Site icon Dunia Perpustakaan

Zen RS: Bukan Minat Baca yang Kurang, Tetapi Akses Pada Buku yang Masih Minim

Dunia Perpustakaan | Bagi pengguna media sosial, nama Zen RS tidak asing. Zen banyak menulis esai di Yahoo dan blognya yang isinya menyoroti berbagai isu, mulai sepak bola, sejarah, politik, filsafat dan tidak jarang mencampuradukkan semuanya menjadi tulisan menarik.

Nah, Zen RS menjadi narasumber diskusi publik yang digelar Media Parahyangan di Co-op Space Universitas Katolik Parahyangan (Unpar), Bandung, Jumat (2/9) malam. Diskusi ini mengusung tema ‘Apakah Bandung Di Bawah Militerisme?’

Diskusi tersebut menyoroti pembubaran Perpustakaan Jalanan Bandung (Perpus Jalanan BDG) oleh militer beberapa waktu lalu. Zen RS melihat pembubaran tersebut segera menjadi isu besar bagi penikmat literasi atau membaca.

gambar: kompasiana.com

Dikutip dari bandung.merdeka.com, [03/09/16]. Menurut Zen, Perpus Jalanan BDG sebagai komunitas yang membuka akses seluas-luasnya bagi publik untuk membaca buku. Selama ini membaca buku dianggap suatu kemewahan, dibaca di cafe-cafe atau tempat-tempat ekslusif yang sulit diakses masyarakat umum.

Sedangkan Perpus Jalanan BDG mendobrak bahwa membaca bukanlah kegiatan mewah. Membaca bisa dilakukan siapa pun di mana pun, siang hari maupun malam hari, di pinggir jalan maupun di taman.

“Perpus Jalanan Bandung mengingatkan kita bahwa membaca bukan kemewahan. Itu sebabnya saya simpatik besar ke Perpus Jalanan Bandung,” ucap Zen RS.

Untuk diketahui, saat terjadinya pembubaran Perpus Jalanan Bandung, melalui akun media sosialnya Zen mengkritik keras tindakan pembubaran itu, bahwa militer tidak bisa mencampuri urusan sipil, apalagi mengatur masalah membaca.

Zen melanjutkan, dirinya tidak percaya minat baca masyarakat rendah. Masalahnya sejauh mana akses terhadap buku dibuka seluas-luasnya. Dan itulah yang dilakukan Perpustakaan Jalanan BDG.

“Upaya meningkatkan minat baca akhirnya diambil alih komunitas seperti Perpus Jalanan Bandung, di daerah lain ada yang membawa buku dengan gerobak tahu seperti di Sumedang, jadi habis jualan tahu dia menjajakan buku dengan gerobak tahunya,” tuturnya.

Masih banyak lagi pegiat literasi yang membuka akses buku dengan cara-cara jauh lebih cair dan bebas, berbeda dengan perpustakaan umum yang dibuat pemerintah daerah yang cenderung birokratis.

Ia berharap, banyak komunitas lain di Bandung mendukung Perpus Jalanan BDG maupun melakukan kegiatan dengan cara serupa. “Perpus Jalanan Bandung tidak akan mengganggu kalau membuat lapak di tiap perempatan jalan,” ujarnya.

Exit mobile version