakat dengan mudah, cepat dan murah tanpa membedakan strata sosial. Jenis informasi yang ada harus melingkupi seluruh aspek kehidupan masyarakat, baik berupa kebijakan pemerintah Pusat dan Daerah, hasil-hasil pembangunan Pusat dan Daerah maupun informasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang relevan dengan kebutuhan masyarakat pengguna.
  4. Perpustakaan sebagai aktivitas ajang promosi; adalah satu aktivitas perpustakaan yang tergolong masih baru. Hal ini sangatlah penting mengingat perpustakaan sebagai institusi pelayanan informasi publik seharusnya perpustakaan harus didesain menjadi pusat ajang promosi, baik perusahaan swasta, pemerintah dan perorangan dengan berbagai produk dalam mencari segmen pasar yang lebih banyak.
  5. Perpustakaan sebagai sarana rekreasi; bahwa perpustakaan merupakan sarana rekreasi dengan muatan informasi dan koleksi yang bersifat rekreatif atau hiburan. Peranan ini perlu dikembangkan khususnya pada perpustakaan masyarakat seperti perpustakaan keluarahan, desa dan perpustakaan umum yang berada di Provinsi dan Kabupaten/Kota disamping menyediakan alat-alat simulasi yang berhubungan dengan permainan untuk kalangan anak-anak, remaja dan orang dewasa.

Perpustakaan Sebagai Gerakan Nasional

Rendahnya pertumbuhan perpustakaan di tanah air adalah merupakan masalah sosial yang harus ditangani dengan serius. Penulis mencoba menghimbau para stakeholder perpustakaan baik pemerintah, masyarakat dan dunia usaha menjadikan masalah ini sebagai agenda gerakan nasional.

Secara kumulatif pertumbuhan perpustakaan masih relatif rendah; dari 70.000 desa, 9.000 desa atau 1/2 % mempunyai perpustakaan; dari 200 ribu SD, 1% memiliki perpustakaan; 70 ribu SLTP, 16% memiliki perpustakaan; 16.000 SMU, 54 % memiliki perpustakaan; 4.000 Perguruan Tinggi, 60% memiliki perpustakaan sehingga keseluruhan baru berjumlah  42.901 unit (Laporan Perpusnas RI : 2002).

Dari uraian di atas, mengkhawatirkan bahwa pemerataan pembangunan perpustakaan yang bermuara kepada pemerataan informasi masyarakat belum dapat diwujudkan. Salah satu langkah strategi adalah dengan menerapkan pola kemitraan yang melibatkan tiga unsur utama komponen bangsa yaitu pemerintah, masyarakat dan pelaku bisnis.

Komponen Pertama, adalah pemerintah yaitu adanya  political will atau kemauan politik dari pemerintah baik sebagai regulator dan fasilitator yaitu dengan sungguh-sungguh mengagendakan bahwa pembangunan perpustakaan merupakan pembangunan berskala prioritas dalam kurun waktu jangka pendek dan panjang.

Kedua, adalah pelaku bisnis, artinya bahwa seluruh pelaku bisnis dan assosiasi bisnis harus memiliki tanggung jawab moral dalam pengembangan perpustakaan masyarakat dengan memberikan secara sukarela hasil yang diperoleh 1-2 % dari keuntungan tahunan untuk kepentingan pembangunan perpustakaan masyarakat sebagai institusi sentral informasi rakyat.

Hal ini dapat dituangkan dalam Undang-Undang Perpustakaan sebagai landasan yuridis dan berlaku untuk seluruh wilayah Negara Republik Indonesia. Ketiga, adalah komponen masyarakat artinya bahwa seluruh lapisan masyarakat dan semua lintas tokoh masyarakat memiliki tanggung jawab dalam keterlibatnya langsung dalam pengembangan dan pemanfaatan perpustakaan sebagai sebuah lembaga pendidikan dan sentral informasi yang dapat memberikan kontribusi dalam peningkatan kehidupan masyarakat.

Penutup

Selaras dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan informasi sekaligus upaya mengentaskan kesenjangan perolehan informasi pada masyarakat, pembangunan perpustakaan sebagai inti infrastruktur informasi perlu diupayakan terus menerus di seluruh strata dan komunitas masyarakat. Perpustakaan sebagai sentral informai rakyat harus dijadikan sebagai barometer dalam perwujudan hak perolehan informasi masyarakat dengan mengembangkan dan menjadikan perpustakaan sebagai pusat aktivitas masyarakat.

Rendahnya pertumbuhan perpustakaan di tanah air perlu diupayakan melalui gerakan nasional dengan konsep pola kemitraan antara pemerintah, masyarakat dan pelaku bisnis dan menjadikan pembangunan bidang perpustakaan termasuk kepada skala prioritas pembangunan nasional. Niscaya, jika hal ini dapat terwujud pembangunan bidang perpustakaan tidak akan mengalami hambatan sekaligus terpenuhinya hak masyarakat akan informasi.

Exit mobile version