Site icon Dunia Perpustakaan

Galeri Kreatif Wadah Edukasi Bagi Anak-anak di Desa Bantur

Dunia Perpustakaan | Muzaki, pemuda asal Desa Rejoyoso, Bantur, Kabupaten Malang, ini getol menggerakkan pendidikan di desanya. Dia menjadikan rumahnya sebagai tempat untuk belajar anak-anak. Selain itu, dia mendirikan 9 perpustakaan dan beberapa komunitas sosial.

“Saya percaya anak-anak di kampung nggak kalah dengan anak kota.’’ Itulah salah satu kalimat yang terdengar di pertemuan Forum Komunikasi Taman Baca Masyarakat (FKTBM) Malang Raya di Perpustakaan Anak Bangsa, Jabung, dua bulan lalu. Muzaki adalah pelopor gerakan edukasi melalui Komunitas Galeri Kreatif di Kecamatan Bantur yang dia dirikan pada 2011.

Muzaki menjelaskan, Galeri Kreatif merupakan rumah singgah yang berada di Dusun Rejoyoso RT 37, RW 05, Desa Rejoyoso, Kecamatan Bantur. Forum itu merupakan wadah edukasi bagi anak-anak di desa Bantur untuk tumbuh dan berkembang dalam bidang apa pun. Misalnya, pengembangan diri, keterampilan, konsultasi pendidikan, hingga akar tumbuhnya berbagai macam komunitas dan sembilan TBM di Bantur.

Alumnus SMK Assalam Bantur tersebut menyatakan, ide mendirikan Galeri Kreatif itu bermula dari lingkungan anak-anak TKI di desanya. Menurut dia, pendidikan anak-anak TKI kurang terurus. Karena itu, dia mendedikasikan diri dengan cara memberikan perhatian yang lebih untuk mereka.

Menurut Muzaki, di Malang Selatan, memang bukan hal aneh jika beberapa orang tua terpaksa harus bekerja ke luar negeri untuk mengadu nasib. Sebab, perekonomian di sana memang tergolong sulit. Mayoritas anak di sana tumbuh dan besar tanpa didampingi orang tua.

Selain itu, ekonomi yang sulit membuat kondisi semakin runyam. Itulah alasan yang membuat Muzaki rela terjun langsung untuk membuat perubahan dengan cara mendirikan Galeri Kreatif. Pemuda yang lahir pada 25 Desember 1990 tersebut mengaku sempat mengalami masa sulit.

Berawal dari kisah hidup yang sulit mendapatkan buku untuk dibaca, Muzaki harus berkunjung ke Masjid Kepanjen dulu untuk meminjam.

’’Saat itu saya masih SMK. Bersama sahabat saya, Ika Puji Astuti, kami berburu buku dengan jarak hampir 40 km,’’ kata pria yang mengabdi di Yayasan Assalam, Bantur. Selain itu, dia menyisihkan uang saku untuk membeli buku-buku favoritnya.

Anak dari pasangan Sayedi dan Khotimah itu mengungkapkan, dirinya berasal dari keluarga yang sederhana. Orang tuanya bekerja sebagai petani jagung dan tebu yang hasilnya tidak seberapa. Kondisi tersebut menuntut Muzaki untuk mandiri. Meski lahir di desa, semangat dedikasi sosialnya benar-benar patut diacungi jempol.

Muzaki yang getol menggerakkan pendidikan di kawasan Malang selatan | gambar: Radar Malang

’’Setelah lulus SMK, impian saya untuk membantu anak-anak itu timbul,’’ ungkapnya.

Dikutip dari jawapos.com, [24/07/16]. Saat itu, Muzaki berpikir untuk membuka TBM terlebih dulu. Sebab, dia mengerahkan SDM anak-anaknya untuk memajukan desa. Muzaki akhirnya merelakan ruang tamu rumahnya di kampung untuk dijadikan perpustakaan.

’’Modal awal masih buku-buku saya, lalu berkembang karena disumbang buku-buku bekas oleh adik-adik di kampong. Buku-buku tersebut kami jual, lalu kami belikan buku-buku bacaan yang baru,’’ ucapnya.

Langkah awal memang tidak mudah. Sebab, anak-anak desa tak langsung tertarik membaca buku. Mereka perlu dirangsang dengan kegiatan yang lain agar minat baca itu keluar. Apalagi, mereka juga lebih tertarik menonton televisi.

Tak kurang akal, Muzaki membuat jebakan Batman dengan cara mengajak mereka ikut perlombaan Agustus seperti lomba sepak bola, memasak, keterampilan, menari, dan melukis. Dari kegiatan tersebut, akhirnya perpustakaan menjadi salah satu tempat kegiatan untuk mengenalkan buku-buku bacaan kepada anak-anak.

Tak hanya itu, kegiatan outbond juga diadakan untuk merangsang daya imajinatif anak-anak. Saat ini ada 84 anggota yang bergabung dalam komunitas itu.

Menurut dia, Galeri Kreatif merupakan wadah atau sarana konsultasi anak-anak yang ingin bersekolah ke kota. ’’Kami siap menemani mereka dalam hal administrasi dan mencarikan beasiswa,’’ ujarnya.

Selain itu, ada sekitar 20 anak yang sudah menempuh pendidikan di salah satu universitas di Malang. ’’Kami ingin memastikan anak-anak desa bisa menempuh pendidikan tinggi dan menapaki masa depan yang sama dengan anak kota,’’ tuturnya.

Pengembangan TBM dan beberapa kegiatan yang lain tentu memerlukan biaya. Untuk membiayai kegiatannya tersebut, saat kuliah, Muzaki sempat berjualan makaroni, snack, dan carang bersama teman-temannya.

’’Dulu kalau pas Jumat, kami kulak jajanan itu ke Turen, lalu dibungkus lagi, kemudian dijual eceran ke toko-toko,’’ ungkap pria yang suka membaca tersebut.

Dari perjuangan tersebut, hingga sekarang, Galeri Kreatif tetap eksis serta mampu melahirkan sejumlah komunitas. Di antaranya, Komunitas Telusur Sejarah yang mengedapankan edukasi sejarah bagi anak-anak dan remaja.

Ada pula Pelopor Pemuda Rejoyoso. Uniknya, dia juga mendirikan Persatuan Tukang Rejoyoso. Persatuan tukang itu, kata Muzaki, sangat mengedepankan profesionalitas. Mereka dijamin bisa mengerjakan pekerjaan membangun rumah dengan baik. Sebab, Muzaki telah memompa semangat para tukang dalam merancang rumah dan mendiskusikan pekerjaan mereka.

Dalam bidang kesehatan, ada Saka Bakti Husada yang merupakan persatuan para bidan. Ada juga komunitas CCD (cosplay-cosplay dewe). Yakni, kelompok sanggar kreatif kegiatan anak-anak yang dididik. Yang tak kalah penting adalah sembilan komunitas TBM yang tersebar di beberapa desa di Bantur.

Untuk misi ke depan, dia bersama teman-temannya ingin mencanangkan Kampung Cerdas Ceria. Yakni, sebuah kampung yang mempunyai banyak TBM dan komunitas sosial serta peduli dengan bakat dan minat anak.

’’Penginnya kayak kampung Inggris di Pare, Kediri. Tak hanya menjadi lahan edukasi, namun juga jadi kampung wisata edukasi di Bantur,’’ tutur pria yang lahir di Bantur tersebut.

Exit mobile version