Menggali Kecintaan Anak Pada Perpustakaan Lewat Film Animasi.
Majalah : Visi Pustaka Edisi : Vol. 10 No. 1 – April 2008
Abstrak
Artikel ini mengulas adegan atau setting perpustakaan pada film Animasi Avatar The Legend of Aang. Film animasi Avatar, akhir-akhir ini sangat digemari tidak hanya oleh anak-anak tetapi juga penonton dewasa. Film yang menceritakan tentang perjuangan Avatar untuk menyatukan empat nafas bumi yaitu air, tanah, api dan udara.
Avatar banyak meminjam seni dan mitologi dari benua Asia untuk menciptakan sebuah dunia fiksi. Avatar juga mencampur filosofi, bahasa, agama, seni bela diri, pakaian, dan budaya dari negara-negara Asia. Pembuat film animasi ini menggunakan konsultan budaya untuk meninjau naskah cerita agar mudah diterima dan sesuai dengan selera penonton di berbagai negara Asia termasuk Indonesia.
Film dengan salah satu adegan dan setting perpustakaan secara tidak sadar mampu membangkitkan kesadaran dan kecintaan anak untuk membaca.
Kepekaan pustakawan sebagai seorang animator inilah yang seharusnya terus dikembangkan untuk membangun citra perpustakaan agar lebih baik dari sebelumnya. Pustakawan yang berusaha untuk merekam suatu keadaan, mengemukakan sesuatu atau mengkomunikasikan gagasan, informasi kepada pengguna lewat film.
Selain itu, perpustakaan membutuhkan cara baru yang lebih segar dan lebih baik untuk menyampaikan `realitas’ dan `pesan moral’ kepada penonton tentang realitas perpustakaan yang sebenarnya.
Artikel Lengkap
Kesadaran dan kecintaan untuk membaca pada anak perlu ditumbuhkan sejak dini. Banyak cara yang bisa dilakukan seperti yang dilakukan oleh kebanyakan orang tua kepada anaknya yaitu memberi contoh kebiasaan membaca, membelikan hadiah sebuah buku, atau menonton film yang terdapat adegan atau setting perpustakaan seperti yang ditayangkan pada film animasi Avatar : The Legend of Aang pada hari Sabtu, 23 Juni 2007 pukul 16.30 disebuah stasiun TV Swasta.
Film animasi Avatar, akhir-akhir ini sangat digemari tidak hanya oleh anak-anak tetapi juga penonton dewasa. Film yang menceritakan tentang perjuangan Avatar untuk menyatukan empat nafas bumi yaitu air, tanah, api dan udara. Kekacauan datang ketika Avatar terakhir meninggal.
Bangsa Api mengambil keuntungan dan mereka ingin menjadi pemimpin dunia dan menguasai keabadian. Seratus tahun kemudian, Avatar kembali dalam tubuh seorang bocah berusia 12 tahun bernama Aang, yang ditemani seekor banteng terbang yang bernama Appa, yang selamat setelah terperangkap dalam bongkahan es di Kutub Utara.
Berikut adalah cuplikan gambar dan cover film animasi Avatar : The Legend of Ang atau Avatar The Last Airbender.
Istilah `avatar` berasal dari Bahasa Sansekerta, avatara, yang berarti “turun”. Dalam Mitologi Hindu, para dewa memanifestasikan dirinya dengan turun menjelma ke dunia untuk mengembalikan keseimbangan di muka bumi setelah mengalami zaman kejahatan.
Aksara Cina yang muncul di atas kata “Avatar” pada pembukaan cerita berarti “perantara tuhan yang turun ke dunia fana”.
Dalam setiap generasi, ada seseorang yang mampu mengendalikan setiap unsur, ialah yang dipanggil sebagai Avatar, roh dari planet yang menitis dalam bentuk manusia.
Ketika seorang Avatar meninggal dunia, dia akan terlahir kembali di bangsa yang gilirannya selalu bergantian sesuai dengan siklus Avatar (Avatar Cycle), yang seiring dengan musim, yaitu: musim dingin untuk air, musim semi untuk tanah, musim panas untuk api, dan musim gugur untuk udara.
Berikut adalah peta empat bangsa yang menjadi ide film tersebut :
Avatar banyak meminjam seni dan mitologi dari benua Asia untuk menciptakan sebuah dunia fiksi. Avatar juga mencampur filosofi, bahasa, agama, seni bela diri, pakaian, dan budaya dari negara-negara Asia, seperti misalnya Cina, Jepang, Mongolia, Korea, India, dan Tibet.
Secara jelas dapat ditemukan pengaruh dari seni dan sejarah Cina, anime Jepang, Hinduisme, Taoisme, Buddhisme, dan Yoga. Pembuat film animasi ini menggunakan konsultan budaya (Edwin Zane) untuk meninjau naskah cerita agar mudah diterima dan sesuai dengan selera penonton di berbagai negara Asia termasuk Indonesia.
Film Animasi dan Perpustakaan
Film animasi sebagai sebuah tontonan bagi anak-anak mempunyai daya tarik tertentu yang membuat anak “kecanduan” atau “ketagihan” untuk terus dan terus setia menonton dari satu episode ke episode lain. Kata “animasi” itu sendiri sebenarnya penyesuaian dari kata animation yang berasal dari kata dasar to animate, yang dalam kamus umum Inggris-Indonesia berarti menghidupkan.
Secara umum animasi merupakan suatu kegiatan menghidupkan dan menggerakkan benda mati. Suatu benda mati diberikan dorongan kekuatan, semangat dan emosi untuk menjadi hidup dan bergerak, atau hanya berkesan hidup. Pengertian animasi secara khusus adalah “Animated, a motion picture consisting of series of individual hand-drawn sketches, in which the positions or gestures of the figures are varied slightly from one sketch to another.
Generally, the seried is film and, when projected on screen, suggest that figures are moving” (Djalle, 2006:2-5)
Dari sekian banyak film animasi yang beredar dan ditayangkan di televisi, film animasi 2D yang paling akrab dengan keseharian kita. Film animasi 2D biasa disebut dengan film kartun. Kartun sendiri berasal dari kata cartoon yang artinya gambar yang lucu.
Memang, film kartun itu kebanyakan film yang lucu dan menawarkan dunia keceriaan (tawa) pada penonton. Itulah sebabnya mengapa film animasi atau kartun sangat digemari oleh anak-anak maupun penonton dewasa. Berbeda dengan kondisi di perpustakaan yang digambarkan dalam adegan yang “serius” seperti kata-kata “sstt”, “tidak boleh berisik”, “sunyi”, “gelap”, “buku yang berdebu dan tertata rapi” dan sebagainya.
Perpustakaan dalam film Animasi Avatar
Media visual terutama film memberi kemudahan dan menarik untuk ditonton terutama bagi anak. Salah satu cara untuk memperkenalkan perpustakaan yang paling mudah dan menarik adalah lewat film animasi.
Dalam film animasi Avatar : The Legend of Aang, perpustakaan digambarkan sebagai sumber pengetahuan dimana Aang dan teman-temannya dan seorang Profesor Antopologis mencari buku tentang pengetahuan untuk mengalahkan musuh-musuh mereka.
Perpustakaan itu adalah sebuah bangunan Romawi bertiang besar, bertingkat dan megah yang dijaga oleh seekor burung hantu yang mempunyai kekuatan dan pengetahuan yang sangat hebat. Setiap orang yang datang ke perpustakaan itu diwajibkan menyerahkan apa yang dimilikinya untuk disimpan dalam perpustakaan tersebut.
Keinginan untuk mengambil pengetahuan dari perpustakaan harus dibarengi dengan kemauan untuk memberi sesuatu untuk pengetahuan yang sudah ada. Mereka diperbolehkan untuk membaca dengan syarat hanya untuk kebaikan bukan untuk membalas dendam atau menghancurkan orang lain.
Anatomi kisah yang didapat pada adegan dengan setting di perpustakaan pada film Avatar diatas adalah :
- Perpustakaan sebagai sumber pengetahuan
- Perpustakaan adalah sebuah bangunan Romawi yang bertiang besar, megah dan bertingkat
- Pustakawan digambarkan seperti seekor burung hantu yang mempunyai kekuatan dan pengetahuan yang sangat hebat
- Pengguna/pembaca diwajibkan menukar apa yang dimilikinya untuk disimpan dalam perpustakaan tersebut
- Keinginan untuk mengambil harus dibarengi dengan kemauan untuk memberi sesuatu
- Membaca untuk kebaikan bukan balas dendam atau menghancurkan orang lain
Andai Pustakawan sebagai Animator
Keenam anatomi kisah yang didapat dari adegan Aang dan teman-temannya dalam mencari buku tentang pengetahuan di perpustakaan memberi pengertian dan pemahaman kepada seorang pustakawan tentang `citra’ yang terbangun dari relasi antara perpustakaan, pustakawan dan pengguna. Citra perpustakaan sebagai sumber pengetahuan.
Berikut adalah sketsa relasi antara perpustakaan, pustakawan dan pengguna yang memberikan citraan atau representasi semu (mirror image).
Membangun citra dari sebuah realitas yang sebenarnya tentang perpustakaan adalah tugas seorang pustakawan. Citra (image) dalam Piliang (2004:15) didefinisikan sebagai sesuatu yang tampak oleh indra, akan tetapi tidak memiliki eksistensi substansial. Dalam pembuatan film animasi, sutradara atau filmmakers mengandalkan imajinasi.
Imajinasi dalam Tedjoworo (2001:21) adalah daya untuk membentuk gambaran (imaji) atau konsep-konsep mental yang tidak secara langsung didapatkan dari sensasi (pengindraan). Bahwa imajinasi sebagai suatu daya, maka film animasi yang kita lihat tidak sama dengan imaji yang muncul saat sutradara atau filmmakers berimajinasi.
Imajinasi direalisasikan oleh animator dengan sebuah teknik film. Teknik film animasi, seperti halnya film hidup, dimungkinkan adanya perhitungan kecepatan film yang berjalan berurutan antara 18 sampai 24 gambar tiap detiknya.
Gambar yang diproyeksikan ke layar sebetulnya tidak bergerak, yang terlihat adalah gerakan semu, terjadi pada indra akibat perubahan kecil dari satu gambar ke gambar yang lain, yang disebut persistence of vision, sehingga mengasilkan suatu ilusi gerak dari pandangan kita. (Djalle, 2006:6)
Citra atau imagi (image) adalah tanda yang secara langsung bersifat ikonis. Ikon dalam Listiani (2007:46-48) adalah tanda yang didasarkan pada kemiripan di antara tanda (representamen) dan objeknya, walaupun tidak semata-mata bertumpu pada pencitraan “naturalistic” seperti apa adanya.
Charles Sander Pierce (Listiani, 2007:47) mencirikan ikon sebagai “suatu tanda yang menggantikan (stands for) sesuatu semata-mata karena ia mirip dengannya”; sebagai suatu tanda yang “mengambil bagian dalam karakter-karakter objek”; atau sebagai suatu tanda yang “kualitasnya mencerminkan objeknya dan membangkitkan sensasi-sensasi analog di dalam benak lantaran kemiripannya itu”.
Gambar perpustakaan pada setting film animasi Avatar adalah ikon dari sebuah perpustakaan yaitu gambar yang mempunyai kemiripan dengan objeknya. Perpustakaan yang digambarkan sebagai sebuah bangunan Romawi yang bertiang besar, megah dan bertingkat.
Tanda ikonis lain yang terdapat pada anatomi kisah diatas adalah metafora. Metafora dalam Webster’s Third New International Dictionary (Listiani, 2007:48) didefinisikan secara tipikal sebagai “sebuah kiasan yang menggunakan sepatah kata atau frase yang mengacu kepada objek atau sesuatu yang lain sehingga tersarankan suatu kemiripan atau analogi diantara keduanya”.
Metafora sebagai sebuah perbandingan yang tersirat (implied comparison). Dalam anatomi kisah film animasi diatas, pustakawan digambarkan sebagai seekor burung hantu yang mempunyai kekuatan dan pengetahuan yang sangat hebat.
Seekor burung hantu yang mempunyai sifat-sifat kepustakawanan seperti:
- “waspada”, waspada dengan segala kemungkinan yang terjadi;
- “peka atau cepat bereaksi”, peka dengan kondisi sekitar dan cepat menyesuaikan dengan perkembangan baru;
- “menjaga”, selalu berjaga-jaga dan menjaga koleksi yang dimilikinya;
- “kuat dan tangguh”, memiliki kekuatan dan pengetahuan akan sesuatu (pengetahuan) dari koleksi yang ada dan selalu mengingatkan tentang kebaikan pada orang lain.
Itulah sifat-sifat kepustakawanan yang ada pada film animasi Avatar, sifat yang juga dimiliki seorang empu.
Sebagai seorang animator, pustakawan harus mengetahui pengertian dan teknik pembuatan film animasi. Film animasi adalah hasil karya manusia berupa gambar-gambar sketsa yang teratur dari satu kerangka ke kerangka yang berikutnya. Dalam film animasi, manusia berusaha untuk menghidupkan benda-benda mati, sebagaimana arti dari kata “animatus” yaitu memberi jiwa.
Pembuatan film animasi dibutuhkan sejumlah gambar sketsa yang selaras satu sama lain dengan percakapan yang berlangsung, selaras antara gerakan dengan musiknya atau efek suara yang dibutuhkan. Intisari dari film animasi khususnya kemampuan untuk mengubah apa yang secara statis menjadi sesuatu yang secara wajar hidup dalam sebuah gerakan.
Gerakan itu sendiri merupakan sifat khas dari kehidupan. Penambahan unsur audio pada perkembangan animasi, yang pada awalnya hanya berupa gambar bergerak, yang bisu memberi dampak yang besar dalam animasi. Unsur radio tersebut lebih memudahkan proses menyampaikan pesan/proses berkomunikasi.
Pengertian “animasi” (animation) adalah metoda pembuatan film yang menghasilkan gerakan-gerakan dengan proyeksi serangkaian urutan gambar yang digambar satu persatu sehingga merupakan susunan gerak. Film yang dihasilkan kerap disebut sebagai film animasi atau film kartun.
Sedangkan Animasi digital (digital animation) didalam Kamus Desain (Sachari, 1998:7) adalah teknik pembuatan film animasi yang dilakukan dengan program komputer grafis. Sedangkan untuk film-film yang bersifat merekonstruksi gerakan binatang atau manusia di gunakan sistem animatronik ialah perpaduan antara teknik animasi dengan media elektronik.
Menurut Djuadi (1983:5) film animasi mempunyai peranan-peranan yang penting, diantaranya adalah :
- Film animasi dapat menyajikan suatu kekuatan-kekuatan yang tidak terlihat oleh mata akan tetapi dapat kita rasakan. Suatu tekanan yang dirasakan waktu mengangkat suatu benda, kekuatan angin topan, gelombang suara, semuanya dapat digambarkan melalui film animasi.
- Film animasi dapat melukiskan suatu proses yang sedang berlangsung, seperti proses pertumbuhan tanaman, proses perubahan bunga menjadi buah, proses pencernaan makanan, proses terjadinya hujan, proses meletusnya gunung berapi, proses peredaran matahari – bulan- bumi, proses pertukaran zat, kesemuanya dapat digambarkan melalui film animasi dengan jelas.
- Film animasi dapat memberikan tanda-tanda secara kasat mata (visual)
- Film animasi dapat mempercepat/memperlambat suatu proses sesuai dengan kebutuhan
- Suatu pandangan atau penglihatan yang luas, yang tidak seluruhnya bisa ditangkap oleh mata, dapat dengan jelas digambarkan melalui film animasi dalam ukuran yang terbatas.
- Film animasi mempunyai kecepatan untuk menonjolkan suatu obyek dalam batas waktu yang begitu sempit, dengan kemampuannya untuk di ulang-ulang.
- Film animasi dapat menambahkan kejelasan suatu analisa dengan jalan menyederhanakan ke proses-proses dasar apa saja yang dalam kehidupan wajar terlalu cepat, terlalu lambat ataupun terlalu tersembunyi untuk bisa diabadikan.
Peranan penting dari film animasi diatas dibagi dalam beberapa jenis film animasi yaitu :
- Film gambar, merupakan hasil pemotretan kerangka demi kerangka dari rangkaian lembaran celuloid yang sudah digambar sebelumnya, dan lukisan latar belakangnya lembar dari lembar disusun sesuai dengan isi ceritanya, merupakan tahap dari gerakan yang ada dalam jarak waktu seperduapuluhempat bagian dari satu detik.
- Film boneka, bentuk film ini merupakan hasil pemotretan kerangka demi kerangka dari boneka-boneka yang dapat digerakkan
- Film bayangan
- Pixilasi
- Penggambaran langsung.
Begitu pula dengan gaya film animasi dibagi menjadi 5 (lima) antara lain :
a. Gaya realis, didalam gaya realis lebih diutamakan kecermatan atau ketelitian dalam bentuk dari tokoh-tokohnya ataupun lukisan latar belakangnya. Demikian juga mengenai warna-warna yang dipergunakan mengesankan warna sesungguhnya dari benda-benda yang digambarkan, misalnya : daun berwarna hijau, langit berwarna biru dan lain-lain. Gaya realis ini sangat tepat untuk suatu kebutuhan akan komunikasi, karena dapat dikenal dengan cepat oleh penonton. Film animasi dengan gaya realis ini banyak dipakai untuk suatu keperluan pendidikan maupun untuk keperluan hiburan semata-mata.
b. Gaya karikatur, didalam gaya karikatur ini bentuk dari pada tokoh-tokohnya dan tulisan latar belakangnya diubah bentuknya yang asli menjadi bentuk-bentuk yang sederhana dan bebas. Film animasi dengan gaya ini pada umumnya sangat disukai oleh anak-anak.
c. Gaya dekoratif, gaya ini merupakan stilasi dari bentuk sebenarnya suatu benda, sehingga menjadi bersifat hiasa. Gaya dekoratif ini banyak dianut oleh seniman-seniman animasi dari Cekoslowakia. Penggambaran yang dipakai berasal dari buku-buku ilustrasi anak-anak yang banyak berisi cerita-cerita rakyat mereka.
d. Gaya perlambangan (simbolis), film animasi dengan gaya perlambangan ini mempunyai dasar-dasar yang bersifat budaya dalam bentuk grafis yang mempunyai suatu arti yang khas bagi suatu masyarakat. Bentuk swastika, palu atau silang, membawa suatu gambaran tertentu tentang nilai-nilai budaya. Lambang dapat mewakili kekuatan-kekuatan di balik beberapa gejala alam atau mungkin juga digunakan untuk melambangkan sifat-sifat dari suatu aksi.
e. Gaya bebas, gaya ini merupakan suatu hasil kesenian yang bersifat bebas, tanpa dipengaruhi oleh tema-tema tertentu, angan-angan seniman yang diterjemahkan dalam bentuk gambar, serta bahan-bahan yang dipakai juga bisa bebas tergantung dari sipembuatnya. Film yang dihasilkannya mempunyai nilai dan keindahan tertentu dan tidak mempunyai sasaran tertentu untuk para pemirsa. Jadi hanya bersifat pengembangan gagasan-gagasan saja.
Dilihat dari durasinya, animasi dapat dibagi menjadi 5 kategori (Cahyono, 2001:13) yaitu :
- spot animation (durasi 10-60 detik)
- pocket animation (durasi 50-2 menit)
- short animation (durasi 2-20 menit)
- medium length animation (durasi 20-50 menit)
- full length animation (durasi 50 menit <)
Sedangkan dari tampilannya, film animasi dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu :
- animasi 2 dimensi (termasuk animasi gambar dan cut out)
- animasi 3 dimensi (menggunakan objek 3 dimensi dengan reka komputer)
- animasi gabungan antara 2 dimensi dan 3 dimensi
Teknik animasi (Mulyanegara, 1994:17-19; Djalle, 2006: 6-8) yang biasa dilakukan dapat digolongkan pada 3 jenis teknik bentuk dasar yaitu :
1. Animasi gambar, jenis film animasi ini seluruhnya menggunakan runtun kerja gambar. Semua runtun kerja jenis ini dikerjakan di atas bidang datar atau papar. Ada 2 jenis animasi gambar ini yaitu pertama, film animasi “sel” (cel technique) yang merupakan teknik dasar dari film animasi kartun (cartoon animation), yang memanfaatkan serangkaian gambar yang dibuat diatas lembaran plastik tembus pandang (sel). Kedua, penggambaran langsung pada film, tanpa melalui runtun pemotretan kamera “stop frame”.
2. Animasi obyek, pengertian dalam film animasi adalah segala macam bentuk benda yang sifatnya 3 dimensi, yang digunakan untuk tujuan yang sama. Bentuknya dapat berupa apa saja yang berada disekitar kita, yang mungkin pada mulanya tidak terbayangkan akan berfungsi sebagai benda animasi.
3. Animasi komputer adalah film animasi yang dalam pengerjaannya menggunakan komputer sebagai alat bantu. Semula komputer digunakan hanya untuk mempermudah proses pengerjaannya, tetapi sekarang tidak sedikit film animasi yang total semua pengerjaannya oleh komputer.
Dengan adanya komputer proses pembuatan film animasi dapat berlangsung lebih cepat jika dibanding dengan cel animasi/animasi obyek dan juga mengenai biaya dapat ditekan sehingga cukup hemat jika dibanding dengan teknik animasi yang lain.
Hanya saja film animasi komputer pada saat ini kehalusan geraknya masih sangat terbatas kemampuannya, tetapi jika kita bandingkan dengan pengerjaan secara manual komputer mempunyai beberapa kelebihan seperti dalam proses pewarnaan yang dapat lebih cepat pemilihan dan pembuatan tekstur yang mungkin jika dilakukan secara manual akan memakan waktu lama dan tidak mudah.
Komputer juga dapat membantu animator dalam hal sudut pengambilan kamera atau lazimnya disebut proses layout. Tetapi kesemuannya itu tergantung kepada kecanggihan komputer dan kelengkapan fasilitas yang dapat diberikan dari software yang kita gunakan.
Selain penguasaan akan teknik film, seorang pustakawan harus memiliki pengetahuan dan kepekaan untuk mengetahui oposisi biner yang ada pada sebuah film. Pengetahuan oposisi biner dari film yang ada mengenai “kejahatan/kebaikan”, “mengambil/memberi”, “lemah/kuat”, “langit/bumi”, “hitam/putih” dan sebagainya, digunakan pustakawan sebagai bekal dalam membuat film selanjutnya (Listiani, 2006:20).
Kepekaan atau “sense” pustakawan sebagai seorang animator inilah yang seharusnya terus dikembangkan untuk membangun citra yang lebih baik dari sebelumnya.Pustakawan yang mencoba berperan sebagai animator (pembuat film animasi) yang berusaha untuk merekam suatu keadaan, mengemukakan sesuatu atau memenuhi kebutuhan umum yaitu mengkomunikasikan suatu gagasan, informasi kepada pengguna/penonton lewat media visual (film).
Karena film mempunyai keunikan dimensi, mempunyai sifat “menghibur, menerangkan dan pendidikan”, sehingga film diterima sebagai salah satu media audio visual yang paling popular dan digemari.
Selain itu pustakawan sebagai animator (pembuat film animasi) karena perpustakaan membutuhkan cara baru yang lebih segar dan lebih baik untuk menyampaikan “realitas” dan “pesan moral” kepada penonton tentang realitas perpustakaan yang sebenarnya.
Penulis: Wanda Listiani (sumber: Majalah : Visi Pustaka Edisi : Vol. 10 No. 1 – April 2008)