Dunia Perpustakaan | Cara Berfikir Pustakawan dan Pengusaha | Tulisan ini dibuat sama sekali bukan bertujuan untuk membanding-bandingkan dalam artian negatif. Saya ingin membuka pola pikir pustakawan yang terkadang masih mudah pesimis dan selalu “mengkambinghitamkan” masyarakat dalam hal minat baca.
Hal ini bisa kita lihat dalam setiap pembahasan diskusi seminar, workshop dan lainya. Seringkali pustakawan sangat sering terkesan “menyalahkan” masyarakat dengan pernyataan, “Minat Baca Masyarakat Indonesia Rendah”.
Perbedaan yang sangat mencolok antara pustakawan dan pedagang [pengusaha], terletak pada “Cara Berfikir”. Saat perpustakaan yang di kelola pustakawan sepi pengunjung, dibandingkan dengan Cara Berfikir pengusaha yang mengalami Sepi Pembeli.
Dalam kondisi secara situasi sama-sama sepi pengunjung dan pembeli, tapi lihatlah fakta yang sering terjadi cara berfikirnya sangat berbeda.
Cara Berfikir Pustakawan
Seorang Pustakawan, ketika pengunjung perpustakaan sepi dan berkurang, yang paling sering dilakukan banyak pustakawan selalu MENYALAHKAN MASYARAKAT. Biasanya dengan kalimat, “Minat baca masyarakat Rendah!”. Bahkan pernyataan tersebut sering disebarkan saat membuat press release ke media.
Hanya sedikit pustakawan yang mau melakukan evaluasi saat perpustakaan sepi pengunjung. Padahal kalau mau evaluasi, mungkin masih banyak kekurangan sehingga mengakibatkan masyarakat mau datang ke perpustakaan.
Sebenarnya pustakawan bisa melakukan evaluasi misalnya dengan cara mencoba mengevaluasi dengan beberapa pertanyaan.
Sebagai pustakawan sudah memberikan pelayanan yang baik kepada pengunjung perpustakaan?
Ruang baca perpustakaan sudah nyaman untuk para pengunjung perpustakaan?
Penataan rak buku dan desaign interior perpustakaan sudah dibuat menarik dan sebaik mungkin?
Perpustakaan sudah sering melakukan promosi tentang keberadaan perpustakaan tersebut kepada masyarakat banyak?
Buku-buku di perpustakaan sudah sesuai dengan kebutuhan masyarakat?, Apakah koneksi internetnya sudah kenceng?
Saya berfikir masih banyak sekali pertanyaan yang seharusnya diajukan dan dijawab sendiri oleh pustakawan. Dengan cara itu pustakawan bisa fokus perbaiki diri dan TIDAK HANYA FOKUS MENYALAHKAN MASYARAKAT dengan MENGATAKAN MINAT BACA RENDAH!.
Cara Berfikir Pengusaha
Hal ini sangat berbeda ketika yang berikir adalah seorang Pedagang (produsen/pengusaha) yang sedang sama-sama tidak memiliki pelanggan (konsumen).
Seorang pedagang (produsen) ketika produk yang mereka jual tidak laku, yang dilakukan tidak pernah menyalahkan masyarakat bahwa, “masyarakat disini seleranya rendah”.
Jika ada pedagang yang berfikir seperti itu, maka yakinlah usahanya pasti tidak akan laku. Masyarakat justru akan menyebarkankan ke banyak orang supaya jangan membeli produk yang dijual oleh pedagang model tersebut.
Kebanyakan pedagang ketika produk yang mereka jual tidak laku, biasanya mereka selalu koreksi kepada dirinya sendiri dan produk yang mereka jual dengan berbagai pertanyaan.
Apakah kwalitas rasanya memang kurang enak?
Kemasanya kurang kreatif?
Tempatnya kurang strategis?
Harganya terlalu mahal?
Dan masih banyak pertanyaan lain yang itu ditujukan ke dirinya sendiri, yang menjadikan penguasaha akan terus memperbaiki kekurangan tersebut.
Ubah Cara Berfikir
Melalui tulisan ini penulis hanya ingin mengajak kepada para pustakawan dan pengelola perpustakaan dimanapun berada, untuk merubah cara berfikir yang tadinya selalu menganggap dan menyalahkan masyarakat dengan mengatakan Minat Baca Masyarakat Rendah.
Mulai sekarang harus diubah cara berfikirnya dengan berusaha selalu memperbaiki diri dalam memberikan pelayanan, memberikan koleksi buku yang berkwalitas, promosi dan sosialisasi ke masyarakat lebih sering dilakukan, ruang baca yang nyaman, lokasi yang mudah dicapai, dan masih banyak lagi perbaikan-perbaikan yang itu bisa membuat masyarakat suka membaca dan berkunjung ke perpustakaan.
Satu yang pasti dan penulis berfikir pasti semua sepakat bahwa “Produk” yang di kelola dan di tawarkan (”dijual”) oleh pustakawan adalah produk yang teramat sangat berkwalitas, dan bermanfaat untuk semua orang karena yang dikelola dan di tawarkan seorang pustakawan adalah ILMU PENGETAHUAN.
Jangan Kalah dengan Iklan Rokok
Untuk menambah motivasi, pustakawan harus harus lebih kreatif, optimis, dan lahirkan ide-ide inovasi yang baru.
Jangan sampai pustakawan kalah dengan pedagang atau sales rokok,
Bayangkan saja, Anda tahu rokok kan?
Produk yang begitu sangat berbahaya yang bisa menyebabkan mandul, kanker, dan penyakit lainya, produk tersebut bisa LAKU dan LARIS, padahal harganya semakin mahal. Itu salah satu penyebabnya karena produsen rokok terlalu cerdas dalam mempromosikanya.
Rokok yang begitu berbahaya, dipromosikan dengan gambar-gambar ilusi seorang pria-pria perkasa yang tampan dan sukses serta kaya raya. Dan itu diiklankan di televisi, media sosial, spanduk, baliho, dan pada intinya diiklankan dengan berjuta cara, hingga akhirnya produk mereka laris manis dan memiliki pelanggan setia.
Pustakawan dan para pegiat literasi tidak boleh kalah dengan semangat mereka. Apalagi “produk” yang dikelola pustakawan amatlah BERHARGA dan BERMANFAAT untuk masyarakat. Jangan sampai semangat pustakawan dan pejuang literasi “KALAH” dengan mereka!
Kami tahu, paling yang ada di benak anda rata-rata akan bilang begini,
“Jelas beda banget lah, kalau perusahaan rokok kan modalnya banyak, sedangkan perpustakaan punya modal apa?”
Modal Uang Bukan Segalanya
Untuk menjawab ini, kami hanya ingin memberikan nasihat Bob Sadino saat ditanya mahasiswa dalam sebuah seminarnya,
- Mahasiswa: “Bagaimana kita bisa membuka usaha kalau kita tidak memiliki modal?”
- Bob Sadino: “Emangnya kamu butuh modal berapa biar kamu mau berani membuka usaha?”
- Mahasiswa: “Mungkin paling tidak sekitar Rp 100 juta”
- Bob Sadino: “Kamu mau tidak, satu kaki kamu saya beli Rp 500 juta”?
- Mahasiswa: “Jelas tidak mau lah!”
- Bob Sadino: Itu artinya, dengan dua dengkulmu, kamu sudah punya modal Rp 1 Milyar!
Semoga cerita diatas bisa difahami dan kemudian mampu menggerakan semangat para pustakawan dan pejuang literasi bahwa perjuangan anda sudah di jalan yang tepat dan benar.
Sisanya tinggal mencaritahu cara secara terus menerus dengan kreasi dan inovasi agar semakin masyarakat tergugah dan sadar betapa pentingnya budaya membaca.
Penutup
Satu yang pasti, di Indonesia ini juga sudah ada (semakin banyak) pustakawan maupun pejuanng litrasi yang mereka pernah di posisi sulit, mulai dari minimnya angaran, minimnya koleksi buku, ruanganya jelek, dan berbagai kekurangan lainya.
Namun dengan tekad dan semangat yang gigih diseraa dengan semangat mau belajar, mau berinovasi, mau berkreaaivitas dalam memperjuangkan literasi, akhirnya mereka sukses.
Jangan pernah berfikir untuk mengikuti jejak pustakawan (pengelola perpustakaan) yang tetap mencari berjuta alasan, yang menjadikan mereka jadi pandai menyalahkan hingga akhirnya lupa dan malas untuk meningkatkan SDM dan inovasi mereka supaya bisa beekrja lebih baik lagi.
Singkatnya, dalam bidang kepustakawanan, pasti ada cerita pustakawan yang baik, kreatif, penuh dengan inovasi, sehingga mereka bisa sukses dalam karirnya.
Sebaliknya, ada juga pustaakwan yang perilakunya kadang kurang baik.
Kuncinya ada pada diri kita masing-masing, mau mengikuti mereka yang baik atau yang buruk?
Penulis juga berharap ketika anda sudah membaca tulisan ini, cara berfikir kita juga harus diubah dengan yang tadinya selalu menyalahkan minat baca masyarakat rendah, dan sekarang kita ubah, kekurangan apa yang masih ada di perpustakaan sehingga pengunjung perpustakaan menjadi malas datang ke perpustakaan anda?
Semoga media nasional juga harus merubah bahasa pemberitaan mereka jika yang tadinya seringkali menyalahkan masyarakat dengan bahasa minat baca masyarakat, mulai sekarang mari kita coba kritisi dan evaluasi serta perbaiki diri apa yang masih kurang di perpustakaan sehingga minat baca menajadi rendah.
Media juga harus lebih aktif lagi dalam mengungkap kasus korupsi pengadaan buku di perpustakaan, proyek pembangunan perpustakaan, pemotongan dana anggaran untuk perpustakaan yang sangat mungkin masih banyak terjadi di Indonesia yang belum terungkap oleh media. Karena diakui atau tidak, korupsi dalam bidang anggaran perpustakaan juga mempengaruhi kemajuan perpustakaan di Indonesia.
Semoga saja semangat para pustakawan dan pejuang literasi di seluruh Indonesia terus berkobar untuk menyebarkan semangat budaya baca di Indonesia.
Salam Literasi!