Dunia Perpustakaan | Seorang penarik becak di Yogyakarta memfungsikan becaknya sebagai perpustakaan yang meminjamkan buku kepada khalayak umum, mulai dari mahasiswa hingga pemulung.
Sehari-hari Sutopo mencari nafkah sebagai penarik becak kayuh. Jika tak sedang mengantarkan penumpang, pria berusia 74 tahun itu mempersilakan orang-orang untuk membaca atau meminjam buku secara gratis dari Becak Pustaka yang dia kelola.
“Mari baca, gratis, tanpa biaya,” kata Sutopo yang dikutip dari BBC News Indonesia.
Sutopo sebenarnya seorang pensiunan PNS di Kodim 0734 Yogyakarta. Ketika pensiun pada 2003, Sutopo memutuskan menarik becak karena tidak ingin berhenti melakukan aktivitas.
“Saya tidak ingin pensiun, saya ingin terus bergerak agar tetap sehat,” kata lelaki yang pernah kuliah di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) Yogyakarta, jurusan reklame.
Di sela-sela kegiatannya sebagai penarik becak kayuh, Sutopo selalu membaca buku yang merupakan hobinya sejak kanak-kanak. Kebiasaannya itu ternyata diperhatikan seorang penumpang langganan.
“Keesokan harinya dia menyumbang buku sebanyak 40 eksemplar,” kenang Sutopo.
Oleh Sutopo, buku-buku itu dibawa ke rumah. Dia kemudian membuat rak buku sederhana. Bentuknya dia sesuaikan dengan ruangan yang ada di sisi sandaran belakang dan kanan kiri becak.
Momen pada 2017 itu adalah awal dari becak pustaka keliling.
Koleksi buku Sutopo kini mencapai sekitar 100 dan topiknya beragam, mulai dari cerita anak, sejarah, pendidikan, ekonomi, sosial-budaya, hingga kisah orang-orang sukses.
Buku-buku itu dia dapatkan dari sumbangan para penumpang dan sejumlah penerbit buku.
Bahkan, menurut Sutopo, ada pihak penerbit yang membawanya ke toko buku dan mempersilakan dia untuk mengambil 40 buku secara cuma-cuma.
Dari mahasiswa hingga pemulung
Aneka buku koleksi Sutopo menarik minat banyak orang, dari mahasiswa hingga pemulung yang merasa minder masuk perpustakaan yang bersih dan megah.
Hal itu semakin menguatkan tekadnya untuk meminjamkan buku.
“Pembaca buku saya bermacam-macam. Mulai dari mahasiswa, pemulung, pedagang pasar, penarik becak. Mereka minat bacanya baik. Tapi buku mahal dan orang kecil masuk perpustakaan gedung megah, sungkan. Makanya saya buatkan becak pustaka ini, saya datangi mereka. Mari membaca, gratis,” kata Sutopo.
Maria Endah Susilowati adalah salah satu pelanggan Becak Literasi Sutopo. Rumahnya tak jauh dari tempat Sutopo biasa memarkirkan becaknya. Endah mengaku sudah lama menggunakan jasa Becak Pustaka.
Menurut perempuan berusia 69 tahun itu, dia suka meminjam koleksi buku Sutopo yang bervariasi.
“Banyak pengetahuan yang saya dapatkan dari membaca. Dan dia (Pak Sutopo) banyak memberi buku yang saya belum pernah membaca, seperti sejarah Indonesia dan tentang gereja,” ujar Susilowati yang mengaku selalu membaca seusai melakukan aktivitas harian.
Sutopo memang selalu memberikan informasi kepada para pelanggan becaknya ketika ada buku-buku baru. Kepada para pembaca bukunya, Sutopo tak pernah membatasi orang yang ingin meminjam buku.
Sutopo membebaskan, berapa pun yang dipinjam, mau di baca di mana saja, dan sampai kapan pun dipinjam.
Sutopo hanya ingin melayani dan memberi akses bacaan kepada masyarakat secara mudah dan gratis. “Saya bebaskan, 100% bebas. Pinjam berapa pun saya layani,” katanya.
Mereka yang pinjam tapi tidak mengembalikan, Sutopo mengikhlaskan.
“Jadi saya meminjamkan buku itu sekaligus mendidik masyarakat untuk jujur dan mendidik karakter masyarakat menjadi lebih baik. Kalau pinjam ya harus dikembalikan,” ujarnya seraya tersenyum.
Sepi penumpang dan peminjam buku saat pandemi
Pada masa pandemi Covid-19, Sutopo mengaku sepi penumpang maupun peminjam buku. Sebelum pandemi, saban hari Sutopo paling tidak bisa mengantongi uang Rp50.000 dari hasil jasa mengayuh becak.
“Sekarang (masa pandemi) paling Rp10.000-Rp20.000. Kadang malah nol, tidak dapat penumpang,” kata Sutopo yang sudah sejak 2004 menarik becak.
Jumlah orang yang mendatangi becaknya untuk meminjam buku pun berkurang. Peminjam buku menurun. Kalau dibuat rata-rata setiap harinya satu-dua orang,” kata Sutopo.
Meski pendapatannya turun dan pulang tanpa penghasilan, serta jarang lagi ada orang yang meminjam buku, Sutopo masih tetap setia menawarkan jasanya.
“Kekosongan dan kesepian ini saya justru gunakan untuk membaca. Sehingga waktu seperti ini saya lalui dengan gembira dan pasrah kepada Yang Maha Kuasa,” kata ayah tiga anak dan kakek enam cucu ini.
Sutopo berharap, generasi muda tidak meninggalkan membaca buku karena buku adalah jendela dunia. “Buku bagus untuk perkembangan pendidikan masyarakat agar menjadi manusia yang lebih baik,” ujarnya.