ilustrasi

Manajemen Perpustakaan Berbasiskan Pengetahuan: Melihat Peranan Pustakawan ke Depan

Dunia Perpustakaan | Pada Majalah Visi Pustaka tepatnya pada Edisi : Vol. 3 No. 1 yang dipublikasikan pada bulan Juni 2001, didalamnya mengulas sebuah tulisan berjudul Manajemen Perpustakaan Berbasiskan Pengetahuan: Melihat Peranan Pustakawan ke Depan.

Abstrak

Pergeseran terbesar paradigma perpustakaan ialah membawa perpustakaan ke masyarakat. Hal ini terjembatani dengan aplikasi teknologi informasi (TI) pada perpustakaan. Konsep terkini yang diperkenalkan tentang perpustakaan ciber (Cyber Library). Diperkenalkannya perpustakaan ciber adalah untuk memberi kemudahan kepada masyarakat untuk mendapatkan bahan rujukan dan informasi terkini dengan cara yang lebih mudah dan cepat, juga bertujuan untuk membentuk masyarakat yang bertehnologi, berinovatif dan kreatif.

1. Pendahuluan

Aplikasi teknologi informasi di dunia perpustakaan telah menciptakan tantangan dan peluang nyata pengembangan perpustakaan. Ia telah mengakibatkan pergeseran paradigma lama, dimana perpustakaan bertugas pokok mengolah informasi ke paradigma baru dimana perpustakaan bertugas pokok mengakses informasi, baik di kalangan (inhouse; inggriya) maupun yang di luar kalangan (outhouse), melalui instrumen sharing, referring, linking, dan networking.

Pergeseran paradigma ini mereposisikan pustakawan sebagai “Penjaga gawang” (Gate keeper) yang bertugas menseleksi, mengatur dan menyalurkan arus informasi suatu tugas yang bersifat complicated. Hal ini yang hanya mungkin terwujud jika perpustakaan mampu mengemas informasi ke dalam format elektronis/sibernetik. Dasar pemikiran paling kuat gagasan ini adalah bahwa perpustakaan dunia saat ini telah beramai-ramai beralih menjadi Perpustakaan Berbasis Manajemen Pengetahuan (library based on knowledge management).

Sejatinya, jika kita mau berintrospeksi dengan menimba pengalaman di lapangan, kemudian membandingkannya dengan berbagai teori, informasi, dan teknologi mutakhir mengenai perkembangan perpustakaan, maka kebutuhan mendesak perpustakaan dan pengguna kita dalam hal otomasi perpustakaan, antara lain ialah sebagai berikut:

  • Basis data lokal untuk keperluan house-keeping application, yang mencakup fasilitas pemasokan data, penelusuran, transaksi sirkulasi, laporan statistik, proses denda, penagihan pinjaman, pencetakan data bibliografis, statistik pengunjung perpustakaan, yang dilaksanakan baik dengan atau tanpa sistem jaringan lokal (LAN- Local Area Network);
  • Layanan penelusuran/referensi untuk katalog induk dalam bentuk CD-ROM (Compact Disk – Read Only Memory);
  • Layanan penelusuran untuk data dalam bentuk abstrak atau full-text berbasiskan  program Windows;
  • Layanan online melalui fasilitas internet berbasis Web;
  • Sistem mekanisme kontrol pekerjaan perpustakaan;

Fasilitas lain, seperti pemanfaatan thesaurus, SDI (Selective Dissemination of Information), dan CAS (Current Awareness Services).

Pertanyaannya kini ialah, siapkah tenaga perpustakaan/pustakawan mengimbangi percepatan akibat aplikasi TI pada Perpustakaan itu?

2. Mengapa Perpustakaan Berbasis Manajemen Pengetahuan?

2.1. Komunikasi dan Pengemasan Informasi

Berawal dari penemuan mesin cetak oleh Johan Gutenberg ahli rekayasa dari Jerman, peradaban dunia telah memulai suatu tataran baru dalam berkomunikasi. Komunikasi  menemukan variasi bentuk yang lebih banyak dan sempurna, lebih dari sekadar bentuk verbal dan non verbal.

Istilah “Galaksi Gutenberg” muncul sebagai penanda abad ini. Seiring dengan penemuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi rekayasa, telekomunikasi, angkasa luar, genetika dan lain-lain,  maka informasi pun serta-merta menemukan dirinya telah terpencarkan dalam berbagai kemasan, dan terdistribusikan tanpa ada satu pun batasan artifisial dan geografis yang sanggup membendungnya, Informasi telah mengalami metamorfosa bentuk dari sekadar message, suatu kali menjadi channel, di saat lain menjadi suatu product dan suatu ketika ia menjadi komoditas.

Bahkan menurut Milan Kundera kecanggihan kemasan dan kompleksitas aspek dan efek yang ditimbulkannya telah melahirkan pemaknaan plural terhadap isi, substansi dan jati diri informasi. Ia menyebutkan bahwa kita telah memasuki era Imagologi. Era keemasan yang dikemas lagi.

Perubahan mendasar dalam persepsi terhadap informasi secara alamiah dalam dekade terakhir, sebagaimana digambarkan oleh Harlan Cleveland dalam eseinya “The Futurist”.  “we have carried over into our thinking about information,concepts developed for the management of things,concepts such as property, depletion, depreciation, monopoly, market economics”. Karakteristik informasi yang bersifat inheren  ini mempunyai ciri sekaligus pemahaman sebagai berikut:

  1. Information is expandable. Tidak ada suatu informasi pun yang mencantumkan fakta benar-benar lengkap atau mencakup segalanya.
  2. Information is compressible. Lawan dari pengertian di atas, artinya informasi dapat dikonsentrasikan, diintegrasikan, diringkas, disarikan sesuai keinginan dan kemudahan penanganannya/pengemasannya.
  3. Information is substitutable. Artinya dapat diganti-gantikan hurupnya, sifat katanya, dan materi fisiknya
  4. Information is transportable …bahkan pada kecepatan yang tinggi.
  5. Information is shareable… Artinya informasi dapat dipertukarkan, dibagi.

Dengan demikian tidak berlebihan jika dikatakan informasi telah memegang peranan terpenting dalam perkembangan masyarakat modern. Perpustakaan memiliki peluang nyata untuk membentuk masyarakat informasi (Information Society). Perhatian pada manajemen informasi ini pada gilirannya mengalami peningkatan sebagai dampak logis dari hal-hal berikut:

  • Kompleksitas kegiatan/bisnis yang makin meningkat;
  • Pengaruh ekonomi internasional;
  • Perubahan eskalasi persaingan yang makin mendunia.

Kompleksitas teknologi yang meningkat, yang berpengaruh pada operasionalisasi dan aplikasi teknologi berbasis komputer secara besar-besaran pada banyak perusahaan dan institusi; Batas waktu yang singkat bagi setiap tahap operasi, misal usaha telemarketing, teleconference yang menciptakan komunikasi dan aksi just in time; Kendala-kendala sosial yang menyangkut social cost dan faktor non ekonomi lain.

Setiap pengaruh tersebut di atas, memicu peningkatan kemampuan komputer. Hal ini dikarenakan pengembangan komputer terus berorientasi pada keinginan untuk menjunjung harkat dan martabat manusia. Komputer makin user friendly, ergonomic, complicated, compatible, accessible, multimedia dengan berbagai perangkat keras dan lunak yang diupayakan dapat menjembatani keterbatasan, menciptakan berbagai kemudahan, dan percepatan aksi bagi setiap manusia.

Perkembangan mutakhir dunia komputasi pada awal milenium III ini digambarkan dalam teori Moore (Gordon Moore, 1965) tentang pemrosesan data. Dinyatakan bahwa pemrosesan akan berlipat dua setiap 18 bulan atau lebih. Teori ini terbukti di kemudian hari. Sebagai contoh saat ini telah diluncurkan chip processor dari Intel berupa Pentium III 800 MHz pada semester pertama tahun ini, dan chip I GHz pada akhir tahun.

AMD merencanakan akan meluncurkan Athlon 1 GHz pada bulan Oktober depan. Sebagai jembatan keterbatasan manusia dapat dicontohkan bahwa telah diperkenalkan teknologi pengoperasian komputer dengan pengenal ucapan, seperti yang telah diintrodusir Louis Woo dari Lemout & Hauspie.

2.2. Manajemen Pengetahuan

Kita meyakini bahwa sebagai makhluk individual dan makhluk sosial, manusia mengaktualisasikan diri dengan berkomunikasi. Komunikasi yang diorganisasikan dalam kerangka ilmiah yang kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, pada gilirannya mengakibatkan keluaran ilmu dan pengetahuan yang menakjubkan jumlah dan percepatannya.

Mengenai hal itu Einstein yakin bahwa “The whole of science is nothing more than a refinement of everyday thinking”. Jalan menuju pada pemurnian kembali ini ialah melalui penemuan dan penyempurnaan metode eksperimen. Dengan demikian ilmu pengetahuan terbukti telah memiliki peluang terbesar dalam memberikan sumbangan bagi perkembangan peradaban manusia.

Para ahli merumuskan pengetahuan sebagai berikut:

  • Membangun tata organisasi modern.
  • Pengetahuan dapat serta merta menjadi hal yang buruk. Menjadi cepat basi.
  • Senantiasa berubah. Pembaharuan kembali adalah kunci untuk pendayagunaan kompetitif.
  • Pengetahuan = Kekuasaan/ kekuatan. Yang menjadi berlipat-ganda apabila didayagunakan bersama.

Dengan demikian dapat dikemukakan perbedaan informasi dan pengtahuan seperti tergambar dalam skema berikut;

  • Information = data + context
  • Knowledge   = information + experience

Dengan demikian cukup jelas bagi kita bahwa sosok manajemen pengetahuan tidak lain dan tidak bukan adalah proses dari hal-hal berikut;

  1. Reka gagasan dan;
  2. Pengidentifikasiannya;
  3. Evaluasi/Peringkat/dan pengorganisasian;
  4. Penyimpanan;
  5. Pemanfaatan bersama;
  6. Pemencaran/penelusuran;
  7. Perawatan.

Hal-hal yang berkaitan dengan seluruh kepakaran perusahaan / lembaga.

Seiring dengan perkembangan obyek yang dikelola, fungsi perpustakaan juga berkembang dari hanya pengelolaan media informasi menjadi juga pengelola substansi atau isi informasi (dari container ke content). Namun apakah hanya sampai di sini? Tingkat fungsi yang mana yang akan juga dilaksanakan oleh perpustakaan? Jawabnya sangat tergantung pada masing-masing institusi dan pengelolanya. Tingkat fungsi secara lengkap, seperti yang disebut oleh Zariski sebagai Epistemic Spectrum (Zariski, 1995) adalah sebagaimana diagram berikut;

Sensory Stimuli —-> Data —> Informasi—> Knowledge —>Wisdom —> Faith

Apabila pada awalnya perpustakaan hanya melaksanakan fungsi pengelolaan data (data management), maka prospek ke depan adalah sebagai institusi pengelolaan informasi (information managemant) dan selanjutnya akan meningkat menjadi institusi pengelolaan pengetahuan (knowledge management). Pengetahuan inilah yang umumnya diperlukan oleh pemakai baik pada tingkat bawah maupun pada tingkat tertinggi.

Dengan demikian persyaratan bagi pustakawan yang ideal adalah yang mampu mengelola informasi atau sebagai information manager, maupun mengelola pengetahuan atau sebagai Knowledge Manager.

Dapat disimpulkan sementara manajemen pengetahuan menempatkan kembali teknologi informasi sebagai wahana pembawa kemajuan dan kompetensi usaha/jasa, tanpa harus merusak sistem lain yang selama ini ada. Sekaligus menempatkan kembali  orang-orang yang telah terlatih dan memiliki kecakapan sesuai lini pendidikan, organisasional dan model usaha/jasa.

3. Metadata;  Konsep Perkembangan Obyek yang Dikelola Perpustakaan

Keberadaan perpustakaan telah berusia lebih dari tiga ribu tahun, dimulai dengan munculnya perpustakaan purba sampai ke perpustakaan elektronik atau digital. Selama perkembangan ribuan tahun itu, perpustakaan melaksanakan aktivitas intelektual dalam bentuk menentukan lokasi, mengenali, temubalik dan manipulasi informasi.

Selama itu perpustakaan mendeskripsikan objek nonelektronik dengan menggunakan peraturan deskriptif. Objek nonelektronik tersebut di lingkungan perpustakaan dikenal sebagai data bibliografis atau data pengkatalogan yang digunakan untuk mengolah informasi surogat (Sulistyo Basuki, 2000).

Tatkala metoda pengorganisasian informasi memasuki lingkungan elektronik, maka istilah metadata yang memiliki konotasi mendeskripsi data elektronik menjadi bagian dari disiplin ilmu perpustakaan dan ilmu informasi. Sejatinya metadata merupakan dokumentasi tentang dokumen dan objek.

Metadata mendeskripsikan, menunjukkan lokasi serta memberikan ringkasan mengenai dokumen dan apa yang diperlukan untuk memanfaatkannya. Menurut World Wide Web Consortium (1998) menyatakan metadata sebagai mesin yang dapat memahami informasi tentang objek Web serta menyatakan bahwa metadata dapat dikembangkan ke sumber daya elektronik (electronic resources) lainnya pada masa depan.

Metadata biasanya terdiri atas himpunan unsur data. Masing-masing unsur data mendeskripsikan atribut sumber daya, manajemen dan penggunaannya. Skema metadata yang telah dikenal dan dijadikan standar bagi pustakawan di Indonesia ialah INDOMARC, di samping itu ialah format kataloh AACR2, daftar tajuk subjek serta skema klasifikasi seperti DDC, UDC dan RDC.

Setiap skema di atas dirancang oleh pakarnya dengan pertimbangan domain spesifik, kebutuhan sumber daya informasi dan persyaratan untuk pendeskripsian sebuah dokumen yang pada gilirannya digunakan untuk akses bibliografi dan kontrol di perpustakaan. Secara umum terdapat 3 bagian pembuatan metadata untuk sebuah paket informasi. Pertama, penyandian (encoding); Kedua, pembuatan deskripsi paket informasi yang terkait dengan manajemen dan preservasi; Ketiga, penyediaan akses terhadap deskripsi tersebut.

Fungsi utama metadata ialah menunjang pemilihan, pemahaman, pendayagunaan dan pengingatan sumber daya dan isinya. Kepentingan pemakai terhadap metadata berkaitan dengan hal-hal berikut:

  1. Ketersediaan informasi (Apakah objek informasi itu eksis? Di mana letaknya? Berapa jumlah yang tersedia? Adakah kesamaan diantaranya?)
  2. Kegunaan informasi (Apakah otentik? Apakah baik? Bagaimana pemakai dapat menentukan apakah berguna atau tidak?)

Dengan berkembangnya teknologi digital maka karakteristik pengorganisasian metadata adalah sebagai berikut.

  1. Organisasi meta-informasi dalam bentuk fisik dapat diganti dengan struktur organisasi yang lebih luwes namun dalam bentuk elektronik.
  2. Organisasi fisik tunggal dari sebuah koleksi objek informasi  (seperti buku, majalah, disertasi) dapat digantikan dengan organisasi objek informasi jamak (multiple) dan logis.
  3. Adanya objek informasi dalam bentuk digital memungkinkan penggunaan teknologi digital untuk keperluan identifikasi dan ekstraksi informasi.

Kajian utama metadata ini ialah pemodelan data, dengan pendekatan ilmu perpustakaan dan komputer, yang pada gilirannya didayagunakan untuk mengembangkan standar metadata untuk objek informasi.

Hal ini dikembangkan melalui rekayasa sistem arsip data yang beranjak dari ilmu komputer bekerja dari basis pengetahuan yang berkembang dalam tradisi manajemen data. Di samping itu ialah perpustakaan dan lembaga yang berkaitan dengan perpustakaan, beranjak dari ilmu perpustakaan, bekerja dari basis pengetahuan yang dikembangkan dalam tradisi klasifikasi, katalogisasi dan pengindeksan dokumen.

4.  Siapkah Tenaga Perpustakaan/Pustakawan Kita?

Mengacu pada pemahaman mengenai mengapa Perpustakaan di dunia kini beramai-ramai menceburkan dirinya pada Library Based on Knowledge Management, menuntut penampilan dan profil yang ideal Knowledge Manager/Information Manager. Antara lain adalah sebagai berikut;

  1. Diperlukan seseorang yang memiliki visi tentang kapabilitas pengembangan, sekaligus pemahaman tentang isu-isu terbaru pada institusi yang sangat berguna untuk menangani strategi jangka panjang dan kompetisi usaha/jasa informasi.
  2. Diperlukan seseorang yang memiliki pemahaman yang baik mengenai teknologi yang ada, tetapi yang lebih penting lagi ialah pemahaman bahwa teknologi dapat didayagunakan secara optimal untuk layanan dokumentasi, informasi, sebagai saluran komunikasi, fasilitas tukar-menukar informasi dan pembaharuan.
  3. Seseorang yang memiliki pemahaman tentang sumberdaya manusia dan infrastruktur budaya sebagai sarana berbagi informasi. Khususnya penyetaraan pengetahuan yang tersirat dari individual yang beragam ke dalam pengetahuan yang tersurat dengan saling berbagi pengalaman dan pemahaman.
  4. Diberikannya suatu ukuran dalam bentuk matrik dan pemetaan pengetahuan yang sedapat  mungkin dihubungkan dengan kriteria efektivitas perpustakaan untuk dapat memberikan ukuran dan kriteria obyektif dan efektif  guna investasi pada pengembangan infrastruktur pengetahuan itu sendiri.
  5. Seseorang yang wajib mengambil tanggungjawab kunci sebagai sarana keberlangsungan proses berbagi pengetahuan dan penempatan kembali pengetahuan. Hal ini memerlukan pemahaman keseimbangan antara penegakan struktur untuk efisiensi – didasarkan pada kriteria optimalisasi, sebaiknya hal-hal yang berkaitan dengan aturan struktural yang ketat  dihilangkan untuk sarana pemikiran yang lebih inovatif dan kreatif.
  6. Seseorang akan memerlukan pemahaman isu budaya yang relevan dengan proses kreasi pengetahuan; secara khusus seseorang tersebut harus dapat mengambil prakarsa pada kendali kelompok, kendali diri yang didasarkan pada budaya (dengan bantuan manajemen puncak) yang dapat memfasilitasi dialog. Keterbukaan pemikiran adalah penting sepanjang itikad dan kemauan untuk bertindak sebagai penghubung keperluan strategis managemen puncak dan tingkat operasional.
  7. Seseorang  sebaiknya memiliki pemahaman yang baik bagaimana keberagaman koordinasi dan teknologi informasi atau semacamnya dan faktor-faktor apa yang relevan untuk penerapan teknologi pada tingkat kelompok dan organisasi dalam konteks yang luas.

Dalam hal ini perlu dicermati bagaimana menempatkan kembali keyakinan etis seorang pekerja jasa informasi dalam beberapaperspektif berikut:

  1. Memahami bagaimana menggunakan teknologi informasi sebagai cara mengatasi ketidak pastian lingkungan global.
  2. Mengenali struktur organisasi untuk efektifitas dan efisiensi pekerjaan.
  3. Memahami bahwa pemrosesan informasi berada pada dua poros, subyek dan penggunaan.
  4. Menyadari bahwa koordinasi sangat penting dan memberikan banyak kelebihan.
  5. Mengerti dengan baik bagaimana strategi global berkembang, dan peran sistem informasi global dalam tiap strategi.
  6. Waspada terhadap masalah-masalah dalam penerapan sistem informasi global, dan mengetahui strategi untuk meminimumkan dampak masalah tersebut.

Perpustakaan model ini mempercayakan dirinya pada program komputer, pasokan data, dokumentasi dan fasilitas yang terus meningkat ukuran dan nilainya. Perpustakaan harus menjaga standar kinerja, keamanan dan perilaku yang jelas yang membantu  usaha perpustakaan dalam memastikan integritas dan perlindungan terhadap berbagai aktivanya.

Secara khusus pada para petugas perpustakaan/pustakawan perlu memperhatikan hal-hal berikut;

  1. Melakukan semua kegiatan tanpa kecurangan. Hal ini mencakup pencurian atau penyalahgunaan data, piranti keras dan lunak, serta pasokan bahan-bahan pustaka, informasi dan dokumentasi.
  2. Menghindari segala tindakan yang mengkompromikan integritas mereka. Misalnya pemalsuan catatan dan dokumen, modifikasi program dan file tanpa ijin.
  3. Menghindari segala tindakan yang mungkin menciptakan situasi berbahaya pada kompleksitas keamanan perpustakaan baik asset yang tersimpan didalamnya, dan mekanisme sistem yang  ada dari kerusakan.
  4. Memelihara hubungan yang baik  dengan mitra kerja, pemakai, dan atasan baik pada lini fungsional dan struktural.
  5. Tugas pekerjaan harus dilaksanakan sesuai dengan permintaan pengguna, manajemen dan harus sesuai dengan standar kinerja, yang berorientasikan kepada Total Quality Management (TQM).
  6. Berpegang teguh pada peraturan kerja.
  7. Melindungi kerahasiaan dan informasi yang peka misalnya rahasia dagang, rahasia negara dan lain-lain.

5.  Reposisi pustakawan

Perpustakaan berbasiskan teknologi informasi, selain mereposisikan pustakawan sebagai gate keeper (penjaga gawang) seperti disebutkan pada  bagian pengantar di atas. Pustakawan juga melaksanakan fungsi sebagai analis simbolik. Analis simbolik bekerja bersama secara egaliter dengan rekan sejawatnya tanpa struktur. Karena ia sering bekerja dalam tim kecil yang memiliki jaringan dengan berbagai institusi berskala lokal, regional, nasional hingga internasional.

Mereka bekerja menghabiskan waktu dan mencurahkan tenaga dan fikirannya di depan komputer, memeriksa kata dan angka, memindahkannya, mengubahnya, mencoba menguji kata dan angka baru, memformulasi dan menguji hipotesa, serta mendesain atau membuat strategi. Untuk mencapai kemampuan ini tentunya diperlukan pengetahuan mendalam atas subjek atau disiplin keilmuan tertentu.

Terbuka kemungkinan dan peluang besar pengembangan fungsi pustakawan sebagai mediator pengetahuan (knowledge mediator). Fungsi ini dapat dilihat sebagai kelanjutan pustakawan referral seperti dalam praktek kepustakawanan konvensional, hanya saja ia kini bekerja dengan mendayagunakan jaringan informasi global.

Dengan berbekal kemampuan menjelajah jaringan informasi global dapat mengidentifikasi situs-situs yang mengandung informasi sejenis. Hasil dari proses identifikasi ini dapat disusun dalam satu situs baru yang membimbing pengguna kepada sumber informasi yang diperlukan. Tugas penyusunan situs baru ini dapat dianalogikan dengan pekerjaan mengkatalog.

Ibarat sebuah jalan, hal itu telah dilempangkan dengan telah diintrodusirnya Internet2 yang menggelar bermil-mil kabel serat optik yang dipakai para peneliti untuk melakukan uji coba aplikasi dan teknologi internet masa depan, mereka yang berpartisipasi dalam proyek ini ialah Nortel, Qwest, Cisco. Internet2 ini akan memudahkan pencarian data dan meningkatkan kehandalan streaming data audio, video dan semacamnya.

profil penulis: Dunia Perpustakaan

duniaperpustakaan.com merupakan portal seputar bidang dunia perpustakaan yang merupakan bagian dari CV Dunia Perpustakaan GROUP. Membahas informasi seputar dunia perpustakaan, mulai dari berita seputar perpustakaan, lowongan kerja untuk pustakawan, artikel, makalah, jurnal, yang terkait bidang perpustakaan, literasi, arsip, dan sejenisnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *