Dunia Perpustakaan | Ada beberapa orang yang beranggapan bahwa menyadarkan serta membiasakan budaya baca sejak kecil itu memang sangat sulit.
Namun faktanya, tetap saja ada beberapa kisah orang yang berhasil mendidik anak mereka terbiasa mengenalkan budaya baca sejak kecil kepada anaknya.
Salah satu kisah yang baru-baru ini sempat viral di Amerika Serikat yaitu terkait dengan kisah gadis kecil bernama Daliyah Marie Arana.
Bocah perempuan ini benar-benar ‘kutu buku’. Di usianya yang masih sangat belia, yakni baru 4 tahun, sudah membaca 1.000 buku. Nama gadis kecil ini Daliyah Marie Arana.
Bocah lucu berambut keriting itu muncul di Twitter seorang pustakawan Amerika Serikat, Carla Hayden. Disampaikan Carla Daliyah sudah membaca 1.000 buku. Sejak itu, nama Daliyah menjadi pemberitaan sejumlah media massa.
Bocah asal Gainesville, Georgia, ini memiliki ketertarikan membaca sejak berumur 18 bulan, yakni ketika dirinya mulai mengenali kata-kata. Sebelumnya, orang tua Daliyah memang sering membacakan cerita sejak gadis kecil itu lahir.
Setelah mengenali kata-kata dan tertarik membaca, dikenalkanlah huruf-huruf pada Daliyah. Ketika usianya tiga tahun, Daliyah sudah bisa membaca sendiri. Sejak itulah dia terus saja membaca buku-buku.
“Kami membaca setiap hari, sekitar 15 sampai 20 menit sehari,” ujar sang ibunda, Haleema, kepada Times of Gainesville, dikutip dari White House Report.
Saking sukanya membaca, di usianya yang baru 4 tahun itu, Daliyah telah membaca buku untuk mahasiswa. Dia hanya butuh bantuan orang tuanya ketika menemukan kata-kata sulit.
Kegemaran anaknya itu membuat orang tuanya mengirimkan surat kepada Carla Hayden yang juga merupakan pengurus di Library of Congress. Hingga akhirnya Daliyah diundang untuk datang ke Library of Congress yang memiliki koleksi berbagai buku dari penjuru dunia. Di satu hari itu, Library of Congress mewujudkan mimpi Daliyah menjadi pustakawan meskipun cuma sehari.
Juru bicara Library of Congress mengatakan program Librarian for the Day seperti yang diikuti Daliyah rencananya akan digelar secara reguler. Target pesertanya adalah anak-anak hingga berumur 16 tahun. Tujuannya adalah untuk mencetak sarjana muda dan membuat perpustakaan jadi lebih mudah diakses orang-orang Amerika dari segala usia.
Dikutip dari detikHealth [18/1/2017], Psikolog Rini Hildayani, M.Si dalam perbincangan dengan detikHealth beberapa waktu lalu mengatakan bisa saja anak-anak di bawah tiga tahun tertarik pada huruf. Bahkan ada yang sudah bisa mengenal beberapa huruf tertentu.
Tapi yang perlu diingat orang tua adalah jangan buru-buru memasang target anak harus segera bisa baca ketika mulai tertarik pada huruf. Karena ketika sudah ada target yang ditetapkan maka ada kecenderungan ‘menekan’ anak untuk mencapai target. Akibatnya jika belum bisa, anak bisa stres.
Psikolog pendidikan dari TigaGenerasi, Rafika Ariani, MPsi, Psikolog menambahkan ketertarikan lebih dini balita pada huruf pada prinsipnya bisa membuat orang tua lebih awal memberi stimulasi pada mereka. Namun pendekatannya harus bermain sambil belajar. Saat mengajari anak membaca, jangan sampai membuat ia merasa terpaksa.
Ketika anak tampak jenuh, maka biarkan dia main sejenak dan jangan diforsir karena nantinya anak justru jadi tidak suka membaca.
Cara menyenangkan yang bisa dilakukan orang tua untuk mengajari anak membaca misalnya dengan membacakan buku cerita dengan banyak gambar. Misalnya pada gambar kucing, anak bisa tahu bagaimana bentuk dan bunyi lafal huruf pembentuk kata kucing.
Cara lain yang bisa dilakukan untuk mengajari anak membaca yakni dengan menyanyi di mana liriknya ditampilkan. Sambil menyanyi dan menggerakkan badannya, anak bisa belajar mengingat kata, mengenal huruf, dan mempelajari perbedaan rima dari lirik lagu tersebut.
Tapi sekali lagi ingat ya Ayah dan Ibu, saat mengajari anak membaca atau mengenalkan huruf pada anak, jangan dipaksakan. Sebab, di usia balita memang sedang masanya anak mengeksplor segala kemampuannya. Sehingga, orang tua bisa mengenalkan anak ke berbagai bidang.