Dunia Perpustakaan | Perpustakaan Nasional meminta perguruan tinggi mengembangkan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia melalui literasi yang dapat mengedukasi masyarakat serta meningkatkan kesejahteraan dan kondisi sosialnya.
Menurut UNESCO “The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization”, Literasi ialah seperangkat keterampilan nyata, terutama ketrampilan dalam membaca dan menulis yang terlepas dari konteks yang mana ketrampilan itu diperoleh serta siapa yang memperolehnya.
“Dengan begitu, SDM unggul bisa terwujud dengan mudah,” ujar Kepala Perpustakaan Nasional, Muhammad Syarif Bando, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis.
Saat menyampaikan kuliah umum di Universitas Pertahanan, Syarif menyatakan ada empat tahapan literasi yaitu;
Pertama, Kemampuan mengumpulkan sumber-sumber bahan bacaan,
Kedua, Kemampuan memahami apa yang tersirat dari yang tersurat,
Ketiga, Kemampuan untuk mengemukakan ide atau gagasan teori, kreativitas, atau inovasi baru,
Keempat, kemampuan menciptakan barang atau jasa yang bermutu yang bisa dipakai kompetisi global.
Oleh sebab itu, sudah selayaknya lulusan perguruan tinggi dengan gelar akademik mengimplementasikan ilmu yang dimiliki untuk menciptakan barang atau jasa yang memiliki daya saing.
Baca Juga: 8 Pengertian Literasi Menurut Para Ahli
“Tidak ada produk yang bisa dihasilkan tanpa orang-orang yang tidak membaca di belakangnya,” tambah dia.
Maka dari itu Syarif Bando menantang perguruan tinggi turut berkontribusi dalam membangun masyarakat berliterasi. Saat ini, Indonesia berada dalam kondisi kekurangan buku. Idealnya menurut standar UNESCO, setiap tahun minimal tiga buku baru terbit untuk setiap orang. Berdasarkan pengalamannya, Syarif Bando menilai banyak daerah, khususnya di desa, yang kekurangan buku ilmu terapan.
“Di Indonesia kita hanya bisa menyajikan kurang lebih 30-40 juta buku setiap tahun, padahal penduduk kita kurang lebih 270 juta. Ini tantangannya. Maka tantangan kedua adalah bagaimana sebanyak mungkin untuk menghasilkan buku, yang tentu saja tidak hanya untuk mengejar gelar-gelar akademis, tapi bagaimana melayani masyarakat Indonesia yang kekurangan buku,” urainya.
Perpusnas melalui program transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial mengedukasi masyarakat dengan pemberdayaan perpustakaan. Perpustakaan menjadi ruang terbuka untuk masyarakat meningkatkan kualitas hidupnya. Di perpustakaan, masyarakat diajak membaca buku, didampingi oleh pustakawan dan tenaga profesional untuk memiliki keahlian tertentu, dan mengimplementasikannya.
Syarif Bando mencontohkan perpustakaan berhasil mengubah hidup pengangguran, mantan narapidana, hingga pengemis hingga memiliki usaha sendiri.
“Pada saat ini literasi tidak lagi berbicara mengenai kemampuan mengenal huruf, kemampuan mengenal kata, kemampuan mengenal kalimat, kemampuan menyatakan pendapat,” jelasnya.
Pada kesempatan tersebut, Syarif Bando memberikan sertifikat akreditasi perpustakaan kepada Rektor Unhan Laksamana Madya TNI Amarulla Octavian.
Berdasarkan evaluasi dari Lembaga Akreditasi Perpustakaan, Perpustakaan Unhan mendapatkan akreditasi A. Perpustakaan Unhan memenuhi standar nasional dalam enam bidang yakni koleksi, sarana dan prasarana, pelayanan perpustakaan, tenaga perpustakaan, penyelenggaraan perpustakaan, dan pengelolaan perpustakaan.
Octavian mengungkapkan, akreditasi nasional tersebut mendorong Unhan untuk semakin fokus mencapai visi sebagai world class university, termasuk pemenuhan standar internasional untuk perpustakaan khusus.
Sumber: Antaranews.com