Dunia Perpustakaan | Gaji Pustakawan | Tulisan ini saya buat bukan berarti merendahkan kuli bangunan atau apalah itu. Yang pasti penulis hanya ingin menulis fakta yang ada yang terjadi di sekitar kita. Jika pembaca memiliki persepsi, asumsi, dan pemahaman lain atas tulisan ini, itu semua hak pembaca dan silahkan fahami sesuai dengan yang pembaca inginkan. Satu yang pasti, penulis sangat menghargai profesi apapun, selama pekerjaan mereka dilakukan dengan cara yang halal, benar, lagi baik. Jika hanya dari judul tulisan kemudian anda simpulkan sesuai dengan mau anda, saya serahkan kembali semuanya kepada isi dari pemikiran anda.
Perbedaan Gaji Pustakawan
Untuk para pustakawan yang sudah memegang gelar ASN, tentunya gaji dan tunjangan yang mereka dapatkan sudah besar. Pastinya jauh lebih besar daripada nasib para pustakawan yang bekerja di perpustakaan sekolah.
Walaupun begitu, jika ditanya, pasti para pustakawan yang sudah berstatus PNS sekalipun akan menjawab jika gaji mereka juga masih kurang.
Pustakawan yang bekerja di perpustakaan-perpustakaan sekolah di seluruh Indonesia, rata-rata masih mengeluh terkait gaji yang mereka terima.
(Baca juga: Jadilah Kepala Sekolah yang Peduli Nasib Perpustakaan Sekolah dan Pustakawan)
Untuk para pustakawan yang bekerja di perpustakaan sekolah modern berstandard Internasional, mungkin tidak terlalu gelisah. Karena gaji mereka sudah jauh lebih lumayan, jika dibandingkan yang bekerja di sekolah swasta, ataupun sekolah negeri biasa.
Pustakawan yang bernasib kurang baik karena memiliki kepala sekolah yang “pelit” untuk perpustakaan membuat nasib para pustakawan semakin dianaktirikan. Sudah gajinya kecil, terkadang masih disuruh mengerjakan tugas-tugas lain yang tidak ada kaitanya dengan profesinya sebagai pustakawan.
Berbanding Terbalik
Miris memang, pustakawan di sekolah yang dianggap sebagai profesi mulia dan terhormat tapi ternyata gaji yang mereka terima sangat kecil.
Beberapa kisah pustakawan yang bekerja di perpustakaan sekolah, banyak yang hanya mendapatkan gaji kisaran Rp 500 ribu rupiah. Bahkan tidak sedikit yang mendapat gaji dibawah Rp 500 ribu rupiah. Hal ini tentunya masih jauh dibawah kuli bangunan yang setiap bulan bisa peroleh gaji diatas Rp 1 juta.
Alasan dari pihak sekolah selalu sama, “Anggaran untuk perpustakaan memang tidak ada”.
Saat anggaran APBN pendidikan sudah begitu besar, ditambah adanya UU No 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan. Di dalamnya sudah mengatur dan mewajibkan sekolah untuk menganggarkan minimal 5% untuk anggaran perpustakaan sekolah. Tentunya pihak kepala sekolah yang masih beralasan tidak memiliki anggaran untuk perpustakaan sekolah perlu dicurigai.
[Baca Juga: UU No 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan]
Para pelaku yang bergerak dalam asosiasi pustakawan sekolah, ikatan pustakawan, ikatan mahasiswa ilmu perpustakaan dan pihak-pihak terkait lainya sudah seharusnya bersikap kritis atas kondisi ini.
Berani Bersuara
Jika bersuara sendirian sangatlah sulit untuk melawan birokrasi yang sudah terlanjur bobrok. Itu kenapa dibutuhkan saling bahu-membahu diantara para persatuan pustakawan dan organisasi mahasiswa ilmu perpustakaan dan yang lainya. Tujuanya untuk “melawan” atas kondisi yang dirasa memang sudah tidak wajar ini.
Saat anggaran sudah begitu banyak untuk pendidikan akan tetapi pada faktanya masih banyak kisah sekolah tanpa perpustakaan. Kalaupun sekolah sudah punya perpustakaan, koleksi bukunya sangat minim termasuk gaji pustakawan yang tidak lebih baik dari gaji kuli bangunan.
Boleh saja pihak sekolah mengatakan jika memang pada kenyataanya tidak ada anggaran. Kalaupun memang kondisi itu benar, sudah menjadi tugas kepala sekolah untuk memperjuangkan bagaimana supaya sekolah mereka mendapatkan anggaran yang besar supaya perpustakaan mereka mendapatkan dana yang besar juga.
Fakta dan buktinya, ketika ada pihak kepala sekolah yang mengatakan anggaran mereka sangat kecil, di sekolah-sekolah lain banyak juga yang bisa mendapatkan banyak dana untuk memajukan perpustakaan sekolah mereka.
(Baca juga: Nasib Pustakawan Swasta dan Pustakawan PNS serta Dinamika Perpustakaan di Sekitar Kita)
Jika melihat kondisi ini tentunya orang akan melihat bahwa peran Kepala Sekolah dalam hal ini menjadi sangat penting. Hal ini bisa dibuktikan dari banyaknya kisah dilapangan.
Jika Kepala Sekolahnya dikenal baik, maka sudah pasti Kepala Sekolahnya sangat peduli dengan pengelolaan Perpustakaan Sekolahnya. Sebaliknya, jika perpustakaan sekolah kurang mendapatkan perhatian, biasanya sekolah tersebut dikenal memiliki Kepala sekolah yang kurang baik.
Penutup
Memang bicara kondisi di lingkungan sekolah, ada banyak sekali masalah, mulai dari masalah anggaran, Korupsi dana sekolah, Korupsi dana Perpustakaan, kurikulum, dan masih banyak lagi maslaah lainya, termasuk masalah rendahnya gaji untuk pustakawan sekolah.
Namun dari berbagai masalah tersebut diatas, pastinya ada solusi jika mereka mau benar-benar serius untuk memajukan sekolahnya. Dalam hal ini juga seperti yang dialami oleh para pustakawan di perpustakaan sekolah yang masih sangat memprihatinkan.
Semoga saja kedepan nasib para pustakawan-pustakawan di perpustakaan sekolah akan semakin diperhatikan sehingga perpustakaan sekolah di seluruh Indoensia akan semakin baik lagi. Hal ini penting karena pustakawan dan perpustakaan adalah bagian terpenting dalam menopang SDM para siswa di sekolah untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang berkwalitas dan bisa mencerdaskan.
Tentunya masih banyak diluar sana permasalahan terkait rendahnya gaji pustakawan, termasuk nasib para relawan yang bekerja di perpustakaan desa atau taman bacaan yang mereka juga pasti memiliki nasib yang hampir sama.