Dunia Perpustakaan | Perpusnas melakukan sebuah survei yang melibatkan 10.200 responden di 34 provinsi, survei ini bertujuan mengukur frekuensi membaca, durasi membaca, dan jumlah buku yang dibaca.
Dari Kajian Indeks Kegemaran Membaca yang dilakukan Perpusnas pada 2020 memberikan hasil minat baca Indonesia masuk dalam poin 55,74 atau sedang. Ungkap Kepala Perpustakaan Nasional (Perpusnas) Muhammad Syarif Bando.
Data ini disampaikan dalam rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi X DPR RI dengan jajaran Perpusnas, (02-02-21) terkait penguatan literasi.
Dia menekankan, persoalan literasi di Indonesia merupakan tugas bersama. Karenanya, kondisi ini harus dilihat secara komprehensif mulai dari hulu hingga hilir.
Dikutip dari kompas.com, “Ini adalah sisi hilir yang akan berdampak ke banyak aspek yakni rendahnya daya saing, Indeks Pembangunan Manusia (IPM), inovasi, pendapatan per kapita, hingga indeks kebahagiaan. Itu semua adalah fakta dan harus diselesaikan oleh kita semua,” ujarnya.
Karenanya, Syarif menilai pada sisi hulu, sejumlah hal harus diperkuat agar literasi meningkat.
Kerja Sama Kementerian dan Lembaga
Pihaknya mengidentifikasi sejumlah kondisi yakni penguatan peran pemerintah, penulis agar menulis buku sesuai kebutuhan masyarakat, peran penerbit untuk menyiapkan buku, peran penerjemah/penyadur untuk mengalihbahasakan buku, regulasi distribusi bahan bacaan, hingga peningkatan anggaran belanja buku.
“Bagaimana kita melihat realita di masyarakat. Kalau kita hari ini bicara tentang program, apa yang kami lihat di persoalan di lapangan, faktanya memang tidak ada buku yang tersebar di masyarakat,” ungkapnya.
Syarif menmabhakan, “bahkan di sekolah-sekolah dasar itu di daerah terpencil, sangat terbatas bahan bacaan yang tersedia. Kalau kita bicara di daerah 3T, saya kira di atas 70 persen membutuhkan buku-buku cetak.” Terkait hal ini, Komisi X DPR RI mendorong Perpusnas bersinergi dengan kementerian lain guna meningkatkan literasi Indonesia.
“Kementerian/lembaga yang belum melakukan kerja sama dengan Perpusnas RI untuk segera melakukan kerja sama dalam bentuk MoU untuk peningkatan literasi di daerah,” harap Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih. Legislator Fraksi Partai Keadilan Sejahtera ini menjelaskan peningkatan literasi harus dapat diukur.
Karenanya, Perpusnas bersama dengan kementerian lainnya didorong agar membuat indikator capaian literasi yang terintegrasi. Selain itu, Perpusnas dan kementerian dan lembaga lainnya juga diminta menyusun peta kebutuhan bahan pustaka dan skema akselerasi pengadaan serta pendistribusian bahan pustaka ke perpustakaan di daerah.
Dalam kesempatan sama, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Agustina Wilujeng Pramestuti, menyampaikan program literasi di Indonesia sudah baik, namun dinilai belum bisa mencapai yang dibutuhkan. Menurutnya, kegemaran membaca bisa dipicu melalui keteladanan. Ia mengusulkan agar pegawai negeri sipil didorong menjadi teladan dengan membaca minimal tiga buku setiap tahun, di luar buku bacaan wajib sesuai tugasnya.
Dalam RDP tersebut, Komisi X DPR RI mengusulkan adanya hari membaca nasional yang dilaksanakan semua instansi, baik di pusat maupun daerah. Karenanya, kementerian dan lembaga yang hadir ditekankan agar menindaklanjuti masukan yang disampaikan anggota Komisi X DPR RI guna meningkatkan program dan kegiatan literasinya agar dampaknya bisa dirasakan masyarakat.
RDP yang membahas penguatan literasi ini juga turut dihadiri perwakilan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ( Kemendikbud), Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), serta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).