Dunia Perpustakaan | Untuk mahasiswa Jurusan Ilmu Perpustakaan maupun para alumninya yang sekarang mungkin sudah bekerja di perpustakaan, mungkin membaca judul diatas, anda sudah langsung punya jawaban dan argumen versi anda.
Namun sebelum anda mengambil kesimpulan, ada baiknya anda baca sampai tuntas tulisan berjudul “Kurikulum Pendididikan Pustakawan untuk Program Sarjana, apakah masih diperlukan?” yang ditulis oleh Prof. Sulistyo Basuki ini, yang pernah dimuat dalam majalah Visi Pustaka Edisi : Vol. 4 No. 1 – Juni 2002.
Tulisan tersebut dipublikasikan di tahun 2002, sehingga saat anda membaca setelah di tahun 2002, tentunya sangat mungkin jika isi dari tulisan ini mungkin akan dianggap tidak sesuai, atau mungkin akan tetap sesuai, yang itu sangat bergantung dengan perkembangan dan perubahan dinamikanya di setiap waktunya.
Abstrak
Setelah hampir 20 tahun kurikulum ilmu perpustakaan diatur oleh Dep. Pendidikan dan Kebudayaan muncul suara yang menyatakan bahwa kurikulum nasional ilmu perpustakaan tidak diperlukan, terserah pada masing-masing universitas penyelenggara untuk mendisain sendiri kurikulum masing-masing.
Pendapat tersebut memang benar di satu sisi mengingat keanekaragaman penyelenggara pendidikan ilmu perpustakaan serta kondisi setempat yang mempengaruhi pendidikan. Namun di segi lain ada yang berkeberatan dengan berbagai alasan. Bila tidak ada kurikulum nasional maka universitas penyelenggara mengalami kesulitan kurikulum mana yang akan digunakan sebagai patokan, sebagai sebuah profesi, pendidikan pustakawan perlu menentukan syarat untuk dapat berkarya dalam bidang kepustakawanan dan informasi.
Di beberapa negara maju kurikulum ilmu perpustakaan tidak diatur oleh negara melainkan oleh asosiasi profesi; itupun asosiasi profesi hanya mengakreditasi lembaga pendidikan, bukannya mengatur kurikulum.
1. Pendahuluan
Pendidikan pustakawan di Indonesia baru dimulai pada tahun 1952 tatkala Kementerian Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudayaan (Kem. P.P.K.) membuka Kursus Pendidikan Pegawai Perpustakaan (KPPP), kemudian berubah menjadi Kursus Pendidikan Ahli Perpustakaan (KPAP).
Pendidikan tersebut berubah menjadi Sekolah Perpustakaan, dilebur pada Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan Universitas Indonesia (FKIP UI) pada tahun 1962, selanjutnya menjadi Jurusan Ilmu Perpustakaan Fakultas Sastra Universitas Indonesia (JIP FSUI) mulai tahun 1964 sampai sekarang. Mulai tahun 2002 nama Fakultas Sastra berubah menjadi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya disingkat FIB.
Pendidikan sarjana baru dimulai pada tahun 1969 tatkala JIP FSUI menerima calon mahasiswa berpendidikan Sardjana Muda. Pola tersbeut berlangsung sampai dengan tahun 1986 tatkala JIP FSUI membuka program sarjana melalui jalur Sistem Penerimaan Mahasiswa Baru (Sipenmaru). Pola tersebut berlangsung hingga sekarang hanya saja nama Sipenmaru berubah menjadi UMPTN dan kini berubah lagi.
2. Kurikulum program sarjana
Kurikulum program sarjana di UI untuk mereka berbasis Sardjana Muda non Ilmu Perpustakaan didisain sepenuhnya oleh dosen JIP FSUI dibantu oleh tenaga pengajar dari University of Hawaii yang dipimpin oleh Harold Stevens. Keberadaan tenaga pengajar asing ini dimungkinkan berkat bantuan The Asia Foundation.
Keberadaan mereka pada tahun 1969 juga dimaksudkan untuk membuka program serupa di Universitas Gadjah Mada dan Universitas Airlangga, namun hingga sekarang kedua universitas yang disebutkan kemudian tidak pernah membuka program sarjana ilmu perpustakaan.
Ketika Universitas Padjadjaran membuka program sarjana (1985) dan UI pada tahun 1986, waktu itu dikeluarkan kurikulum Ilmu Perpustakaan oleh Departemen Pendidikan dan kebudayaan. Kurikulum tersebut kemudian diubah lagi pada tahun 1992 selanjutnya pada tahun 1996.
Kurikulum yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan merupakan kurikulum wajib yang harus diikuti oleh penyelenggaran program sarjana ilmu perpustakaan. Untuk mengatur kurikulum, besarnya, cakupannya, pihak Dep. P&K membetuk Konsorsium beranggotakan pakar bidang ilmu. Untuk Ilmu Perpustakaan dimasukkan pada Konsorsium Sastra dan Filsafat.
Dengan tumbangnya kekuasaan Presiden Soeharto pada tahun 1998 diikuti dengan tuntutan reformasi dan pembentukan Badan Hukum Milik Negara muncul tuntutan agar perguruan tinggi diperbolehkan menyusun kurikulum sendiri tanpa campur tangan terlalu besar dari Dep. Pendidikan Nasional.
Sementara itu mulai tahun 1998 dibentuklah Komisi Disiplin Ilmu sebagai pengganti Konsorsium Sastra dan Filsafat. Untuk Ilmu Perpustakaan tetap dimasukkan pada Komisi Disiplin Ilmu Sastra dan Filsafat walaupun di kalangan anggota ada upaya untuk mengubahnya menjadi Komisi Disiplin Ilmu Budaya namun hingga tahun 2001 usulan tersebut belum dipenuhi.
3. Kurikulum nasional
Seiring dengan munculnya konsep pendidikan yang diajukan oleh Unesco serta diterima oleh banyak negara mengenai 4 pilar pendidikan, maka Dep. Pendidikan Nasional menerima konsep pilar pendidikan yaitu “learning to know, learning to do, learning to live together, learning to live with others anf learning to be (Learning 1998, 86-97)”…
Konsep tersebut kemudian dijabarkan pada kurikulum yangdikembangkan oleh KDI Sastra dan Filsafat pada bulan November 2001. Sebelum itu pada bulan Mei 2001 The British Council melangsungkan Seminar Benchmarking Curriculum in Library and Information Science in Indonesia dengan menghadirkan dua pembicara yaitu Prof. Patricia Ward [Inggeris] dan Prof. Sulistyo-Basuki (Indonesia). Dari hasil penggodogan itu disusunlah (rancangan) kurikulum nasional iIlmu Perpustakaan. Hasilnya ialah sebagai berikut :
PROGRAM STUDI ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASI
Kompetensi Lulusan Program Sarjana
Lulusan Program Sarjana Program Studi Ilmu Perpustakaan dan Informasi diharapkan mempunyai kemampuan untuk:
- Memahami individu dan komunitas yang dilayani dalam konteks mereka menciptakan, merekam, mengorganisasi, menyebarkan, menelusur, menggunakan, dan menciptakan kembali informasi dan pengetahuan.
- Mendayagunakan informasi dan pengetahuan secara fungsional untuk kepentingan individu dan komunitas yang dilayani, dengan memanfaatkan kemajuan teknologi komunikasi dan informasi, sesuai dengan dinamika konteks kegiatan serta perkembangan informasi dan pengetahuan.
- Melaksanakan butir 1 dan 2 di atas dengan menjamin hak setiap orang untuk mengakses dan menyampaikan informasi dan pengetahuan untuk berkarya dan pengembangan diri, dengan memperhatikan asas kerahasiaan informasi, privasi, hak cipta, toleransi, dan kemerdekaan berpikir.
Kurikulum
Jumlah Kurikulum Inti Program Sarjana Ilmu Perpustakaan dan Informasi adalah 66 SKS, dibagi dalam lima kelompok.
A. Kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) (6 SKS)
Jenis MPK, tujuan dan jumlah SKS sesuai dengan MPK yang berlaku pada Kurikulum Inti Program Studi Bidang Ilmu /Ilmu Sastra dan Filsafat.
B. Kelompok Mata Kuliah Keilmuan dan Ketrampilan Berkarya (MKK) (8 SKS)
Kelompok mata kuliah ini bertujuan untuk :
- Memberikan landasan penguasaan ilmu budaya.
- Memberikan landasan berpikir dalam konteks kebudayaan Indonesia.
- Melatih kemampuan berpikir secara logis dan kritis.
- Memahami akar-akar historis terbentuknya pemikiran modern.
- Memahami dan menganalisis kebudayaan Indonesia dalam perspektif historis dan informatif.
Kelompok mata kuliah ini terdiri atas :
- Sejarah Pemikiran Modern* 2 SKS
- Dasar-dasar Filsafat* 2 SKS
- Sejarah Kebudayaan Indonesia* 2 SKS
- Dasar-dasar Ilmu Budaya* 2 SKS
C. Kelompok Mata Kuliah Keahlian Berkarya (MKB) (20 SKS)
Kelompok mata kuliah ini bertujuan untuk :
- Memberikan dasar kompetensi profesional informasi dan pengetahuan.
- Memberikan landasan pengetahuan ilmu perpustakaan dan informasi.
- Membekali kompetensi teknologi komunikasi dan informasi untuk kepentingan pemakai, lembaga, dan masyarakat.
- Mengembangkan wawasan profesi dan akademis yang terbuka dan toleran terhadap perkembangan ilmu dan teknologi.
- Memberikan landasan untuk pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang ilmu perpustakaan dan informasi.
Kelompok mata kuliah ini terdiri atas :
- Pengantar Ilmu Perpustakaan dan Informasi 4 SKS
- Telematika 4 SKS
- Metode Penelitian Ilmu Perpustakaan dan Informasi 4 SKS
- Kepustakawanan Indonesia 2 SKS
D. Kelompok Mata Kuliah Perilaku Berkarya (MPB) (18 SKS)
Kelompok mata kuliah ini bertujuan untuk :
- Mengelola berbagai lembaga yang bergerak dalam bidang perpustakaan dan informasi.
- Mengembangkan koleksi lembaga informasi sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan masyarakat yang dilayaninya.
- Menyebarkan berbagai jasa informasi kepada masyarakat.
- Memberikan dasar pelestarian materi perpustakaan dengan tidak memandang media maupun formatnya sebagai khazanah budaya bangsa.
Kelompok mata kuliah ini terdiri dari :
- Organisasi Informasi 4 SKS
- Sumber dan Jasa Informasi 4 SKS
- Konservasi dan Preservasi 2 SKS
- Manajemen Perpustakaan dan Lembaga Informasi 3 SKS
- Pemasaran Informasi dan Pengetahuan 3 SKS
- Kajian Pemakai 2 SKS
E. Kelompok Mata Kuliah Berkehidupan Bermasyarakat (MBB) (14 SKS)
Kelompok mata kuliah ini bertujuan untuk :
- memberikan dasar untuk berkomunikasi dalam masyarakat informasi.
- Membekali profesi informasi tentang kehidupan bermasyarakat yang berbasis informasi.
- Membekali landasan penilaian norma intern dan ekstern tentang kegiatan kepustakawanan dan informasi.
Kelompok mata kuliah ini terdiri dari :
- Komunikasi 4 SKS
- Kerjasama dan Jaringan Informasi 2 SKS
- Etika Profesi 2 SKS
- Psikologi Pemakai Jasa Informasi 4 SKS
- Kuliah Kerja 2 SKS
3.1. Kelompok Mata Kuliah Pe-ngembangan Kepribadian (MPK) (6 SKS).
Mata kuliah dalam kelompok MPK merupakan mata kuliah wajib nasional yang berlaku di seluruh Indonesia. Saat ini sebutannya berubah menjadi MDPT atau Mata Kuliah Dasar Perguruan Tinggi yang berlaku nasional.
3.2. Kelompok Mata Kuliah Keil-muan dan Ketrampilan Berkarya (MKK) (8 SKS).
Pada kelompok Kelompok Mata Kuliah Keilmuan dan Ketrampilan Berkarya (MKK) (8 SKS) sebagaimana tertera di atas dikemukakan karena Universitas Indonesia dijadikan rujukan sementara di Universitas Indonesia, Jurusan Ilmu Perpustakaan dimasukkan ke Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya [dahulu Fakultas Sastra) sehingga mata kuliah wajib fakultas ilmu pengetahuan budaya yang dijadikan contoh.
Karena pendidikan ilmu perpustakaan dan informasi di beberapa perguruan tinggi berbeda, maka penyelenggara harus menyesuaikan diri dengan situasi pada masing-masing perguruan tinggi. Misalnya di Universitas Padjadjaran berada di bawah Fakultas Ilmu Komunikasi, maka mata kuliah fakultas ilmu komunikasi menjadi mata kuliah wajib fakultas untuk mahasiswa jurusan ilmu perpustakaan.
Hal serupa dengan IAIN Sunan Kalijaga yang berada di bawah Fakultas Adab, Universitas Islam Negeri pada Fakultas Tarbiyah atau Fakultas lain, Univ. Islam Nusantara pada Fakultas Ilmu Komunikasi dll.
4. Perlu tidaknya kurikulum nasional
Setelah hampir 20 tahun kurikulum ilmu perpustakaan diatur oleh Dep. Pendidikan dan Kebudayaan muncul suara yang menyatakan bahwa kurikulum nasional ilmu perpustakaan tidak diperlukan, terserah pada masing-masing universitas penyeleng-gara untuk mendisain sendiri kurikulum masing-masing.
Pendapat tersebut memang benar di satu sisi mengingat keanekaragaman penyelenggara pendidikan ilmu perpustakaan serta kondisi setempat yang mempengaruhi pendidikan. Namun di segi lain ada yang berkeberatan dengan alasan sebagai berikut :
- Bila tidak ada kurikulum nasional maka universitas penyelenggara mengalami kesulitan kurikulum mana yang akan digunakan sebagai patokan;
- Sebagai sebuah profesi, pendidi-kan pustakawan perlu menentu-kan syarat untuk dapat berkarya dalam bidang kepustakawanan dan informasi. Di beberapa negara maju kurikulum ilmu perpustaka-an tidak diatur oleh negara melainkan oleh asosiasi profesi; itupun asosiasi profesi hanya mengakreditasi lembaga pendidi-kan, bukannya mengatur kuriku-lum.
- Menjelang berlakunya Asean Free Trade Area pada tahun 2003, dirasakan perlunya suatu kuriku-lum baku yang menghasilkan pustakawan yang mampu meng-hadapi pustakawan asing bahkan berkarya di negara lain.
Maka di Indonesia ada dua kutub, satu kutub menganggap kurikulum nasional tidak perlu sedangkan di kutub lain menganggap kurikulum nasional masih perlu. Dalam hal demikian, KDI Sastra dan Filsafat mengambil jalan tengah hanya menentukan kurikulum nasional seminimum mungkin.
Pendidikan pustakawan pada strata sarjana mensyaratkan jumlah kredit berkisar dari jumlah minimum (144 Satuan Kredit Semester) sampai dengan maksimum (160 SKS). KDI Sastra dan Filsafat mengambil jumlah minimum yaitu 40% dari jumlah minimum 144 SKS sehingga kurikulum nasional hanya memberikan ancer-ancer sekitar 60 SKS. Sisanya diserahkan kepada masing-masing penyelenggara.
4.1. Penjabaran kurikulum
Kurikulum nasional sebagaimana disusun oleh KDI sastra dan Filsafat sudah diserahkan kepada Ditjen Pendidikan Tinggi pada tahun 2001 untuk selanjutnya ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional sebagai kurikulum nasional. Namun hingga saat ini hal tersebut belum diputuskan oleh Menteri, bahkan ada rencana untuk meniadakan kurikulum nasional.
Bagi penyelenggara pendidikan ilmu perpustakaan, rancangan kurikulum nasional dapat digunakan sebagai dasar untuk menyusun kurikulum masing-masing. Bila setiap penyelenggara pendidikan ilmu perpustakaan berpatok pada kurikulum di atas, maka sedikit-dikitnya sudah ada kesamaan dalam mata kuliah dasar untuk kepustakawanan. Langkah selanjutnya ialah menjabarkan isi masing-masing mata kuliah sehingga materi yang diajarkan di Sumatera misalnya sama dengan materi yang diajarkandi daerah lain.
Sebagai contoh Pengantar Ilmu Perpustakaan dan Informasi berbobot 4 SKS memerlukan penjabaran seperti konsep dasar perpustakaan; jenis perpustakaan;sejarah perpustakaan; prinsip dan filsafat kepustakawanan; kerjasama dan jaringan; perpustakaan dan masyarakat; manajemen perpustakaan; pengolahan data bibliografis; organisasi informasi; aplikasi teknologi informasi termasuk automasi perpustakaan; Internet; komunikasi ilmiah; sebaran informasi; temu balik informasi dll.
4.2. Pertemuan informal penyelenggara
Saat ini terdapat berbagai lembaga penyelenggara pendidikan ilmu perpustakaan pada tataran sarjana.
Untuk menjabarkan lebih lanjut kurikulum nasional tersebut kiranya dapat dikembangkan kerjasama informal antara pengajar jurusan ilmu perpustakaan dalam bidang yang sama, misalnya bidang pengantar, pengolahan informasi, jasa perpustakaan, manajemen perpustakaan dll.
Pada pertemuan informal tersebut para pengajar dapat bertukar pikiran secara maya melalui fasilitas e-mail dan Internet mengenai topik yang akan dibahas, cakupannya, literatur ang diperlukan, metode pengajaran. Sebagai contoh mata kuliah Pengantar Ilmu Perpustakaan dan Informasi berbobot 4 SKS (satuan kredit semester). Dari mata kuliah tersebut apa saja yang akan diajarkan.
Sebagai contoh Pengantar Ilmu Perpustakaan dan Informasi membahas tentang kata pustaka; berbagai materi perpustakaan; jenis perpustakaan; kerjasama perpustakaan; jasa perpustakaan; sejarah perpustakaan; filsafat kepustakawanan; pustakawan sebagai profesi, aplikasi teknologi informasi di perpustakaan; automasi perpustakaan, perpustakaan dijital.
Dari ilmu informasi dibahas definisi informasi; pendekatan terhadap ilmu informasi; komunikasi ilmiah (formal dan informal); bibliometrika; kajian pemakai; temu balik informasi; relevansi, nilai informasi dll. Bila sesama pengajar saling berkomunikasi secara informal, maka pengalaman satu dengan yang lain dapat disalingtukarkan. Dengan demikian ada pembakuan pokok mata kuliah.
5. Penutup
Sebelum tahun 1998 dikenal kurikulum nasional ilmu perpustakaan yang dicantumkan dalam keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Seiring dengan era reformasi serta munculnya gagasan pilar pendidikan, maka kurikulum ilmu perpustakaan juga harus direvisi. Dalam penentuan kurikulum nasional, Komisi Disiplin Ilmu Sastra dan Filsafat mengambil pendekatan minimum artinya hanya 40% dari 144 SKS yang merupakan kurikulum nasional sisanya dikembangkan oleh lembaga pendidikan pustakawan.
Untuk menyamakan kemampuan dalam menghasilkan lulusan yang mampu bersaing dalam AFTA maka lembaga pendidikan perlu bekerja sama mengisi lebih lanjut isi masing-masing kuliah di samping mengembangkan kekhasan masing-masing lembaga pendidikan.