Site icon Dunia Perpustakaan

Kisah Hendarti dan Inovasi Limbah Pustaka dari Purbalingga

Dunia Perpustakaan | Selalu ada kekaguman jika melihat inovasi para pejuang literasi di daerah-daerah di Indonesia.

Saat kita melihat banyak generasi muda, yang katanya orang “modern” dan “kekinian” justru sibuk sebarkan hoax dan fitnah juga kebencian di sosial media, di pelosok daerah justru ada sosok luar biasa yang berjuang sebarkan budaya baca.

Luar biasanya, inovasi tersebut justru selalu datang dan dilakukan oleh orang-orang yang terkesan biasa, namun aksinya sungguh luar biasa.

Salah satu sosok pejuang literasi tersebut yaitu Raden Roro Hendarti yang mendirikan perpustakaan keliling dengan nama “Limbah Pustaka”.

‘Limbah Pustaka’ dibuat oleh wanita berusia 44 tahun tersebut di sebuah desa bernama Desa Muntang, Kecamatan Kemangkon, Purbalingga, Jawa Tengah.

Dikutip dari detik.com [2/4/2017], diberitakan jika di desa itu, terdapat perpustakaan keliling yang disinergikan dengan bank sampah bernama Limbah Pusataka.

Siang itu, Raden Roro Hendarti (44) terlihat sibuk menata satu persatu buku bacaan dari perpustakaan desa (Perpusdes) Pelita yang ada di rumahnya ke sebuah rak buku.

Dengan dibantu suaminya Agustinus Suryanto (44), buku-buku yang telah ditata tersebut kemudian dikaitkan ke motor roda tiga hibah dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Purbalingga.

Setelah menggunakan helm, Hendarti dengan penuh semangat tancap gas berkeliling desa. Dia menemui warga yang akan menyetorkan sampah anorganik sambil mempersilahkan warga yang ingin membaca buku dari perpustakaan keliling yang dibawanya.

“Untuk membaca tidak harus menyetor sampah. Kita cuma berusaha menumbuhkan kesadaran kepada mereka. Mereka suka membaca tetapi mereka belum (punya kesadaran) memilah sampah. Jadi dengan mereka membaca, nanti ada rasa tidak enak hati akhirnya mereka mau setor sampah,” kata Hendarti kepada wartawan beberapa waktu lalu.

Sinergi antara perpustakaan keliling dengan bank sampah ini berawal dari keprihatinannya terhadap menurunnya minat membaca. Tak hanya itu, dia melihat banyak sampah anorganik di desanya. Perpustakaan model tersebut ternyata mendapatkan sambutan yang sangat baik dari waga desa.

Dengan cara jemput bola tersebut, dia jadi mengetahui alasan warga enggan datang ke perpustakaan karena kesibukan mereka. Apalagi saat ini Limbah Pustaka juga sudah dilengkapi sejumlah unit komputer lengkap dengan layanan internet gratis untuk memudahkan warga mengakses informasi.

“Karena kami memang di desa, jauh ke kota, kasihan yang tidak sempat atau tidak punya kendaraan untuk ke sana makanya kita berikan layanan ini gratis,” ucap Hendarti yang menjabat sebagai Kaur Kesra di desanya.

“Untuk bank sampahnya kita ingin warga jadi sadar dan peduli akan kebersihan, jangan sampai kita mewarisi sampah ke anak cucu kita,” ungkapnya.

Saat ini koleksi buku dari Perpusdes yang dikelola di rumahnya sudah mencapai ribuan buku. Jenisnya juga beragam mulai dari buku agama, kesehatan, pendidikan, cerita anak, novel, pertanian, kerajinan dan olahraga.

“Alhamdulilah sudah lengkap. Paling banyak komunitas anak-anak di sini, itu buku kesusastraan paling diminati. Untuk ibu-ibunya biasanya buku kuliner dan untuk bapak-bapaknya biasanya buku tentang peternakan, pertanian dan agama,” ujarnya.

Dia bercerita, awal perpustakaan desa tersebut dipindah kerumahnya pada 2007. Sebab saat itu buku-buku yang ada di perpustakaan desa tidak ada yang membaca, kotor hingga akhirnya dirinya mencoba berinovasi untuk melakukan jemput bola langsung kepada warga untuk menumbuhkan minat membaca dengan berbagai cara.

“Mulai dari situ saya tergugah bagaimana saya membawa amanah ini dan cara menumbuhkan minat baca, akhirnya dengan modal sendiri saat itu saya beli hadiah-hadiah kecil bagi pemustaka yang datang sebagai tahap sosoalisasi membaca. 10 kali mereka datang saya kasih hadiah, 20kali, 30 kali sampai 100 kali,” ucapnya.

Sementara sampah anorganik, misalnya plastik, botol minuman, yang telah dikumpulkan warga di bank sampah kemudian dipilah oleh ibu-ibu PKK di desanya untuk dicatat, ditimbang dan sebagian dimanfaatkan sebagai kerajinan tangan atau dijual. Hasil penjualan berupa uang tabungan warga desa yang telah menyetorkan sampahnya.

“Tabungannya masih kecil, miniml Rp. 5-10 ribu per 6 bulan. Karena masih skala rumah tangga, jadi mungkin mereka belum terbiasa untuk memilah karena kadang sudah buat kayu bakar atau sudah dibakar, itu yang sedikit demi sedikit kita kikis,” ujarnya.

Berbagai prestasi juga telah diraihnya dengan kepeduliannya meningkatkan minat membaca masyarakat di desanya. Di antaranya prestasi perpustakaan tahun 2013 yang mendapat juara 1 tingkat Kabupaten dan tahun 2014 mendapat juara harapan 1 tingkat Provinsi Jateng.

Sedangkan kepeduliannya terhadap lingkungan, idenya mensinergikan antara limbah dan perpustakaan juga sudah menjadi pilot projeck di Kabupaten Purbalingga. Tak hanya itu, di tahun 2017 mendapatkan bantuan 1 unit gedung pemilah sampah yang saat ini sedang dibangun.

“Adanya bank sampah dan perpustakaan keliling serta perpusdes di rumah saya, sebulan minimal saya bisa mengumpulkan 1 kuintal sampah. Ini sangat signifikan, karena mengurangi sampah dan meningkatkan budaya membaca dan minat baca,” katanya.

Sementara menurut Sutarmi (43) ibu rumah tangga mengatakan jika dengan adanya Limbah Pustaka sangat membantu warga khususnya dirinya dalam bidang pengetahuan.

“Keuntungannya jadi berpengalaman membaca, sambil kita setor sampah terus pinjam buku. Seneng dapat pengetahuan,” ujarnya.

Bukan hanya dirinya yang jadi gemar membaca, namun dia mempunyai harapan besar dengan adanya perpustakaan keliling tersebut, yakni anaknya Siti Giyantri (9) siswi SDN 1 Muntang, menjadi tambah pintar dengan membaca buku-buku yang di bawa oleh Hendarti.

“Selama ini yang ada hanya buku sekolahan. Dia (anaknya) memang senang membaca dan sering ranking 1. Yang pastinya senang ada kemajuan, anak saya jadi tambah wawasannya,” jelasnya.

Semua kegiatan Hendarti tak lepas dari dukungan sang suami Agustinus Suryanto yang selalu membantu menata buku dan menemani saat dirinya berkeliling desa. Namun tak jarang, sang suami merasa kasihan dengan kesibukan istrinya tersebut, tapi dia selalu memberikan semangat untuk kemajuan masyarakat di desanya.

“Kadangkala waktu untuk istirahat kurang, malam ada yang lembur untuk mencatat apa yang kurang di perpus. Ya saya bantu, capek satu ya capek semua. yang penting disini kegiatan bareng-bareng untuk perkembngan desa apalagi kalau anggotanya semangat,” ujar Agustinus.

Exit mobile version