Makan Bergizi Gratis atau Buku Gratis

Alihkan Makan Bergizi Gratis ke Makan Buku Gratis


Antara Makan Bergizi Gratis dan Mimpi Indonesia Emas 2045

Dunia Perpustakaan | Setiap mimpi besar seharusnya dibangun dengan logika yang besar pula. Indonesia punya visi ambisius: Indonesia Emas 2045. Sebuah impian untuk menjadikan negeri ini maju, adil, dan makmur tepat di usia 100 tahun kemerdekaan. Namun pertanyaan mendasarnya: apakah langkah-langkah kita hari ini benar-benar akan mengarah ke sana?

Untuk mencapai Indonesia Emas, kata kuncinya bukan sekadar makan bergizi, tapi manusia yang bergizi akal dan moralnya. Sebab sebaik apa pun program dijalankan, jika pelaksananya masih dikelilingi koruptor dan rendahnya kualitas SDM, maka target 2045 hanya mimpi.

Keracunan Makan Bergizi Gratis

Program Makan Bergizi Gratis semestinya tidak dengan mudah diterima tanpa kritik. Para profesor, guru, dan pustakawan harus bersuara lantang, karena masa depan bangsa tak bisa digadaikan hanya demi proyek makan-makan. Dengan anggaran puluhan triliun, faktanya banyak makanan justru kurang bergizi bahkan menyebabkan keracunan di sejumlah daerah.

Ironis, kalangan pendidikan justru seolah diam. Padahal diam berarti ikut melanggengkan kebijakan yang salah arah. Jika benar ingin mencetak generasi emas, seharusnya program ini dialihkan ke pendidikan, bukan ke perut semata.

Pendidikan Jauh Lebih Penting

Seharusnya jutaan guru, dosen, profesor bersatu kata, datangi DPR dan suarakan kepada pemerintah untuk hentikan dan evaluasi program MBG. Jika negara benar-benar menargetkan Indonesia Emas, maka anggaran harus dialihkan ke dunia pendidikan. Harusnya negara menaikan gaji guru non ASN yang masih sangat memprihatinkan. Tambahkan fasilitas perpustakaan terbaik di setiap sekolah. Perbaiki sistem pendidikan dengan metode terbaik untuk menciptakan SDM berkwalitas berdaya saing di era global. Harusnya seperti itu, bukan hamburkan banyak uang yang endingnya sebagian besar menjadi kotoran daripada gizi yang terserap.

Saya sangat kagum dengan Presiden Prabowo dari sisi kecintaanya terhadap buku. Bahkan setiap berkunjung ke beberapa negara, Prabowo sering menyempatkan diri untuk memborong buku. Tapi saya sendiri sangat kaget, kenapa beliau justru membuat program Makan Bergizi Gratis daripada yang seharusnya memperbaiki sistem pendidikan di negeri ini?

Makan Bergizi Gratis diantara Sekolah ambruk
Sementara, urusan gizi, biarlah orang tua yang menanggungnya. Negara fokus tangkap koruptor dan perbaiki fasilitas pendidikan dan gaji guru serta fasilitas perpustakaan terbaik di sekolah.

Saya berharap fokus Presiden terbesar harusnya cuma 2. Pertama tangkap dan hukum mati koruptor, kedua perbaiki SDM generasi bangsa ini untuk bisa bersaing di era global. Dengan cara itu, target Indonesia Emas di 2045 bisa tercapai.

Pemerintah masih bisa melanjutkan program ini, tapi fokuskan pada masyarakat miskin agar tepat sasaran dan tak menghamburkan uang negara. Karena Indonesia Emas 2045 tidak akan lahir dari perut yang semata, melainkan dari SDM yang cerdas, unggul, skill, serta akhlaq yang baik.

Sebaik apa pun program dijalankan, bila dikawal oleh sistem yang masih korup, maka Indonesia Emas hanya akan menjadi slogan tanpa substansi.

#1. Program Makan Bergizi Gratis: Antara Idealisme dan Ironi

Pemerintah menggulirkan program Makan Bergizi Gratis (MBG) dengan dalih memperkuat gizi siswa dan menekan angka stunting. Tujuannya tampak mulia: menyiapkan generasi sehat untuk masa depan. Namun di balik idealisme itu, muncul banyak ironi.

Anggaran yang digelontorkan untuk program ini bukan jumlah kecil. Tempo.co melaporkan, total nilai program ini diperkirakan mencapai Rp 71 triliun lebih per tahun, menjadikannya salah satu program sosial terbesar dalam sejarah Indonesia. Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan alias Zulhas mengatakan program BGM membutuhkan tambahan anggaran sebesar Rp 140 triliun agar tetap berjalan hingga akhir tahun. Artinya, sepanjang 2025, program unggulan Presiden Prabowo Subianto dan wakilnya, Gibran Rakabuming Raka, itu bakal menelan dana sedikitnya Rp 210 triliun.(Tempo, 10 Januari 2025).

Namun baru berjalan sebentar, publik sudah disuguhi berita pahit: ratusan siswa keracunan makanan di berbagai daerah.

“Dalam periode 6-12 Oktober 2025, tercatat 1.084 korban baru keracunan MBG. Dengan penambahan ini, total korban sejak awal tahun mencapai 11.566 anak,” ujar Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji melalui keterangan tertulis, dikutip dari CNNIndonesia, Senin (13/10).

Di sinilah letak persoalan mendasar: program yang menelan anggaran raksasa seharusnya tak dijalankan secara terburu-buru dan seremonial. Gizi bukan sekadar makanan yang dibagikan, tetapi sistem yang menjamin mutu, kontrol, dan kesinambungan. Tanpa riset mendalam dan uji lapangan yang matang, semua ini hanya proyek populis yang mahal dan berisiko.

#2. Evaluasi Anggaran dan Bahaya Korupsi

Setiap rupiah yang keluar dari APBN adalah amanah rakyat. Namun realitas kita menunjukkan, semakin besar anggaran, semakin besar pula peluang penyimpangan.

Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat, kerugian negara akibat korupsi di sektor pendidikan mencapai lebih dari Rp 8 triliun dalam lima tahun terakhir (Tempo, 10 Januari 2025). Belum lagi laporan Transparency International, “CPI Indonesia tahun 2024 berada di skor 37/100 dan berada di peringkat 99 dari 180 negara yang disurvei. (Transparency.org).

Indek Korupsi di Indonesia - Makan Bergizi Gratis
Daripada bikin program Makan bergizi Gratis yang belum bisa terukur manfaatnya tapi habiskan banyak anggaran. Fokuslah untuk basmi koruptor-koruptor bedebah itu.

Dengan fakta ini, bagaimana mungkin rakyat bisa percaya bahwa dana puluhan triliun untuk makan gratis akan benar-benar sampai ke anak-anak miskin yang membutuhkan? Jangan-jangan, seperti kata banyak pengamat, “program ini lebih gemuk di politik daripada di perut rakyat.”

Sebuah bangsa yang ingin menjadi emas tak bisa bertumpu pada konsumsi, tetapi pada investasi kecerdasan dan integritas. Jika uang sebanyak itu digunakan untuk memperkuat kualitas guru, memperluas akses literasi, atau memperbaiki fasilitas pendidikan, dampaknya akan jauh lebih besar dan tahan lama.

#3. Alternatif Cerdas: Dari Makan Bergizi ke “Makan Buku Gratis”

Kalau menurut pendapat saya pribadi, daripada uang triliunan dihamburkan untuk program yang masih diragukan efektivitasnya, lebih masuk akal bila pemerintah memulai Program Makan Buku Gratis — sebuah metafora dari gerakan literasi nasional yang nyata, bukan sekadar seremonial.

Bayangkan jika setiap sekolah di Indonesia memiliki perpustakaan modern, lengkap dengan ruang baca nyaman, koleksi buku terbaik, akses digital, dan pustakawan yang profesional. Jika siswa diberi “makanan pengetahuan” setiap hari, mereka tidak hanya sehat jasmani, tetapi juga kuat pikiran dan mentalnya.

Generasi emas tidak dibentuk dari perut yang kenyang, melainkan dari otak yang aktif dan hati yang jujur. Program Makan Buku Gratis akan memperkuat SDM secara berkelanjutan — siswa belajar berpikir kritis, guru punya ruang kreativitas, dan masyarakat tumbuh dalam budaya membaca.

“Sebaik apapun gizi diberikan, kalau SDM dan skill guru, Pustakawan, serta siswa terabaikan, maka generasi emas tak akan terwujud — karena makanan sebagian besar hanya berakhir menjadi kotoran. daripada gizinya (sulit terukur).”

Sebaliknya, semiskin-miskinnya rakyat, jika mereka punya SDM dan skill unggul, mereka akan meninggalkan kemiskinan dengan cara terhormat — melalui kecerdasan, skill, dan kerja keras.

Walaupun sebenernya saya juga sepakat, bahwa sebelum membangun perpustakaan yang baik, maka kesejahteraan guru juga perlu ditingkatkan. Bagaimana mungkin kita berharap punya SDM yang baik untuk mencapai Indonesia emas, namun Guru sebagai garda terdepan yang mengemban tugas mendidik generasi emas, justru hidup dalam kekurangan?

#4. Keadilan untuk Guru Non-ASN: Fondasi SDM Unggul

Pendidikan tak mungkin maju tanpa guru yang sejahtera dan dihargai adil. Namun sampai hari ini, ketimpangan antara guru ASN dan Non-ASN masih menjadi luka lama di dunia pendidikan.

Padahal, di ruang kelas, mereka sama-sama berdiri di depan papan tulis, mengajar, membimbing, dan mendidik. Mengapa pengabdian yang sama dibayar dengan standar yang berbeda?.

Makan Bergizi Gratis habiskan puluhan triliunan tiap tahun, tapi nasib ribuan Guru Honorer dibiarkan berjuang sendiri cari tambahan penghasilan, dari menjadi pemulung hingga kerja serabutan. Dengan ini Negara bermimpi menargetkan Indonesia Emas 2045? Sebodoh inikah logika berfikir negara kita?

Makan Bergizi Gratis habiskan puluhan triliunan tiap tahun, tapi nasib Guru Honorer dibiarkan berjuang sendiri cari tambahan penghasilan, dari menjadi pemulung hingga kerja serabutan. Dengan ini Negara bermimpi menargetkan Indonesia Emas 2045? Sebodoh inikah logika berfikir negara kita?

Gaji dan tunjangan seharusnya ditentukan bukan dari status ASN, tetapi dari kinerja dan prestasi yang terukur. Guru yang inovatif, berdedikasi, dan berhasil meningkatkan kualitas siswanya harus mendapat penghargaan lebih tinggi, apa pun status kepegawaiannya.

Selama sistem masih memberi gaji dan tunjangan tetap tanpa mempertimbangkan kinerja, maka wajar jika banyak guru ASN bekerja sekadar menggugurkan kewajiban. Di sisi lain, banyak guru Non-ASN berjuang tanpa jaminan, namun justru lebih kreatif dan tulus.

Indonesia Emas 2045 hanya akan lahir dari guru-guru yang bermartabat, bukan dari status administratif. Keadilan dalam penghargaan adalah pondasi dari lahirnya SDM unggul.

#5. Musuh Nyata Indonesia Emas: Korupsi yang Tak Pernah Mati

Masalah terbesar bangsa ini bukan kemiskinan atau kurangnya sumber daya, tapi korupsi yang sudah menjadi sistemik dan menular ke setiap sendi kehidupan.

Jika ingin mencapai Indonesia Emas, langkah pertama adalah menegakkan hukum mati bagi koruptor kelas berat. Koruptor adalah perampok masa depan bangsa. Mereka menggerogoti dana pendidikan, merusak moral publik, dan mematikan kesempatan anak bangsa untuk maju.

Pernyataan Gus Dur dalam wawancara dengan Andy F. Noya di acara Kick Andy (Metro TV) beberapa tahun lalu masih relevan hingga kini. Saat Andy bertanya,

“Jika lumbung padinya ada tikus, kenapa harus dibakar semuanya? Kenapa tidak dibasmi tikusnya saja tanpa membakar lumbung padinya?”

Dengan tenang Gus Dur menjawab,

“Karena lumbung padinya sudah dikuasai tikus.”

Kalimat itu adalah metafora abadi untuk keadaan bangsa ini. Korupsi telah menguasai lumbung-lumbung keuangan negara kita: dari kebijakan publik, birokrasi, hingga lembaga pendidikan. Jika tidak ada tindakan tegas, maka semua program — termasuk makan bergizi gratis — hanya akan jadi proyek gizi untuk para tikus-tikus berdasi.

Jalan Menuju Indonesia Emas Bukan Lewat Perut, Tapi Pikiran

Indonesia Emas 2045 bukan sekadar target angka, tapi perjalanan panjang membangun kualitas manusia. Jalan menuju ke sana tidak bisa ditempuh dengan proyek populis atau kebijakan tambal sulam.

Program Makan Bergizi Gratis bisa saja lahir dari niat baik, tapi tanpa riset, pengawasan, dan integritas, niat baik akan berubah menjadi bencana yang mahal.

Sebaliknya, program Makan Buku Gratis, peningkatan gaji guru yang adil, dan pemberantasan korupsi total akan menciptakan efek jangka panjang: bangsa yang berpikir, produktif, dan berakhlak.

Sebab sebaik apa pun makanan yang masuk ke tubuh, jika otak dan moral dibiarkan kosong, maka semua gizi itu hanya akan berakhir menjadi kotoran. Tapi jika pengetahuan, kejujuran, dan integritas ditanamkan sejak dini, maka dari rahim sekolah-sekolah kita akan lahir generasi emas yang sesungguhnya.


profil penulis: Ari Suseno

Founder CV. Dunia Perpustakaan Group. Pernah mengenyam pendidikan Jurusan Ilmu Perpustakaan (S1) di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. #ContentCreator, #Affiliate, #Blogger, #PegiatLiterasi, #SocialActivist Konsultasi dan Sharing Follow Us

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *