Eksistensi Perpustakaan dalam Era Global
ilustrasi

Eksistensi Perpustakaan dalam Era Global

Dunia Perpustakaan | Eksistensi Perpustakaan dalam Era Global | Saat ini nyaris semua orang (termasuk pustakawan), selama ilmu dan informasi yang mereka butuhkan bisa ditemukan melalui tangan (gadget dan internet), maka dipastikan mereka akan enggan ke perpustakaan.

Misalnya seorang pelajar yang ingin belajar cara merakit komputer, mereka akan lebih memilih buka youtube, daripada harus capek-capek datang ke perpustakaan untuk pinjam buku tentang cara merakit komputer.

Di YouTube mereka bisa temukan dengan cepat, jelas, detail, bahkan bisa interaksi langsung dengan yang bikin tutorial cara merakit komputer di YouTube.

Berbeda jika dia harus datang ke perpustakaan yang jauh dari rumah, harus pakai baju rapai, dan aturan yang terkadang ribet, belum lagi terkadang ditambah pelayanan pustakawanya yang kurang ramah, dan lain-lain

Contoh lain misalnya seorang ibu rumah tangga yang ingin belajar memasak, pasti juga akan lebih memilih buka YouTube untuk belajar semua jenis masakan di penjuru dunia, daripada harus datang ke perpustakaan untuk mencari buku-buku terkait dengan resep masakan yang bisa dipastikan koleksinya pasti terbatas.

Disinilah tantangan dari keberadaan perpustakaan di tengah kemajuan teknologi informasi dan internet yang semakin cepat dan memudahklan masyarakat.

Tulisan berjudul “Eksistensi Perpustakaan dalam Era Global” yang ditulis oleh Uswatun Hasanah (2010), membahas terkait dengan Eksistensi Perpustakaan dalam Era Global.

Abstrak

Kehadiran teknologi informasi dan komunikasi bagi perpustakaan di satu sisi menimbulkan kekhawatiran untuk eksistensi perpustakaan itu sendiri, karena masyarakat menjadi lebih mudah memperoleh informasi tanpa perlu pergi ke perpustakaan sementara di sisi lain menjadikan perpustakaan tetap eksis di tengah gempuran informasi multimedia yang melanda masyarakat.

Perpustakaan diharapkan berbenah diri untuk dapat mengikuti dan mengimbangi kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, demikian pula dengan pustakawan yang terlibat di dalamnya sehingga dapat mewujudkan tujuan perpustakaan sesuai dengan yang diamanatkan dalam Undang-undang RI Nomor 43 Tahun 2007.

Pendahuluan

Sebuah hiburan atau rekreasi merupakan sisi lain kebutuhan umat manusia, yang harus dipenuhi sebagaimana kebutuhan yang lain. Hiburan di perpustakaan yang infotainment, edutainment, tentu berbeda dengan hiburan di tempat-tempat rekreasi yang lebih menekankan amusement.

Meskipun keduanya sama-sama dibutuhkan manusia. Tujuannya adalah untuk menciptakan keseimbangan lahir batin, jiwa raga, fisik dan non fisik. Dalam istilah lain, perpustakaan berperan serta dalam memberikan kontribusi untuk menciptakan keseimbangan dalam kehidupan manusia dalam masyarakat.

Perpustakaan adalah sumber kekuatan, imajinasi, inspirasi untuk berpikir, belajar, bekerja, berkarya dan berprestasi. Berfungsi sebagai wahana pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi untuk meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan bangsa.

Dalam melaksanakan fungsi perpustakaan untuk mewujudkan masyarakat pembelajar diperlukan usaha yang maksimal. Dengan mengadakan perubahan sikap dan perilaku budaya dari tidak suka membaca menjadi masyarakat membaca.

Menurut UNESCO (1996) ada empat pilar prinsip belajar dalam abad 21 yaitu: belajar berfikir, belajar berbuat, belajar untuk tetap hidup, dan belajar hidup bersama antar bangsa. Bermula dari masyarakat belajar maka akan tercapai bangsa yang cerdas.

Dengan pembudayaan membaca bagi masyarakat akan memudahkan dalam mencerna informasi sekaligus menambah wawasan pengetahuan. Biar bagaimanapun informasi adalah nyawa peradaban sebuah bangsa, kapan dan di mana pun.

Hidup-matinya sebuah peradaban atau maju?terbelakangnya sebuah bangsa sangat ditentukan oleh tingkat penguasaan informasi masyarakatnya. Realitas ini semakin terasa ketika peradaban memasuki gelombang ketiga.

Informasi sudah menjadi komoditas yang diperebutkan oleh manusia di pentas kehidupan global ini. Namun demikian, ada sebagian masyarakat yang mengalami banjir informasi, tetapi disisi lain ada sebagian masyarakat yang sulit mengakses informasi.

Maka terjadilah kesenjangan informasi (information gap) yang akan membawa kepada kesenjangan intelektual. Oleh karena itu diperlukan pemerataan informasi di segenap lapisan masyarakat.

Era Globalisasi dan Teknologi

Abad 21 atau millenium ke tiga identik dengan abad informasi, era globalisasi, era keterbukaan. Karena pada saat ini perkembangan informasi sangat cepat, terutama dapat dirasakan di negara-negara maju.

Mereka dengan mudah mengeksploitasi, menggandakan dan menyebarluaskan informasi ke seluruh dunia, termasuk negara-negara berkembang. Siapa yang menguasai informasi, dialah yang lebih maju.

Sebaliknya siapa yang ketinggalan informasi, maka akan ketinggalan kemajuan dan pada gilirannya akan tersisihkan. Bagi perpustakaan, kemunculan teknologi informasi dan komunikasi di satu sisi menimbulkan kekhawatiran yang dalam bagi eksistensi perpustakaan.

Masalahnya, masyarakat menjadi lebih mudah mendapat informasi tanpa perlu pergi ke perpustakaan karena semuanya bisa diakses dari depan komputer di rumah mereka masing-masing. Kondisi perpustakaan pun menjadi lebih sepi karena orang akan lebih malas ke perpustakaan.

Sebaliknya, di sisi lain, menjadikan perpustakaan tetap eksis di tengah gempuran informasi multimedia yang melanda masyarakat.

Melalui adopsi teknologi di perpustakaan, muncul adanya katalogisasi digital, koleksi digital, sampai manajemen perpustakaan yang berbasis ICT (information and communication technology) yang kemudian online dan bisa diakses lewat internet.

Sehingga perpustakaan pun menjadi rujukan penting di internet. Berkat kemajuan teknologi, terutama teknologi informasi dan komunikasi, setiap orang dapat mengetahui, mengikuti, dan menyaksikan berbagai peristiwa yang berlangsung di belahan dunia yang lain, dengan jelas dalam waktu yang sama atau hampir bersamaan. Melalui sarana berupa teknologi tersebut orang dapat menembus batas negara dan waktu tanpa banyak menemui hambatan.

Menengok pemanfaatan ICT di perpustakaan, ada baiknya Indonesia belajar ke India dan Cina. Di Di Negeri Taj Mahal itu, karakteristik negaranya hampir mirip Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar, mayoritas tinggal di pelosok pedesaan, dan terjadi kesenjangan yang tinggi dalam akses informasi antara perkotaan dan pedesaan.

Baca juga: Makalah Perpustakaan

Di dalam Konferensi IFLA (International Federation Library Association) ke-69 di Jerman, Maitrayee Ghosh (2003) memaparkan bahwa ICT mampu menjembatani kesenjangan digital ?

Antara desa dan kota- sehingga menempatkan peran perpustakaan yang bisa diakses dengan jaringan komputer online sehingga dapat diakses dari seluruh pelosok India. Pemerintah menyediakan jaringan digital nasional yang menghubungkan kafe cyber yang disebut ?Suchanalayas? yang lokasinya strategis di desa-desa di distrik Dhar Madhya Pradesh.

Dengan 21 kafe cyber itu, sekitar 20-30 ribu penduduk terlayani untuk mengakses layanan multimedia yang disediakan oleh perpustakaan. Sementara, contoh dari perpustakaan kota Shanghai Cina.

Perpustakaan umum ini menjadi titik sentral dari jaringan 33 perpustakaan kabupaten, 215 perpustakaan komunitas, dan ribuan ruang baca di desa-desa. Total koleksinya tidak main-main mencapai jumlah 49 juta. Pengambil kebijakan di perpustakaan Shanghai membuat terobosan dengan memanfaatkan keberadaan ICT.

Langkah yang diambil adalah menjadikan perpustakaan umum kota Shanghai sebagai pusat intranet perpustakaan dengan lebih dari 500 komputer yang berada di ruang baca desa-desa terhubung ke perpustakaan Shanghai.

Serta digitalisasi koleksi yang dapat diakses dari jaringan perpustakaan Shanghai. Dengan cara seperti ini, pengunjung tak perlu datang langsung ke perpustakaan karena dapat mengakses koleksi digital dari mana saja.

Dari kedua contoh tersebut, perpustakaan di Indonesia -khususnya perpustakaan umum- dapat mengambil banyak pelajaran. Misal, dengan mencoba  menghubungkan koleksi digital dari perpustakaan-perpustakaan dalam jaringan yang nantinya dapat diakses oleh masyarakat.

Pustakawan Di Era Digital

Pustakawan pada dasarnya mengelola pengetahuan yang tercetak. Namun dengan adanya informasi digital, terjadilah pergeseran makna dari pengetahuan. Dalam era digital konsep pengetahuan ini dicerminkan dengan perangkat komunikasi modern yaitu jaringan komputer.

Pada saat ini, ketika teknologi perangkat keras maupun perangkat lunak sudah ditawarkan sebagai sebuah kemudahan sehari-hari, maka orang awam didorong untuk mencari sendiri informasi tanpa bantuan pustakawan. Perkembangan Google dan Yahoo! yang fenomenal membuktikan bahwa jika mesin-pencari mudah digunakan, maka orang pun senang menggunakannya.

Berbagai CD-ROM berisi informasi lengkap maupun informasi rujukan (referensi) kini tersedia dimana-mana dan setiap CD-ROM biasanya dilengkapi perangkat lunak untuk mencari informasi pula.

Akibatnya, kegiatan mencari informasi secara terpasang nyaris menjadi kegiatan sehari-hari, tidak jauh berbeda dengan kegiatan rutin menonton berita di televisi. Dalam keadaan seperti inilah maka sering muncul kesan bahwa kegiatan pencarian informasi terpasang tidaklah memerlukan ketrampilan dan keahlian khusus.

Semua orang dapat melakukannya. Namun, hal demikian tidaklah berlangsung lama manakala mesin-pencari Google atau Yahoo! Tidak memberikan jawaban yang memuaskan terhadap kebutuhan informasi seseorang.

Dan justru disinilah peran pustakawan akan diperlukan sebagai mediator, bukan sekedar sebagai pihak yang melayani, membantu pemustaka bahkan sekiranya perlu menuntun mereka untuk mencapai tujuannya.

Pustakawan dapat menyaring informasi mana saja yang benar-benar diperlukan pemustaka. Berbekal dengan ketrampilan yang memadai, diharapkan pustakawan akan dapat memenuhi tantangan sehingga mampu melakukan pekerjaan dengan mudah dan cepat.

Sumber daya manusia merupakan salah satu sumber kekuatan perpustakaan yang terdiri atas pimpinan, pejabat fungsional pustakawan, pelaksana teknis operasional, dan pelaksana teknis administrasi serta ketatausahaan yang mendukung semua kegiatan perpustakaan.

Semua perangkat tersebut adalah tim kerja (team work) yang harus dapat bekerja sama untuk keberhasilan perpustakaan. Keberhasilan itu terutama terletak pada semangat, dedikasi, sumbangan/darma bakti secara tulus ikhlas dan jujur.

Maka dari itu, penempatan orang-orang di perpustakaan semestinya menurut teori dan prinsip ?the right man on the right place? adalah sangat penting.

Eksistensi dan Tantangan Perpustakaan

Kondisi perpustakaan sekarang ini masih tidak berbeda jauh dari masa lalu meski sudah semakin banyak orang yang mengerti ilmu tentang perpustakaan. Pemustaka melihat perpustakaan sebagai hal yang langka dan sumbernya sebagai hal yang terbatas dan sudah kuno.

Ada hal yang perlu dipahami bahwa perpustakaan sebenarnya merupakan tempat yang menyediakan berbagai akses informasi.

Menurut Petr (2002), ada lima hal penting yang diungkap oleh responden di Benton Study tentang eksistensi perpustakaan, yaitu perpustakaan adalah sebagai :

  1. Penyedia waktu bacaan dan program lain bagi anak-anak.
  2. Tempat yang berperan dalam pengadaan buku-buku baru dan bahan cetak lainnya.
  3. Tempat yang berperan dalam perawatan dan pembangunan gedung perpustakaan itu sendiri.
  4. Penyedia komputer dan layanan online bagi anak-anak dan orang dewasa yang membutuhkannya.
  5. Penyedia tempat dimana pustakawan membantu seseorang menemukan informasi melalui komputer dan layanan online.

Perpustakaan juga masih dihadapkan dengan berbagai tantangan, diantaranya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin cepat dan harus dikelolanya, kewajiban melaksanakan UU No. 43 tahun 2007 tentang perpustakaan dan segala konsekuensinya, perkembangan pusat-pusat informasi yang lebih bernuansa hiburan (infotainment) yang sudah dikelola secara profesional, perubahan yang begitu cepat di segala sektor kehidupan yang harus diantisipasi, manajemen perpustakaan yang masih konvensional dan sudah waktunya dikembangkan menjadi transparan, terbuka berdasarkan program kerja dan sasaran.

Baca juga: Makalah Perpustakaan

Menjadi suatu persoalan tersendiri pula bagi perpustakaan manakala terdapat masyarakat yang masih mengalami kesulitan dalam akses informasi dikarenakan keterbatasan ekonomi, letak geografi, sarana prasarana.

Dengan demikian, setiap tantangan harus dihadapi dengan arif dan bijak. Diperlukan kerja keras dan profesional serta menjalin kerjasama yang erat dan saling menguntungkan semua pihak dibandingkan dengan cara lain seperti bersaing, karena perpustakaan akan terpinggirkan.

Dengan adanya undang-undang perpustakaan sebagai landasan hukum hendaknya diikuti dengan tindakan nyata, realistis yang langsung menyentuh di seluruh wilayah negara Indonesia.  Terlebih lagi untuk mewujudkan pemerataan informasi bagi segenap lapisan masyarakat maka, digalakkan layanan perpustakaan keliling.

Salah satu upaya yang dilakukan  perpustakaan dalam rangka memberikan layanan bergerak (mobile) khususnya ditujukan di tempat-tempat tertentu yang dianggap strategis. Seperti, dengan mendatangi tempat pemukiman penduduk, tempat kegiatan masyarakat (sekolah, kantor kelurahan, dll.) serta daerah-daerah terpencil, yang jauh dari perpustakaan menetap.

Penutup

Pada dasarnya antara perpustakaan dan masyarakat saling membutuhkan. Artinya, perpustakaan akan ada dan eksis jika dibutuhkan masyarakat. Sebaliknya perpustakaan juga berkepentingan untuk memberikan layanan kepada masyarakat.

Oleh sebab itu perpustakaan selalu berusaha memberikan yang terbaik sejauh mampu dan memungkinkan. Suatu upaya yang memberikan manfaat yang langsung dirasakan oleh masyarakat disamping perpustakaan keliling dapat ditempuh melalui pemberian paket sumbangan buku, perpustakaan masuk desa, gerakan wakaf buku, pembentukan taman bacaan masyarakat (TBM), rumah baca dan pembentukan pusat belajar masyarakat.

Disamping itu perpustakaan perlu berbenah diri untuk dapat mengikuti dan berusaha mengimbangi kemajuan teknologi informasi dan komunikasi.

Demikian pula dengan pustakawan yang terlibat didalamnya, diharapkan mempunyai goodwill untuk terus belajar menambah wawasan maupun kompetensi keilmuan, secara formal maupun non formal, serta membuka tangan terhadap uluran kerjasama dan siap menerima kritikan sekaligus ide-ide baru yang bersifat membangun untuk kemajuan perpustakaan.

Sehingga tujuan perpustakaan untuk memberikan layanan kepada pemustaka, meningkatkan kegemaran membaca, serta memperluas wawasan dan pengetahuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang RI Nomor 43 tahun 2007 tentang perpustakaan dapat terwujud.

Daftar Pustaka

  • ______________. 2007. Perpustakaan Digital : perspektif perpustakaan perguruan tinggi Indonesia. Jakarta : Sagung Seto.
  • ______________. 2007. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan.
  • Sutarno NS. 2008. Membina Perpustakaan Desa. Jakarta : Sagung Seto.
  • Sutarno NS. 2008. I Abad Kebangkitan Nasional 1908-2008 dan Kebangkitan Perpustakaan. Jakarta : Sagung Seto.
  • Wiji Suwarno. 2009. Psikologi Pemakai. Jakarta : Sagung Seto.
  • http://teknologi.kompasiana.com/group/internet/2010/01/07/perpustakaan-di-tengah-era-ict/ (diakses Rabu, 14 Juli 2010. Pukul 08.04 WIB).
  • http://www.pltik.undip.ac.id/index.php/20100217185/Latest-News/internet-vs-perpustakaan-dalam-era-keterbukaan-informasi.html. (diakses Rabu, 14 Juli 2010. Pukul 08.05 WIB)

Penulis: Uswatun Hasanah [sumber: Majalah : Visi Pustaka Edisi : Vol. 12 No. 1 – April 2010]

Semoga tulisan berjudul Eksistensi Perpustakaan dalam Era Global diatas bermanfaat.

profil penulis: Dunia Perpustakaan

duniaperpustakaan.com merupakan portal seputar bidang dunia perpustakaan yang merupakan bagian dari CV Dunia Perpustakaan GROUP. Membahas informasi seputar dunia perpustakaan, mulai dari berita seputar perpustakaan, lowongan kerja untuk pustakawan, artikel, makalah, jurnal, yang terkait bidang perpustakaan, literasi, arsip, dan sejenisnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *