Bersama Perpustakaan Nasional RI meningkatkan citra Bangsa Indonesia.
Majalah : Visi Pustaka Edisi : Vol. 7 No. 1 – Juni 2005
Abstrak
PERPUSNAS mempunyai tugas dan fungsi serta wewenang yang strategis bagi kemajuan perpustakaan di Indonesia. Oleh karena itu PERPUSNAS harus didukung oleh staf ahli yang kuat, agar dapat menghasilkan kebijakan makro yang strategis dan mendapat dukungan dari Pemerintah. PERPUSNAS merupakan citra dalam aktivitas intelektual dan kebudayaan bangsa Indonesia.
Kekayaan intelektual, budaya dan seni bangsa Indonesia harus dapat ditampilkan kepada bangsa-bangsa lain. Pengumpulan karya anak bangsa ini bisa dilaksanakan dalam bentuk jaringan, dan bekerjasama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Dalam memberikan pelayanan kepada publik dalam negeri maupun luar negeri yang lebih baik, PERPUSNAS sudah harus merintis one-stop services.
Pada awalnya perpustakaan yang terdekat dan sudah siap dengan data katalog elektronik yang kompatibel diminta untuk menyerahkan data. Perpustakaan tersebut juga diminta membina perpustakaan di sekitarnya agar merintis katalog elektronik yang kompatibel dengan data PERPUSNAS. Mengingat masih sangat sedikitnya perpustakaan sekolah, PERPUSNAS perlu menganggarkan untuk membiayai sekolah yang bisa mengajukan proposal untuk inisiasi pendirian perpustakaan.
Untuk menjangkau masyarakat yang tinggal di pedalaman, perpustakaan keliling perlu terus ditambah dan menghimbau kepada Pemerintah Daerah agar terus membina perpustakaan keliling yang sudah diberikan oleh PERPUSNAS. Kepada pihak-pihak perorangan atau kelompok yang telah menyelenggarakan pelayanan kepustakaan bagi masyarakat agar diberi penghargaan dan diberikan bantuan, sehingga mutu pelayanannya dapat ditingkatkan. Begitu juga dengan perpustakaan yang telah memberikan pelayanan yang baik diberikan penghargaan.
Pendahuluan
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (selanjutnya disingkat PERPUSNAS) mempunyai misi: Membina, mengembangkan dan mendayagunakan semua jenis perpustakaan; Melestarikan bahan pustaka (karya cetak dan karya rekam) sebagai hasil budaya bangsa; Menyelenggarakan layanan perpustakaan. Disamping itu menurut Surat Keputusan Kepala PERPUSNAS No. 03/2001 tugas PERPUSNAS adalah melaksanakan tugas pemerintahan di bidang perpustakaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam melaksanakan tugas, PERPUSNAS mempunyai fungsi antara lain:
- Mengkaji dan menyusun kebijakan nasional di bidang perpustakaan;
- Melancarkan dan membina terhadap kegiatan instansi Pemerintah di bidang perpustakaan.
Dari tugas dan fungsi ini sudah jelas bahwa PERPUSNAS mengemban tugas yang sangat strategis dalam bidang perpustakaan di Indonesia. PERPUSNAS menjadi instansi kunci bagi maju mundurnya perpustakaan di Indonesia.
Dalam menjalankan tugas dan fungsi seperti tersebut di atas PERPUSNAS menghadapi tantangan yang berat. Perpustakaan di Indonesia masih merupakan instansi yang tidak diminati oleh masyarakat. Seringkali orang kehilangan selera bila bertemu dengan hal-hal yang berhubungan dengan perpustakaan.
Bahkan di dunia pendidikan saja, keberadaan perpustakaan itu masih dianggap bukan prioritas utama. Perpustakaan hanya dibicarakan oleh pejabat bila diminta oleh pustakawan, atau disebutkan bahwa perpustakaan itu penting hanya pada acara seremonial yang diadakan oleh pihak perpustakaan. Setelah acara seremonial selesai, hilang sudah hal-ihwal perpustakaan di benak para pejabat pendidikan. Apalagi bila menyangkut dana, maka kepentingan perpustakaan berada di prioritas terakhir. Sepertinya pendidikan dapat tetap berjalan dengan baik tanpa perpustakaan.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Fuad A. Gani, ketua Departemen Ilmu Perpustakaan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia pada akhir tahun 2003 di 50 sekolah di Jakarta dengan 500 responden siswa memperlihatkan dengan jelas betapa jauhnya perpustakaan dari minat para siswa. 60 persen dari responden mengaku belum pernah memanfaatkan perpustakaan sekolah. Alasannya, buku-buku di perpustakaan isinya sama dengan kurikulum buku bacaan yang dimiliki siswa, image perpustakaan kaku, angker, dan dingin, bukunya tidak lengkap, tidak pernah bertambah koleksinya, dan ruangannya tidak asyik bagi siswa (Kompas, 22 April 2005).
Dari komentar responden terlihat bahwa perpustakaan-perpustakaan sekolah tersebut tidak dikelola dengan baik, sehingga tidak menimbulkan minat bagi siswa untuk memanfaatkannya. Kemudian dalam banyak kesempatan muncul anggapan minat baca orang Indonesia sangat kurang.
“Yang benar, perpustakaan di sini, baik itu yang umum atau sekolah kondisinya sengsara,” kata Zulfikar Zen, seorang dosen dari Departemen Ilmu Perpustakaan Universitas Indonesia. Menurut UNESCO, jumlah perbandingan buku yang dibutuhkan yakni 1:40, artinya 40 judul buku untuk satu orang. Tapi, yang terjadi di perpustakaan di Indonesia adalah 1:4. “Ironis sekali padahal perpustakaan adalah jendela dunia” kata Fuad. (Kompas, 22 April 2005).
Apa yang bisa dilakukan oleh PERPUSNAS ?
Banyak sekali yang bisa dilakukan oleh PERPUSNAS untuk meningkatkan apresiasi masyarakat dan pemerintah terhadap perpustakaan. PERPUSNAS sebagai pembina semua kegiatan instansi Pemerintah di bidang perpustakaan, bahkan mempunyai wewenang menyusun rencana nasional secara makro di bidang perpustakaan, seharusnya mempunyai kelompok staf ahli untuk berbagai jenis perpustakaan. Staf ahli tersebut diambil dari para ahli atau pemerhati dunia perpustakaan dan pendidikan dari luar PERPUSNAS. Hal itu sudah lazim dilakukan di berbagai departemen di Pemerintah Pusat.
Para staf ahli itu haruslah mendalami masalah perpustakaan di Indonesia, juga mempunyai wawasan luas dan kreativitas yang tinggi, serta mau mencurahkan waktu dan pikirannya untuk kemajuan perpustakaan di Indonesia. Diantara para staf ahli itu perlu ada yang bergelar profesor atau doktor, tidak harus dalam bidang perpustakaan. Hal itu penting, karena di masyarakat kita masalah gelar itu masih berpengaruh kuat.
Disamping itu, biasanya para pakar yang mempunyai gelar tersebut mempunyai rasa percaya diri yang tinggi dan dapat berargumentasi dengan kuat. Menghadapi para pengambil keputusan di negeri ini diperlukan kecakapan dalam menyampaikan argumentasi yang kuat dan logis, yang dapat dipercaya, dan last but not least yang mau didengar oleh para pengambil keputusan tersebut. Staf ahli ini dikontrak per tahun, sehingga penggantian dapat cepat dilakukan bila ternyata ada yang tidak produktif.
Dari para staf ahli inilah harus dihasilkan berbagai rencana nasional secara makro dan perumusan kebijakan nasional dalam bidang perpustakaan. Dengan demikian akan dihasilkan keputusan-keputusan yang strategis dan mempunyai kekuatan secara nasional. Tentunya pihak PERPUSNAS harus tetap memegang kendali dalam mengevaluasi hasil-hasil rekomendasi dari para staf ahli. Jangan sampai rekomendasi itu melenceng dari tujuan awal, sehingga malah merugikan dunia perpustakaan di Indonesia.
Selain kelompok staf ahli, PERPUSNAS perlu membina tim yang mempunyai keahlian dalam menulis di media massa. Tim ini secara berkala diharapkan menghasilkan tulisan-tulisan yang bisa dimuat di media massa, yang akan memberi efek untuk mempengaruhi opini publik secara positif terhadap dunia perpustakaan Indonesia. Dukungan publik terhadap kemajuan dunia perpustakaan sangat dibutuhkan, karena perpustakaan di Indonesia belum diperlakukan sebagaimana mestinya.
Walau sudah banyak yang mempunyai kesadaran untuk menyelenggarakan perpustakaan bagi anak-anak maupun masyarakat umum, namun belum seimbang dengan banyaknya rakyat Indonesia, sehingga efeknya terhadap kemajuan bangsa hampir tidak terlihat. Pihak-pihak pengambil keputusan dan penyelenggara pendidikan, terutama untuk tingkat sekolah dasar dan menengah masih tetap buta dan tuli tentang pentingnya anak-anak suka membaca sedari usia dini.
Kasus robohnya gedung-gedung sekolah dasar di berbagai daerah yang muncul hampir setiap hari di media massa, memberikan contoh betapa besar efek dari pemberitaan di media massa. Setelah berita-berita itu muncul, barulah pada akhirnya Pemerintah mengeluarkan pernyataan bahwa akan memperbaiki gedung-gedung sekolah dasar. Mungkin pustakawan juga perlu sering-sering bekerjasama dengan media massa untuk menunjukkan betapa masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan berkaitan dengan masalah perpustakaan di Indonesia.
Untuk meyakinkan para pengambil keputusan PERPUSNAS perlu melakukan penelitian-penelitian tentang pentingnya peran perpustakaan dalam mencerdaskan sumber daya manusia Indonesia. Menampilkan data yang akurat akan memperkuat argumentasi, sehingga para pengambil keputusan tidak dapat berkelit lagi. Anggaran yang kecil yang sekarang diterima PERPUSNAS jangan jadi penghalang. Justru besarkan dahulu tugas dan fungsi PERPUSNAS, baru dengan beban tugas dan fungsi yang besar dapat digunakan untuk meminta anggaran yang lebih besar.
Perpustakaan Nasional Merupakan Citra Bangsa
Perpustakaan nasional merupakan citra dalam aktivitas intelektual dan kebudayaan sebuah bangsa. Oleh karena itu PERPUSNAS harus menjaga citra itu dengan baik. PERPUSNAS harus berusaha sekuat tenaga untuk bisa mengkoleksi semua hasil karya anak bangsa dalam berbagai media, apakah itu hasil penelitian yang memberi manfaat kepada masyarakat, novel best seller, lukisan yang bernilai seni tinggi, dan lain sebagainya. Bila hasil karya itu berupa mesin atau sejenis peralatan, tidak harus barangnya yang dikoleksi tapi cukup foto-fotonya dengan deskripsi yang jelas mengenai hasil karya tersebut.
Untuk itu memang PERPUSNAS tidak mungkin bekerja sendirian, tetapi harus bermitra dengan berbagai pihak. Kerjasama itu bisa dilakukan dengan berbagai perpustakaan, media massa, dan lain-lain. Cara lain untuk mengkoleksi hasil karya anak bangsa ini PERPUSNAS bisa juga melakukannya dalam bentuk jaringan, yang membagi fokus pendataan berdasarkan bidang ilmu. Sebagai contoh, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dengan berbagai pusat-pusat penelitiannya berfokus mengumpulkan karya-karya dalam bidang sains dan teknologi.
PERPUSNAS sendiri lebih baik berfokus untuk mengumpulkan karya-karya dalam ilmu-ilmu sosial, budaya, seni dan humaniora. Dengan demikian akan meringankan tugas masing-masing, disamping dengan makin banyaknya pihak yang menjaring karya-karya tersebut, maka diharapkan akan makin banyak karya yang terdata. Disamping itu PERPUSNAS dalam berbagai kesempatan selalu menghimbau kepada semua pihak agar menyerahkan hasil karyanya kepada PERPUSNAS atau perpustakaan umum daerah terdekat, namun tetap menyerahkan datanya ke PERPUSNAS.
Hasil karya anak bangsa selain dikoleksi perlu disebarluaskan keberadaannya kepada masyarakat nasional maupun internasional. Oleh karena itu PERPUSNAS dalam jangka waktu tertentu, lima tahun sekali misalnya, perlu melaksanakan pameran hasil karya tersebut secara besar-besaran. Agar pameran lebih meriah lagi, perlu juga diundang pihak-pihak lain, termasuk perpustakaan nasional dari negara-negara lain, agar masyarakat Indonesia bisa membandingkan prestasi bangsa-bangsa lain di dunia, dan terinspirasi untuk dapat menghasilkan karya yang lebih baik lagi di masa depan.
Masyarakat kita sering lemah dalam dokumentasi dan tidak dapat mengenali kekayaan yang kita miliki, sehingga kita tidak mengetahui kekuatan kita bahkan tidak dapat memanfaatkan kekuatan dan kekayaan kita, baik kekayaan sumberdaya manusia maupun sumberdaya alam.
Merintis One-Stop Services
PERPUSNAS harus bisa menyelenggarakan pelayanan informasi seperti yang juga diberikan oleh perpustakaan-perpustakaan nasional di negara-negara lain. Kalaupun belum bisa mengejar kecanggihan perpustakaan nasional di negara maju, tetapi PERPUSNAS sudah harus merintis pelayanan informasi ke arah sana. Di negara-negara maju sekarang ini sedang dilanda one-stop services, artinya untuk mengetahui sebuah informasi, pengguna cukup mendatangi satu perpustakaan. Dari perpustakaan itu dia akan dapat mengetahui ada di mana informasi yang dicarinya.
Dengan demikian pengguna sangat dibantu, tanpa pergi dari satu perpustakaan ke perpustakaan lain, dia sudah dapat kepastian soal keberadaan informasi yang dicarinya, bahkan dapat memperoleh hard copy dari informasi tersebut. Sungguh sebuah pelayanan yang akan sangat didambakan oleh pengguna di Indonesia, bahkan mungkin pengguna dari negara lain yang membutuhkan informasi mengenai Indonesia.
Walaupun pada saat ini hal itu merupakan tugas yang sangat berat untuk direalisasikan, namun PERPUSNAS sudah harus memulai merintis pelayanan itu. Beberapa perpustakaan yang sudah mempunyai data koleksi dalam elektronik yang saling kompatibel supaya mulai diundang untuk memberikan datanya ke PERPUSNAS. Perpustakaan-perpustakaan tersebut kemudian dihimbau untuk membina perpustakaan yang berada di sekitarnya, agar data katalog elektronik milik mereka kompatibel dengan sistem yang ada di PERPUSNAS.
Demikian terus dilakukan pembinaan dari satu perpustakaan kepada beberapa perpustakaan di sekitarnya, diharapkan suatu waktu sudah cukup banyak data katalog induk yang terhimpun di PERPUSNAS. Salah satu jalan lain yang bisa ditempuh PERPUSNAS adalah memanfaatkan jaringan yang sudah ada, bila jaringan informasi tersebut masih berjalan. Atau kalau jaringan itu sudah tidak berjalan, PERPUSNAS bisa membangkitkan kembali. Keterbatasan dana diatasi sementara dengan pengumpulan data secara parsial, artinya dalam jangka pendek hanya mengundang pihak-pihak yang terdekat dahulu.
Bila sudah ada data awal yang terkumpul, terutama data yang mungkin diperlukan Pemerintah atau para anggota Dewan Perwakilan Rakyat, gunakan data itu untuk meyakinkan Pemerintah dan para wakil rakyat bahwa katalog induk itu perlu dibiayai khusus, agar cepat terwujud.
Situs PERPUSNAS di internet sekarang ini sudah cukup bagus, hanya perlu terus dilengkapi. Hypertext Jaringan Perpustakaan bila diklik tidak hanya memberikan informasi tentang jaringan itu, tetapi yang lebih penting adalah data katalog dari jaringan itu.
PERPUSNAS harus mempunyai tim teknologi informasi yang kuat, yang selalu siap untuk memecahkan masalah data yang tidak kompatibel dengan sistem yang digunakan PERPUSNAS. Perjalanan yang cukup panjang masih terbentang untuk terwujudnya one- stop services, tetapi semua itu harus dilakukan agar perpustakaan-perpustakaan Indonesia tidak berada dalam posisi tertinggal dari perpustakaan bangsa-bangsa lain.
Peningkatan Pembinaan Perpustakaan Sekolah dan Umum
Pembinaan minat baca terhadap anak-anak perlu lebih dipertajam dan lebih diaktifkan lagi. Memang seharusnya pihak yang membina sekolah dasar dan sekolah menengah yang harus melakukan pembinaan minat baca, namun mereka sudah kewalahan dengan berbagai masalah pendidikan dasar dan menengah, sehingga tidak kelihatan usaha-usaha mereka ke arah pembinaan minat baca.
Jangankan memikirkan perpustakaan sekolah, gedung-gedung sekolah dasar saja banyak yang sudah rusak berat atau bahkan roboh tidak mendapat perhatian dari mereka. Di pihak lain, belum terlihat juga adanya tanda-tanda kesadaran pihak-pihak sekolah dasar sendiri untuk membina minat baca, dilihat masih sangat sedikitnya sekolah dasar yang dilengkapi dengan perpustakaan. Menurut Fuad Hassan (2001) dari 200.000 SD hanya sekitar 1 persen yang memiliki perpustakaan standar, dari sekitar 70.000 SLTP baru 34 persen yang memiliki perpustakaan standar, sedangkan dari sekitar 14.000 SLTA hanya sekitar 54 persen yang memiliki perpustakaan standar (dalam Saputro, 2004).
Oleh karena itu pihak-pihak perpustakaan yang kena dampak dari rendahnya minat baca, harus mengambil inisiatif untuk melakukan pembinaan minat baca. PERPUNAS dalam hal ini sangat mempunyai kekuatan untuk menggerakkan berbagai pihak agar berpartisipasi dalam meningkatkan minat baca anak-anak.
Adanya anggaran untuk pengadaan 31 buah mobil perpustakaan keliling yang diserahkan PERPUSNAS pada awal tahun 2005 ini sungguh kabar yang menggembirakan bagi dunia perpustakaan Indonesia.
Namun bila diingat luasnya Indonesia dan banyaknya rakyat Indonesia yang berada di daerah pedalaman, tentunya mobil perpustakaan keliling itu masih harus ditambah terus. Dan yang tidak boleh dilupakan juga adalah bagaimana menambah koleksi perpustakaan keliling tersebut. Bila PERPUSNAS hanya menginisiasi adanya perpustakaan keliling itu, PERPUSNAS perlu untuk selalu mengetuk pihak Pemerintah Daerah masing-masing untuk terus membina koleksi perpustakaan kelilingnya. Agar Pemerintah Daerah yang diberikan mobil perpustakaan keliling tersebut mempunyai komitmen untuk terus membina perpustakaannya, PERPUSNAS perlu memantau kualitas perpustakaan keliling itu dari waktu ke waktu.
Bila ada Pemerintah Daerah yang tidak peduli dengan kelanjutan perpustakaan keliling itu, bisa dilaporkan kepada Pemerintah Pusat. Jika tidak ada tindak lanjut dari Pemerintah Pusat terhadap Pemerintah Daerah yang lalai itu, beritanya perlu disebarluaskan di media massa, agar dipermalukan kepada masyarakat.
Untuk lebih mendekatkan perpustakaan kepada para anak sekolah dasar, PERPUSNAS perlu meminta dana kepada Pemerintah untuk membiayai pihak-pihak sekolah dasar yang sanggup membuat proposal bagi pendirian perpustakaan sekolah. Proposal itu harus lengkap sampai dengan rencana pengelolaan perpustakaan itu ke depan, judul-judul buku yang diinginkan sebagai koleksi awal, juga bagaimana rencana untuk memperbaharui koleksi itu selanjutnya.
PERPUSNAS akan memberikan koleksi awal dan pelatihan kepada guru yang ditunjuk untuk mengelola perpustakaan. Bila Pemerintah tidak mempunyai dana, PERPUSNAS bisa mengusahakan bantuan dari negara-negara donor yang mau memberikan dana bantuan, bukan pinjaman. Masih banyak pihak-pihak dari luar negeri yang mau membantu, asalkan dapat dipercaya oleh calon-calon donor. Bantuan ini akan sangat memberikan kemajuan yang signifikan bila dijalankan dalam lima tahun misalnya. Dengan demikian akan cukup banyak sekolah dasar yang mempunyai perpustakaan.
Proyek PERPUSNAS dengan bantuan Bank Dunia mengembangkan 770 perpustakaan sekolah dan umum di Nusa Tenggara Barat, Sumatera Selatan, dan Jawa Tengah (Kompas, 6 Agustus 2003) sungguh merupakan proyek strategis. PERPUSNAS perlu terus memantau dampak dari proyek ini kepada anak didik ataupun masyarakat di sekitar proyek, terutama dampak positifnya. Gunakan data proyek ini untuk mengekspose manfaat perpustakaan yang bermutu bagi masyarakat di sekitarnya. Diharapkan adanya data yang konkrit akan meyakinkan Pemerintah untuk memasukkan unsur perpustakaan dalam meningkatkan mutu sumber daya manusia Indonesia.
Memberi Penghargaan kepada Berbagai Mitra
Bila ada organisasi atau perorangan yang serius menyelenggarakan perpustakaan jangan dianggap saingan, tetapi justru dianggap mitra. Seperti Dauzan Farook yang mempunyai Perpustakaan Mabulir (Majalah dan Buku Keliling Bergilir). Perpustakaan ini didirikan, dikelola dan didanai sendiri sejak tahun 1990, dengan jumlah koleksi sekitar 5000 buku dan 4000 majalah.
Mbah Dauzan, demikian masyarakat sekitarnya memanggil beliau, menjalankan perpustakaan ini di rumahnya di bilangan Kauman, Yogyakarta dengan dibantu oleh empat orang pegawai. Dia mendatangi kelompok bermain anak, remaja masjid, karang taruna, kelompok belajar, serta mahasiswa untuk dipinjaminya buku atau majalah secara gratis. Tiap hari tiga sampai empat tempat ia datangi. Kini sekitar 100 kelompok dengan masing-masing anggota kelompok 4-20 orang menjadi pembaca setia perpustakaan Mabulir.
Untuk membiayai kebutuhan operasional perpustakaan itu, semua biaya mulai dari pembelian dan perawatan buku serta majalah sampai menggaji asisten dikeluarkan dari kocek pribadi, yaitu dari uang pensiun yang dia terima setiap bulan sebagai mantan pejuang. (Wahyu, 2005). PERPUSNAS perlu memberi penghargaan kepada orang-orang seperti Mbah Dauzan ini. Pada saat PERPUSNAS berulang tahun atau acara-acara peringatan yang berhubungan dengan buku atau perpustakaan, orang-orang seperti itu perlu diundang, diberi bantuan baik berupa buku-buku maupun uang.
Penghargaan seperti ini diharapkan akan menggugah makin banyak pihak untuk membantu PERPUSNAS maupun Perpustakaan Umum Daerah dalam memberikan pelayanan kepustakaan, terutama di daerah-daerah yang belum terjangkau oleh perpustakaan yang resmi.
Sekolah-sekolah dari tingkat sekolah dasar sampai sekolah menengah, perpustakaan umum dan juga perguruan tinggi ataupun instansi-instansi yang mempunyai perpustakaan yang baik, setiap tahunnya perlu diberikan penilaian. Yang terbaik akan diundang ke PERPUSNAS untuk mendapatkan penghargaan. Berita ini juga perlu disebarluaskan melalui media massa, agar yang mendapat predikat terbaik merasa tidak sia-sia telah berkorban dan bekerja keras.
Penutup
Pembangunan perpustakaan di sekolah tidak mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah. Ini terlihat dari Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang tidak mencantumkan perpustakaan sebagai salah satu sarana yang harus dimiliki sekolah, demikian kata Kepala PERPUSNAS Dady P. Rachmananta (Kompas, 3 Juli 2003). Padahal budaya membaca harus mulai dibina pada masa-masa di sekolah.
Dengan demikian sudah pasti yang merasakan dampaknya adalah pustakawan. Oleh karena itu pustakawan harus terus berjuang untuk mendapatkan dukungan dari berbagai pihak agar perpustakaan di Indonesia bisa berperan optimal dalam meningkatkan mutu sumber daya manusia Indonesia. Perjuangan yang berat ini harus dikoordinasikan dengan baik, agar semua elemen pustakawan ikut berpartisipasi. Siapa lagi yang harus menjadi komandan perjuangan ini kalau bukan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia yang memang mempunyai tugas dan fungsi serta wewenang di tingkat pusat.
Amanat yang dipegang oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (RI) menyebabkan instansi ini bisa bergerak ke Pemerintah Pusat, maupun ke bawah ke perpustakaan-perpustakaan, atau bahkan bergerak mendekati para pihak donor dari negara-negara maju. Semoga Perpustakaan Nasional RI bisa menggerakkan roda-roda kereta perpustakaan Indonesia yang bisa menggilas semua penghambat kemajuan perpustakaan di Indonesia. Dirgahayu Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.