Standar Perpustakaan Ideal Menurut Undang-Undang

Standar Perpustakaan Ideal Menurut Undang-Undang dan Peraturan

Dunia Perpustakaan | Standar Perpustakaan Ideal Menurut Undang-Undang dan Peraturan | Menurut Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007, perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka.

Perpustakaan diselenggarakan berdasarkan asas pembelajaran sepanjang hayat, demokrasi, keadilan, keprofesionalan, keterbukaan, keterukuran, dan kemitraan. Beberapa fungsi perpustakaan diantaranya berfungsi sebagai wahana pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi untuk meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan bangsa.

Perpustakaan bertujuan memberikan layanan kepada pemustaka, meningkatkan kegemaran membaca, serta memperluas wawasan dan pengetahuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Baca juga: UU dan Peraturan Terkait Perpustakaan

Dari uraian di atas, ada satu benang merah yang dapat ditarik bahwa perpustakaan adalah tempat untuk melayankan informasi melalui koleksi bahan pustaka yang dimilikinya. Keberadaan suatu perpustakaan adalah untuk memberdayakan masyarakat agar memiliki kesadaran informasi yang baik. Kesadaran akan arti penting informasi inilah yang lazim disebut dengan literasi informasi.

Membahas perpustakaan yang ideal pada dasarnya adalah sebuah perpustakaan yang mampu memberdayakan masyarakat. Perpustakaan yang mampu melakukan revolusi minat baca pada masyarakat. Mampu mengubah karakter masyarakat dari tidak suka membaca menjadi suka membaca. Mengubah masyarakat tuna informasi menjadi masyarakat yang berliterasi atau melek informasi.

Untuk itu sebuah perpustakaan yang ideal harus memiliki karakteristik sebagai berikut :

Standar Perpustakaan Ideal Menurut Undang-Undang

#1. Struktur kelembagaan yang kuat

Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan hanya mengatur kelembagaan perpustakaan secara normatif. Selama ini aspek kelembagaan perpustakaan masih belum jelas, masih menumpang pada peraturan perundangan lain.

Untuk mewujudkan aspek kelembagaan yang kuat, peraturan pelaksana (dalam bentuk Peraturan Pemerintah) perlu secara tegas menentukan status eselon bagi masing-masing jenis perpustakaan. Perpustakaan umum provinsi berbentuk badan (eselon II A), perpustakaan umum kabupaten/kota berbentuk kantor (eselon III A), perpustakaan umum kecamatan berbentuk UPTD (eselon IVA), perpustakaan desa dan sekolah bereselon IV B.

Dengan aturan semacam ini perpustakaan akan lebih diperhatikan oleh pemerintah daerah dan peluang untuk mendapat anggaran yang memadai akan semakin besar.

#2. Memiliki desain ruang yang menarik

Selama ini ruang perpustakaan terkesan sebagai ruang yang serius dan kaku. Padahal perpustakaan dapat didesain dengan menarik dan terkesan santai. Perpustakaan dapat didesain seperti tata ruang sebuah kafe. Penuh pernik-pernik dan warna yang kontras.

Perpustakaan juga dapat menghadirkan taman dalam ruang baca. Kehadiran taman ini diharapkan akan semakin membuat pemustaka betah untuk melakukan aktivitas membaca, diskusi, belajar, dan mendengarkan musik di perpustakaan.

Desain ruang yang menarik tak harus mahal. Semua jenis perpustakaan dari yang besar, menengah, bahkan yang tergolong pas-pasan dapat melakukan hal ini. Perpustakaan yang sederhana jika melakukan desain interior yang optimal akan mampu mengubah citra perpustakaan menjadi tempat yang menarik untuk dikunjungi sekaligus dirindukan oleh penggemarnya.

#3. Memiliki koleksi yang variatif sesuai keinginan pemustaka

Semakin bervariasi koleksi sebuah perpustakaan akan semakin menarik hati pemustaka. Menu sajian perpustakaan yang lengkap akan berpeluang besar untuk menghadirkan pemustaka dari berbagai lapisan masyarakat.

Mengapa ? Galileo Gallilei pernah mengatakan,“Anda tidak bisa mengajari sesuatu kepada seseorang, melainkan Anda hanya dapat membantu orang itu menemukan sesuatu dalam dirinya”

Perpustakaan hadir untuk mendobrak belenggu yang merantai minat baca masyarakat. Belenggu minat baca masyarakat bersumber pada tiga hal.

  • Pertama, belenggu genetika. Anak-anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang tidak suka membaca cenderung akan melahirkan anak-anak yang juga tidak suka membaca. Inilah yang disebut dengan tingkah laku imitasi. Seorang anak akan meniru kebiasaan orang tua.
  • Kedua, belenggu sekolah. Orientasi pendidikan di sekolah yang saat ini mengutamakan kelulusan dalam ujian akhir nasional secara tidak langsung akan mematikan minat baca peserta didik. Demi menggapai kelulusan dalam beberapa mata pelajaran yang di –UN- kan, peserta didik menempuh cara praktis dengan mengikuti bimbingan belajar model “drilling soal“. Model pembelajaran semacam ini memasung kreativitas dan inovasi peserta didik yang hanya bisa didapat dengan proses membaca.
  • Ketiga, belenggu pergaulan. Pergaulan memiliki pengaruh yang cukup besar untuk membentuk karakter seseorang. Teman bermain di sekolah maupun di rumah yang tidak suka membaca akan mengakibatkan seseorang juga tidak suka membaca.

Ketiga macam belenggu di atas akan mampu dibuka oleh perpustakaan jika perpustakaan bersikap permisif dan terbuka terhadap segala hobi, kesenangan, dan kebiasaan yang ada di masyarakat.

Perpustakaan ideal ialah perpustakaan yang mampu melakukan pendekatan kepada masyarakat untuk membangkitkan potensi membaca yang ada di masyarakat. Pendekatan ini disesuaikan dengan kegemaran, hobi, kesenangan, dan kebiasaan yang ada di masyarakat.

#4. Peningkatan kualitas dan kuantitas pustakawan

Pustakawan yang berkualitas ialah pustakawan yang mampu berperan sebagai agen informasi, ilmuwan, dan pendidik. Sebagai ilmuwan, pustakawan harus mampu memberdayakan informasi bukan sekadar melayankan informasi. Andy Alayyubi (2001) mengungkapkan bahwa pustakawan yang ideal selain profesional ia juga seorang ilmuwan.

Selain itu salah satu kendala utama dalam pengembangan perpustakaan di tanah air adalah masih minimnya jumlah pustakawan. Cukup banyak perpustakaan sekolah yang belum memiliki tenaga pustakawan.

Pemerintah perlu menyelesaikan masalah ini dengan mengangkat pustakawan kontrak. Kalau untuk memenuhi kekurangan tenaga pengajar pemerintah mengangkat guru kontrak, apa salahnya jika sekarang pemerintah mengangkat pustakawan kontrak. Karena kebutuhan dunia pendidikan terhadap tenaga pengajar hakekatnya sama pentingnya dengan kebutuhan perpustakaan sekolah terhadap pustakawan.

#5. Mempunyai layanan yang berkualitas

Karakteristik layanan yang baik ini dapat dirangkum dalam akronim COMFORT, yaitu Caring (peduli), Observant (suka memperhatikan), Mindful (hati-hati/cermat), Friendly (ramah), Obliging (bersedia membantu), Responsible (tanggung jawab), dan Tacful (bijaksana).

Untuk mewujudkan hal di atas layanan otomasi perpustakaan merupakan suatu keniscayaan. Biaya bukanlah penghalang karena saat ini sudah ada program otomasi perpustakaan yang bersifat open source, seperti PS Senayan.

Selain itu, perpustakaan perlu meningkatkan ragam layanan perpustakaan. Ragam layanan ini antara lain:

Membentuk klub pembaca

Perpustakaan dapat memfasilitasi pembentukan kelompok pembaca, klub buku, kelompok penggemar buku, maupun kelompok diskusi berdasarkan selera pembaca terhadap buku-buku tertentu. Termasuk dalam klub baca ini adalah pembentukan keaksaraan fungsional untuk menekan angka buta huruf di Indonesia.

Membentuk klub penulis

Pembukaan layanan khusus tentang kepenulisan ini sangat penting, mengingat budaya menulis merupakan tindak lanjut dari budaya membaca yang menjadi misi perpustakaan. Mengembangkan budaya baca tanpa diikuti dengan budaya tulis, ibarat “membangun rumah tanpa atap”, sangat rentan terhadap terpaan angin budaya lainnya.

Membuka layanan lifeskill/kecakapan hidup

Hal ini dapat ditempuh dengan membuka aneka kursus di perpustakaan. Kursus komputer, Bahasa Inggris, jarimatika/sempoa, dan elektronika akan menjadi menu layanan yang menyenangkan di perpustakaan. Mengapa ? Setelah membaca buku-buku tentang pengembangan kecakapan hidup dapat langsung mempraktikkan di perpustakaan juga.

Membuka layanan hotspot

Layanan hotspot yang memberi akses internet gratis akan memudahkan pemustaka untuk mendapatkan informasi secara optimal di perpustakaan.

Membentuk klub blogger

Saat ini aktivitas ”ngeblog” sudah cukup menjamur di tanah air. Bahkan Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah blogger yang cukup banyak. Aktivitas ”ngeblog” yang sangat berkaitan dengan dunia baca-tulis sudah selayaknya dilakukan di perpustakaan.

Membuka layanan perpustakaan secara online

Hal ini dapat dilakukan dengan membuat blog perpustakaan di dunia maya. Blog perpustakaan ini merupakan salah satu media yang cukup murah-meriah untuk membentuk jaringan kerja-sama antar perpustakaan.

Membuka layanan galeri seni budaya

Perpustakaan dapat menjadi salah satu pusat kebudayaan masyarakat dengan menggelar secara periodik seni tari, musik, teater, mendongeng (story telling) dan puisi.

Dari tulisan di atas kita dapat menyimpulakan bahwa;

  • Dimaksud Perpustakaan ideal adalah perpustakaan yang mampu memberdayakan masyarakat. Perpustakaan yang dapat menjadi kawah candradimuka bagi masyarakat untuk melakukan aktivitas membaca, belajar, seni, budaya, dan ketrampilan.
  • Perpustakaan ideal adalah perpustakaan yang menjadi pusat kegiatan masyarakat. Artinya, perpustakaan sudah menjadi candu bagi masyarakat untuk senantiasa melakukan kegiatan apa pun di perpustakaan.
  • Perpustakaan ideal ialah perpustakaan yang mampu melakukan pendekatan kepada masyarakat untuk membangkitkan potensi membaca yang ada di masyarakat. Pendekatan ini disesuaikan dengan kegemaran, hobi, kesenangan, dan kebiasaan yang ada di masyarakat.

Saran

  • Untuk mewujudkan perpustakaan ideal diperlukan ”political will” dari pemerintah dengan mewujudkan struktur kelembagaan perpustakaan yang kuat dan terhormat. Kelembagaan perpustakaan harus mandiri, berdiri sendiri, dan terpisah dari lembaga lain. Sehingga perpustakaan dapat berdiri sendiri baik dari segi anggaran maupun dalam manajemen.
  • Pemerintah harus memberikan anggaran yang signifikan untuk setiap perpustakaan, baik dari tingkat pusat sampai desa. Tanpa hal ini perpustakaan ideal hanyalah ilusi belaka.
  • Untuk menuju perpustakaan ideal, sebuah perpustakaan harus memiliki desain ruang yang menarik, koleksi yang variatif, layanan yang beragam, dan pustakawan yang ”qualified”.

Bibliografi

  • Andy Alayyubi. (2001) “Pustakawan, Ilmuwan, dan Dialog Interaktif Metro TV”
  • Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan

profil penulis: Ari Suseno

Founder CV. Dunia Perpustakaan Group. Pernah mengenyam pendidikan Jurusan Ilmu Perpustakaan (S1) di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. #ContentCreator, #Affiliate, #Blogger, #PegiatLiterasi, #SocialActivist Konsultasi dan Sharing Follow Us

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *