Dunia Perpustakaan | Perpustakaan dan Krisis Ekonomi | Beberapa tokoh sering berasumsi bahwa seringkali ada kaitan yang kuat antara pendidikan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat. Namun sepertinya masih sedikit pihak yang berani mengupas tuntas dan mengaitkan antara Perpustakaan dan Krisis Ekonomi.
Namun melalui tulisan berjudul “Perpustakaan dan Krisis Ekonomi” ini, kita akan menemukan banyak data dan informasi yang diulas oleh penulis. Tulisan ini pernah dimuat di Majalah Visi Pustaka Edisi : Vol. 3 No. 2 – Desember 2001. Dan berikut ini merupakan tulisan selengkapnya;
Perpustakaan dan Krisis Ekonomi
Abstrak
Keberhasilan suatu negara dalam pembangunan tergantung pada kualitas sumber daya manusianya. Mutu sumber daya manusia di Indonesia tergolong rendah dibandingkan dengan negara di Asia lainnya. Hal ini disebabkan karena rendahnya minat baca masyarakat di Indonesia.
Rendahnya minat baca disebabkan karena sistem pendidikan yang tidak menanamkan pentingnya membaca sejak di Sekolah Dasar . Salah satu cara untuk meningkatkan minat baca adalah dengan memanfaatkan fasilitas perpustakaan sekolah sejak di Sekolah Dasar.
Perpustakaan sekolah harus bersikap aktif dengan mengadakan berbagai kegiatan agar anak-anak didik mau datang ke perpustakaan. Perpustakaan sekolah bisa membuat kegiatan story telling, bimbingan membaca, mewajibkan para siswa untuk membuat sinopsis, dan lain-lain.
Artikel Lengkap
Berikut ini merupakan ulasan lengkap terkait dengan tulisan berjudul “Perpustakaan dan Krisis Ekonomi”.
Telah empat tahun Indonesia dilanda krisis ekonomi yang paling parah yang pernah dialaminya. Bagi Indonesia sebenarnya hal itu merupakan sesuatu yang sangat kontradiktif. Mengingat kekayaan alamnya yang sangat melimpah. Bahkan ada yang mengatakan, kekayaan alam Indonesia nomor tiga terbesar di dunia.
Empat puluh tiga tahun yang lalu Arthur Goodfriend, seorang pengamat ekonomi Amerika Serikat mengatakan dalam bukunya tentang Indonesia. Buku tersebut berjudul Rice Roots ( New York : Simon E. Schuster, 1958) :
“Only The United States and Soviet Union surpassed it natural resources. Its export of oil, rubber, tea, kapok, spice, palm oil and other coconut products placed Indonesia among the most productive of Asian economics, yet no one knew how much coal, bouxite, uranium, manganese, copper, nickel, silver and gold lay burried in her mountains, or from her rivers, coastal waters, virgin forests and courtless acres of unbroken soil.”
Menanggapi pernyataan Goodfriend yang begitu meyakinkan tentang kekayaan alam Indonesia, mestinya Indonesia sudah lama menjadi suatu kekuatan ekonomi dunia. Namun kenyataan justru sebaliknya, kemiskinan ada adalah mencolok. Dewasa ini ada sekitar 80 juta penduduk berada dibawah garis kemiskinan. Sesungguhnya sangat ironis, bahwa negara yang begitu kaya sumber alamnya, rakyatnya begitu miskin. Mengapa hal itu bisa terjadi ?
Sumber Daya Manusia yang Lemah
Keberhasilan suatu negara dalam pembangunan ekonomi tidak hanya bergantung pada kekayaan alamnya. Tetapi lebih banyak tergantung pada kualitas manusianya, atau ungkapan populer dewasa ini, sumber daya manusianya.
Ternyata ada negara yang Sumber Daya Alamnya terbatas, namun berhasil menjadi kekuatan ekonomi dunia yang tidak kalah dari negara-negara maju yang lain. Hal tersebut karena negara tersebut memiliki kualitas SDM-nya yang luar biasa. Misalnya dengan Singapore. Negara kecil yang sumber daya alamnya sangat terbatas, terbukti menjadi negara paling makmur di ASEAN. Semua itu bisa diraih berkat SDM nya yang tinggi kualitasnya.
Bagaimana dengan Indonesia?
Dengan kekayaan alam yang begitu besar, Indonesia gagal total dalam pembangunan ekonomi, akibat SDMnya yang sangat lemah. Dalam acara wisuda Sekolah Tinggi Teknik Telekomunikasi yang diadakan di Bandung 1994, direkturnya menyatakan, bahwa di lingkungan negara-negara ASEAN, mutu SDM Indonesia tergolong rendah.
Dibandingkan dengan Malaysia dan Muangthai saja, Indonesia kalah jauh (Suara Pembaruan 7 Mei 1994).
Belum lama ini United Nation Development Programme (UNDP) mengadakan penyelidikan tentang keadaan SDM di seluruh dunia. Ternyata dari 174 negara yang diselidiki. Pada tahun 2000 Indonesia berada di peringkat 109, jauh di bawah negara-negara ASEAN yang lain.
Berikut ini kutipan sebagaian dari tabel yang disajikan :
Singapura Peringkat 22
Brunai Peringkat 25
Malaysia Peringkat 56
Thailand Peringkat 67
Filipina Peringkat 77
Indonesia Peringkat 109
Demikian kenyataannya SDM Indonesia yang begitu lemah (G. Ali Khomsan dalam Kompas 27 September 2000), kelemahan SDM ini berlaku hampir disemua bidang pembangunan. Di bidang pertanian misalnya, selama lebih sepuluh tahun terakhir ini Indonesia terus mengimpor beras hingga jutaan ton setiap tahunnya.
Negara Agraris Tapi Import Beras
Berita terakhir mengatakan kita mengimpor hampir dua juta ton (Kompas 30 September 2000). Dengan lahan yang begitu luas untuk sawah dan ladang, kita gagal dalam swasembada beras. Di bandingkan dengan Vietnam dan Thailand yang dengan lahan terbatas berhasil menjadi pengekspor beras.
Dalam suatu tayangan televisi diberitakan bahwa usaha pemerintah menghentikan impor jagung belum berhasil, sedangkan kacang kedelai yang begitu gampang tumbuh di Indonesia, sejak tiga tahun yang lalu harus diimpor ratusan ribu ton dari Amerika Serikat dengan alasan mutu kedelai dalam negeri rendah, dan sebagainya. Hal itu berarti bahwa para pakar pertanian kita gagal untuk membudidayakan tanaman kedelai yang bermutu.
Apa akibatnya setelah krisis ekonomi?
Harga kedelai impor naik tajam sehingga tidak terjangkau lagi oleh para pengusaha tahu dan tempe sehingga banyak yang terpaksa gulung tikar.
Berapa banyak tenaga harus menganggur?
Bagaimana pula dengan gula pasir?
Pada zaman kolonial, Indonesia tergolong salah satu negara produsen gula terbesar di dunia.
Kita masih ingat Jatiroto yang memiliki pabrik gula pasir terbesar pada waktu itu. Dalam suatu tayangan televisi diberitakan bahwa 60% dari kebutuhan gula berasal dari impor. Sebelumnya diberitakan “Akibat membanjirnya impor gula belakangan ini, 50 pabrik gula dalam negeri terpaksa di tutup”. (Suara Pembaruan 26 Pebruari 2000).
Berapa banyak tenaga kerja kehilangan mata pencahariannya?
Bagaimana dengan nasib para petani tebu?
Di bidang kehutanan, sejak tahun 1990 an telah terjadi kerusakan hutan seluas 1,6 juta hektar per tahun. Menurut laporan terakhir, pada tahun 2000, 14, 5 juta hektar akan musnah. Sebab utamanya adalah pengembangan liar yang tak terkendali jika hal ini dibiarkan berlanjut maka sepuluh tahun lagi kita akan merindukan hutan (Kompas 18 Oktober 2000).
Bagaimana dengan sumber pertambangan kita yang menurut Arthur Goodfriend (op.cit) sangat melimpah, namun katanya banyak masih tersembunyi di pegunungan, sungai dan hutan belantara?
Hal ini dikatakan 40 tahun lalu.
Apa kata Dr. Ir. Paul Suharto, mantan Kepala Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL)?
Potensi sumber pertambangan kita mulai dari batubara, gas alam (kabarnya yang terkaya di dunia) sampai pada emas masih belum banyak digali sehingga tidak sepenuhnya
dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat.
Bidang Kelautan
Di bidang kelautan, Indonesia dapat disebut sebagai negara maritim terbesar, Bagaimana perusahaan dengan angkutan lautnya?
Menteri Perhubungan dan Telekomunikasi, pada waktu itu Agum Gumelar, mengemukakan, 9500 angkutan barang ke luar negeri masih di kuasai masih dikuasai kapal-kapal asing dan untuk angkutan antar pulau hanya 55% yang di tangani oleh kapal-kapal kita (Kompas 20 Januari 2001).
Untuk perikanan laut Indonesia dikatakan terkaya di wilayah Asia Pasific, tetapi ternyata armada perikanan kita kalah bersaing.
Apakah kita sudah memiliki kapal yang dilengkapi dengan pengolah ikan atau pengalengan ikan? Yang sering diberitakan adalah pencurian ikan oleh kapal-kapal asing yang menurut informasi terakhir men-capai sekitar 1,2 juta ton per tahun, yang mengakibatkan kerugian ratusan juta dolar AS (Kompas 18 Oktober 2000).
Yang paling lucu adalah berita tentang impor garam sebanyak ratusan juta ton per tahun.
Apa sulitnya membuat garam ?
Mengapa tidak meningkatkan pabrik-pabrik yang telah ada atau mendirikan yang baru yang pasti akan menyerap ribuan tenaga kerja.
Apakah air laut kita sudah berubah menjadi tawar?
Kita juga sedang menyaksikan kehancuran sistem perbankan yang seharusnya menjadi pendorong utama perekonomian nasional, karena lagi-lagi tidak dikelola secara profesional.
Demikianlah keadaan perekonomian kita yang sangat parah, walaupun kita memiliki kekayaan alam yang sangat besar. Kekayaan alam yang tidak banyak tergarap karena SDM yang sangat lemah. Pertanyaan berikut adalah, apa sebabnya SDM kita begitu lemah?
Kemerosotan Mutu Pendidikan
Tujuan utama dari Pendidikan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Secara khusus, hal ini berarti meningkatkan Sumber Daya Manusia.
Bagaimana situasi pendidikan di Indonesia saat ini?
Sangat suram. Delapan tahun yang lalu, yaitu pada tahun 1993, Badan Pertimbangan Pendi-dikan Nasional (BPPN) yang terdiri dari para pakar pendidikan, menyampaikan kepada DPR bahwa, berdasarkan penelitian terhadap beberapa Perguruan Tinggi serta perorangan, mutu pendidikan di Indonesia merosot, terutama dalam hal pembentukan sikap dan perilaku anak didik (Suara Pembaruan 15Desember 1993).
Pernyataan yang serius itu sebenarnya bukan hal yang baru. Ungkapan-ungkapan senada itu sudah beberapa kali dikemukakan. Pada tahun 1990, Prof. Dr. Haryati Subadio, yang pada waktu itu menjabat sebagai Menteri Sosial, mengakui bahwa “Tingkat intelektual masyarakat Indonesia, dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia, Singapore, Thailand dan India, masih lebih rendah (Media Indonesia 15 Desember 1990).
Dalam suatu lomba mengarang yang diadakan di Kuala Lumpur Juli 1990, Indonesia yang diwakili oleh Universitas Indonesia sudah tersisih di babak pendahuluan (Suara Pembaruan 18 Agustus 1990).
Hasil Penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh suatu badan internasional dalam bidang pendidikan (International Education Association) 1992 menyatakan bahwa pendidikan di Indonesia tertinggal jauh dibandingkan dengan negara lain di ASEAN.
Dengan nada gusar, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, pada waktu itu Prof. Dr. Wardiman Djojonegoro membantah keras, Katanya harus diadakan penelitian ulang untuk membuktikan bahwa mutu pendidikan Indonesia rendah (Suara Pembaruan 2 Mei 1997).
Anehnya terhadap pernyataan Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional, beliau tidak membantah, bahkan pada setelah pada tahun 1997, Prof. Frans Magnis Suseno, dalam Lokakarya Profesi Guru Menghadapi Tantangan Abad 21, menyatakan “Mutu pendidikan masyarakat Indonesia masih sangat menyedihkan” (Suara Pembaruan 2 April 1997) dan tidak ada yang membantah.
Pertanyaan berikut : apa sebabnya mutu pendidikan kita begitu merosot?
Budaya Baca yang Rendah
Ada suatu ungkapan yang menyatakan “Membaca adalah kunci keberhasilan di sekolah” (Reading is the key to success in school). Ungkapan ini dibahas secara menarik dalam buku “The World Book student handbook“. “Chicago : World Book Encyclopedia, 1981. Dalam bab “Why is reading important” dibahas tentang sekelompok guru di Amerika Serikat yang mengadakan penyelidikan tentang murid sekolah dan problema belajar.
Salah satu kesimpulan mereka yang menarik adalah bahwa seorang murid yang tidak berhasil dalam suatu bidang tertentu umpamanya matematika, masih bisa berhasil dalam bidang studinya yang lain. Tetapi seorang murid yang malas membaca hampir selalu tidak berhasil dalam semua bidang studinya. Mula-mula mereka merasa agak aneh, namun setelah disimak lebih jauh segera mereka menyimpulkan bahwa segala sesuatu yang ingin diketahui untuk dimengerti harus dibaca.
Seorang pelajar yang tidak banyak membaca akan mendapat kesulitan dalam melanjutkan studinya, karena bila ia nanti menjadi mahasiswa, hampir seluruh waktu studinya terserap untuk membaca. Hal ini berlaku juga pada seluruh kegiatan manusia dalam masyarakat.
Studi, penelitian dan semua jenis pekerjaan dan kegiatan lain memerlukan bacaan untuk dimengerti dan dimanfaatkan; instruksi-instruksi dan pedoman-pedoman harus dibaca untuk dilaksanakan secara efektif sesuai tujuannya.
“The simplest jobs require some reading“
Demikianlah pentingnya minat baca. Bukan saja untuk pendidikan pribadi, tetapi juga untuk semua kegiatan dalam pembangunan bangsa. Bagaimana dengan minat baca masyarakat Indonesia? Sangat memprihatin-kan. Berikut ini beberapa fakta dan pengakuan yang menunjukkan betapa rendahnya minat baca masyarakat Indonesia.
Dalam suatu pertemuan yang diadakan pada tahun 1991, Menteri Penerangan Harmoko mengakui bahwa budaya baca masyarakat Indonesia sangat rendah (Media Indonesia 4 Maret 1991). Pada hari aksara internasional ke 31 tahun 1996, mantan Presiden Suharto menyatakan keprihatinan-nya karena rendahnya budaya baca masyarakat Indonesia (Suara Pembaruan 27 Juni 1996).
Dalam suatu penelitian yang diadakan oleh Dra. Berlina Sjahudhym dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, dikatakan bahwa 81,58% responden mahasiswa UI mengaku kurang membaca karena malas (Kompas 5 Maret 1990).
Lain lagi yang dikatakan almarhum Prof. Dr. Slamet Imam Santoso lebih dari tiga puluh tahun yang lalu;
“Pada umumnya mahasiswa Indonesia adalah diktator, artinya yaitu studinya hanya mengandalkan diktat”.
Namun beliau menambahkan, “Ketiadaan gairah membaca di kalangan mahasiswa bersumber pada sistem pendidikan yang tidak menanamkan antara lain pentingnya membaca sejak di Sekolah Dasar” (Mahasiswa Indonesia, Th. 4 no. 144, Maret 1969).
Dengan nada yang hampir sama almarhum Prof. Soegarda Poerbahawatja mengatakan:
“Rendahnya mutu pendidikan di Perguruan Tinggi disebabkan oleh pelajaran-pelajaran membaca sejak di Sekolah Dasar yang kurang sanggup merangsang kegairahan murid-muridnya”.
(Buletin Perpustakaan dan dokumentasi, Th. 2, no.4, 1973); ada lagi yang mengungkapkan bahwa para srjana dan cendekiawan termasuk para dosen kurang minat baca sehingga mempengaruhi mutu masyarakat ilmiah: ciri masyarakat ilmiah itu harus banyak membaca (Kompas 25 Juni 1990). Almarhum Imam Waluyo dalam Berita buku yang disebarkan oleh IKAPI menjelang Bulan Buku Nasional 1989, mengatakan : “Ada yang mengatakan bahwa minat baca masyarakat Indonesia sangat rendah, bahkan tergolong salah satu terendah di dunia”.
Agak aneh sebenarnya karena Indonesia di akui oleh dunia internasional sangat berhasil dalam pemberantasan buta huruf. Apa sebabnya budaya baca masyarakat Indonesia sangat rendah?
Peranan Perpustakaan Sekolah
Sesungguhnya yang paling efektif untuk meningkatkan budaya baca adalah melalui pemanfaatan Perpustakaan Sekolah sejak di Sekolah Dasar.
Berbicara tentang perpustakaan, dalam hal ini Perpustakaan Sekolah Dasar, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi.
Pertama, tersedianya ruangan yang cukup luas dengan perlengkapannya termasuk ruang baca yang menarik.
Kedua, tersedianya koleksi bahan bacaan selengkap mungkin yang secara khusus diseleksi untuk Perpustakaan Sekolah.
Ketiga, tersedianya pengelola yang khusus dilatih untuk perpustakaan sekolah; yang paling ideal adalah seorang guru dengan sendirinya menguasai masalah pendidikan dan telah di latih secara khusus untuk mengelola perpustakaan sekolah.
Keempat, sebagai sasaran utamanya adalah pelayanan yang aktif, artinya bukan menunggu anak-anak dengan sendirinya datang ke perpustakaan tetapi melibatkan unsur “paksaan”, antara lain untuk kelas satu dan dua sewaktu waktu seluruh diajak kelas masuk ke perpustakaan dengan didampingi oleh gurunya dan dilayani bersama pustakawan, untuk memperkenalkan buku-buku yang cocok bagi mereka.
Program Membaca dari SD
Semacam bimbingan membaca. Kemudian diadakan juga apa yang disebut story telling, yaitu guru atau pustakawan memilih buku cerita yang menarik dan membacakan kepada mereka.
Untuk kelas-kelas yang lebih tinggi para guru perlu memberi banyak pertanyaan yang mewajibkan anak-anak menggunakan sumber perpustakaan, mulai menggunakan buku-buku rujukan seperti kamus, atlas, ensiklopedi (sekarang sudah ada ensiklopedi yang berjudul “Ensiklopediku yang pertama”, khusus untuk anak-anak) dan buku pedoman lainnya.
Sejak kelas empat setiap murid diwajibkan membaca satu buku dalam waktu satu bulan dan membuat sinopsis buku yang diberikan tersebut dengan bimbingan guru. Dengan sistem itu berarti setelah tamat setiap murid telah membaca sekitar tiga puluh lima buku, suatu prestasi yang sangat tinggi.
Namun yang terpenting dalam sistem ini adalah membekali para murid dengan kebiasaan membaca (reading habit) suatu kebiasaan intelektual yang sangat mereka perlukan untuk pendidikan seumur hidup (lifelong education). Dengan sistem ini berarti Perpustakaan Sekolah terlibat langsung dalam program belajar-mengajar di sekolah dan merupakan komponen pelengkap dari sistem pendidikan serta memainkan peran yang amat penting dalam proses belajar-mengajar.
Apa yang diulas dalam tulisan berjudul Perpustakaan dan Krisis Ekonomi ini memberikan kita referensi tambahan, betapa membaca itu sangatlah penting untuk membangun SDM masyarakat di suatu negara. Semoga semakin banyak referensi bacaan yang mmbahas terkait dengan Perpustakaan dan Krisis Ekonomi, yang pada kenyataanya memang memiliki korelasi yang sangat nyata.
sumber: Majalah Visi Pustaka Edisi : Vol. 3 No. 2 – Desember 2001