SMA Negeri 4 Pekanbaru, Terapkan Program ”One Book One Child”.
Dunia Perpustakaan | Demi meningkatkan budaya baca di lingkungan sekolah, banyak cara yang dapat dilakukan oleh para guru untuk meningkatkan kegemaran membaca buku.
Salah satunya ialah program yang diterapkan oleh SMA Negeri 4 Pekanbaru yaitu One Book One Child, Selaras dengan program 15 menit membaca. Maksud dari program ini adalah satu orang peserta didik menyumbangkan satu buah buku terbaiknya yang disumbangkan ke sekolah.
Maksud disumbangkan disini bukan menjadi milik sekolah tetapi buku yang sudah terkumpul tersebut diletakkan dikelas masing-masing peserta didik sebagai bahan bacaan bagi mereka. Inilah dasar munculnya perpustakaan mini di kelas.
Kepala SMAN Pekanbaru, Hj Nurhafni MPd menjelaskan bahwa budaya membaca di SMAN 4 sudah di mulai dari tahun lalu.
“Budaya membaca sudah dimulai dari tahun lalu. Dimulai dengan didatangkannya petugas dari Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BPAD) Kota Pekanbaru yang membaca berbagai macam buku dengan 4 mobilnya atau yang disebut pustaka keliling.
Mobil-mobil tersebut ditempatkan diberbagai sudut sekolah yaitu di taman bacaan keluarga Lentera Hati, pekarangan sekolah dan dikantin sekolah. Pada saat didatangkannya buku-buku pada mobil pustaka keliling tersebut antusias peserta didik sangatlah tinggi.
Ini terlihat dengan berbondong-bondongnya mereka datang ke mobling (mobil keliling, red) ini kemudian mencari buku-buku yang mereka sukai. Setelah mereka mendapatkan buku yang diinginkan lalu mereka mulai membaca disekitaran mobling tersebut sambil berkelompok” jelasnya, dikutip dari riaupos.co [11/04/16].
Selain peserta didik membaca buku diperpustakaan sekolah dan perpustakaan mini yang ada dikelas, sekolah ini juga mempunyai kawasan pojok baca. Pojok baca ini didesain menarik agar peserta didik bersemangat membaca, serta disediakan sambungan listrik agar peserta didik tidak terganggu dengan belajarnya karena baterai laptopnya yang kehabisan daya.
“Semenjak adanya tambahan tempat untuk membaca ini minat peserta didik untuk membaca menjadi tinggi, ini terbukti saat jam istirahat pojok baca ini banyak ditempati oleh siswa-siswi yang duduk disana.
Peserta didik yang menempati pojok baca tersebut tidak hanya untuk membaca saja kadang juga dipakai sebagai ruang diskusi terbuka bagi mereka bahkan dengan dibimbing oleh guru,” kata Nurhafni mengakhiri.