Hari Guru

Hari Guru, Pahlawan Tanpa Kesejahteraan


Dunia Perpustakaan | Hari Guru | Hari Guru selalu menjadi momen yang hangat bagi kita. Ada rasa hormat, ada nostalgia, dan ada kebanggaan ketika melihat para pendidik dikenang di hari istimewa ini. Namun menurut saya, peringatan Hari Guru juga seharusnya menjadi ruang refleksi yang lebih jujur—ruang untuk melihat masalah, ketimpangan, bahkan kekurangan yang selama ini kita abaikan.

Dua sisi harus kita tampilkan dengan jernih: keprihatinan terhadap nasib guru, terutama guru non ASN, dan kebutuhan untuk mengkritisi kualitas kinerja pendidik kita secara objektif.

Guru Non ASN: Pengabdian Besar dalam Ketidakpastian Panjang

Saya selalu merasa miris setiap kali mendengar kisah guru non ASN yang bertahun-tahun mengabdi tanpa kepastian status. Padahal di sekolah-sekolah, merekalah tulang punggung yang mengisi kekosongan formasi, mengajar dengan jam panjang, dan sering menjadi yang paling dekat dengan siswa.

Dan sampai hari ini, masih banyak dari mereka yang:

  • Digaji jauh di bawah UMR,
  • Mendapat honor yang terlambat berbulan-bulan,
  • Tak mendapat akses pelatihan berkualitas,
  • Tidak punya perlindungan profesi yang memadai,
  • Bahkan setelah lebih dari 10–20 tahun mengabdi, tetap berstatus “honorer”.

Menurut saya, ini bukan hanya masalah administrasi, tapi masalah moral dan keadilan. Kita tidak bisa berharap kualitas pendidikan membaik jika para pendidiknya sendiri hidup dalam ketidakpastian yang tak berkesudahan.

Namun di sisi lain, ada kenyataan lain yang harus kita sebut dengan jujur.

Kritik untuk Pendidik Kita: Saatnya Lebih Kreatif dan Profesional

Mengkritisi guru bukan berarti tidak menghormati jasa-jasanya. Justru karena saya menghargai profesi guru, saya merasa kritik ini penting agar kualitas pendidikan bisa benar-benar meningkat.

Menurut saya, beberapa masalah yang sering muncul dalam dunia pendidikan kita adalah:

#1. Kreativitas yang Mandek

Masih banyak guru yang mengajar dengan pola lama:

  • Metode ceramah sepanjang jam,
  • Pembelajaran berpusat pada guru,
  • Tidak memanfaatkan teknologi,
  • Tidak mencoba pendekatan baru meski materinya sama setiap tahun.
  • Padahal siswa hari ini sangat berbeda. Mereka digital, cepat bosan, dan butuh stimulasi belajar yang relevan dengan kehidupan mereka.

#2. Kurang Inisiatif Mengembangkan Diri

Tidak sedikit guru—baik ASN maupun non ASN—yang terjebak zona nyaman:

  • Enggan mengikuti pelatihan jika tidak diwajibkan,
  • Tidak membaca buku atau referensi baru,
  • Tidak memperbarui perangkat ajar dari tahun ke tahun,
  • Tidak aktif menciptakan media pembelajaran kreatif.
  • Padahal kualitas SDM guru sangat menentukan kualitas belajar siswa.

#3. Etos Kerja yang Kadang Lemah

Saya pernah menemukan fakta yang mengecewakan:

  • Ada guru yang keluar kelas lebih cepat dari jam seharusnya,
  • Ada yang lebih fokus pada administrasi daripada mengajar,
  • Ada yang tidak mempersiapkan materi dengan matang.

Pendidikan tidak bisa maju jika kualitas kerja guru tidak ditingkatkan secara serius.

#4. Komunikasi dan Empati yang Masih Kurang

Interaksi guru-siswa sering hanya sebatas instruksi, bukan hubungan pedagogis. Padahal banyak siswa yang tidak berkembang bukan karena kurang pintar, tetapi karena pendekatan yang kurang manusiawi.

Menghormati Guru = Membenahi Sistem + Meningkatkan Kualitas SDM

Menurut saya, dua hal ini harus dilakukan bersamaan:

  1. menaikkan kesejahteraan, terutama bagi guru non ASN,
  2. meningkatkan profesionalitas guru secara menyeluruh.

Tidak bisa hanya memilih salah satunya. Kesejahteraan tanpa peningkatan kualitas hanya menciptakan kenyamanan semu. Kualitas tanpa kesejahteraan akan membuat guru terus tertekan dan tidak fokus.

Bagi saya, Hari Guru seharusnya tidak hanya menjadi momen penghormatan, tetapi juga momen perubahan. Diantara perubahan yang dimaksudkan yaitu Perubahan kebijakan, Perubahan budaya kerja, dan Perubahan cara kita memandang profesi guru.

Guru Butuh Dihargai, Tapi Pendidikan Butuh Guru yang Lebih Baik

Hari ini, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada semua guru yang telah mengabdi dengan hati. Terutama kepada guru non ASN yang selama ini bekerja melebihi keterbatasannya.

Namun saya juga ingin jujur bahwa pendidikan Indonesia butuh tenaga pendidik yang lebih kreatif, lebih profesional, lebih inovatif, dan lebih reflektif terhadap perkembangan zaman.

Menghormati guru bukan berarti membenarkan semua hal. Menghormati guru berarti berani mengatakan yang benar, demi masa depan pendidikan yang lebih baik.

Karena bangsa ini tidak akan maju tanpa guru yang kuat—dan guru yang kuat hanya lahir dari kesejahteraan yang adil serta semangat belajar yang tak pernah padam.


profil penulis: Ari Suseno

Founder CV. Dunia Perpustakaan Group. Pernah mengenyam pendidikan Jurusan Ilmu Perpustakaan (S1) di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. #ContentCreator, #Affiliate, #Blogger, #PegiatLiterasi, #SocialActivist Konsultasi dan Sharing Follow Us

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *