Dunia Perpustakaan | Di Ankara, Turki, ada sebuah kisah yang seharusnya membuat kita berhenti sejenak dan bertanya: bagaimana mungkin sebuah bangsa bisa begitu serius dalam memperlakukan buku, sementara kita di Indonesia seringkali abai?
Luar biasanya lagi, yang melakukan langkah mulia ini justru bukan pustakawan atau dosen apalagi profesor, melainkan hanya petugas kebersihan.
Terkadang mereka yang selalu mencitrakan dirinya sebagai pustakawan atau kalangan terdidik, justru belum tentu memikirkan apalagi melakukan seperti yang dilakukan oleh petugas kebersihan di Turki ini.
Para petugas kebersihan di distrik Çankaya tidak hanya menyapu jalanan, tetapi juga menyapu debu dari buku-buku yang dibuang warganya. Buku-buku itu dikumpulkan, dibersihkan, dan akhirnya disulap menjadi sebuah perpustakaan. Awalnya hanya untuk mereka dan keluarga, namun ketika masyarakat mulai penasaran, pintu perpustakaan pun dibuka untuk umum.

Menginspirasi
Bayangkan, dalam waktu delapan bulan saja, koleksi yang tadinya hanya berupa tumpukan sampah berubah menjadi lebih dari 5.000 buku. Dari sastra, sejarah, politik, hingga buku anak-anak—semua kini bisa dinikmati siapa saja. Bahkan perpustakaan itu sudah bisa menyumbangkan buku ke sekolah-sekolah.
Salah seorang petugas kebersihan, Serhat Baytemur, mengaku dulu hanya bisa bermimpi punya perpustakaan di rumah. Sekarang, ia bisa membaca buku setiap hari di tempat kerja. Betapa kontrasnya dengan kondisi kita, di mana banyak sekolah bahkan tidak memiliki perpustakaan yang layak.
Lebih menarik lagi, proyek ini tidak sekadar mengumpulkan buku. Ada pesan yang sangat kuat: bahwa literasi bukan hanya milik kaum berduit, tapi milik semua orang. Buku yang dianggap “tak bernilai” oleh sebagian orang, justru bisa menjadi harta karun bagi orang lain.
Dari perpustakaan sederhana di Ankara ini kita belajar satu hal penting: keberadaan perpustakaan tidak selalu menunggu kucuran anggaran besar. Kadang ia lahir dari kepedulian paling sederhana—seperti tangan-tangan petugas kebersihan yang rela merawat buku bekas dari tong sampah.
Pertanyaannya sekarang, beranikah kita di Indonesia menyalakan semangat yang sama? Atau kita justru masih sibuk membicarakan literasi tanpa pernah benar-benar melahirkan terobosan nyata?
Dunia Perpustakaan Informasi Lengkap Seputar Dunia Perpustakaan

