Dunia Perpustakaan | Artikel Perpustakaan Ilmiah | Makalah Ilmiah Perpustakaan | Berikut ini merupakan sebuah tulisan karya Fiqru Mafar dan Nining Sudiar berjudul “Pertumbuhan Akun Twitter Perpustakaan Di Indonesia”. Tulisan ini dikutip dan pernah dipublikasikan dalam Majalah Visi Pustaka Edisi : Vol. 15 No. 3 – Desember 2013.
Abstrak
Pendahuluan
Sejak isu mengenai Library 2.0 diperkenalkan pada Agustus 2005 oleh Michael Casey (Casey and Savastinuk, 2007:xxi), banyak perpustakaan di dunia mulai ikut membicarakan hal yang sama. Bahkan di Indonesia sendiri, Perpustakaan Nasional telah mengadakan Konferensi Perpustakaan Digital (KPDI) setiap tahunnya sejak 2008 lalu. Sampai saat ini, Perpustakaan Nasional telah 5 kali melaksanakan kegiatan tersebut.
Isu yang paling menarik dari Library 2.0 adalah adanya keterlibatan pemustaka dalam mengoptimalkan pelayanan perpustakaan. Dalam hal ini, perpustakaan tidak hanya berfungsi sebagai penyedia informasi saja. Lebih dari itu, perpustakaan juga berfungsi sebagai suatu jejaring sosial yang mengajak pemustaka ikut serta dalam menyebarkan informasi yang mereka miliki.
Saat ini, jejaring sosial telah berkembang pesat di kalangan masyarakat. Bahkan, hampir seluruh masyarakat saat ini telah mengenal dengan baik berbagai jejaring sosial yang ada. Jejaring sosial itu sendiri merupakan struktur sosial yang terdiri dari elemen-elemen individual atau organisasi.
Jejaring ini menunjukan jalan dimana mereka berhubungan karena kesamaan sosialitas, mulai dari mereka yang dikenal sehari-hari sampai dengan keluarga (J.A. Barnes: 1954 dalam Warta Warga). Salah satu jejaring sosial yang cukup populer di dunia saat ini adalah Twitter.
Twitter adalah salah satu jejaring sosial yang cukup terkenal di kalangan masyarakat Indonesia. Popularitas Twitter di kalangan masyarakat dapat dilihat dari beberapa hasil penelitian yang menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia telah cukup familiar dengan jejaring sosial ini.
Sejak diluncurkan pada tahun 2006, Twitter telah berkembang dengan pesat sebagai jaringan sosial di dunia. Twitter jugatelah tumbuh sebagai jejaring social popular untuk perpustakaan. Makalah ini bertujuan untuk menyajikan gambaran pertumbuhan akun twitter Perpustakaan. Sebanyak 89 account Twitter dari berbagai jenis perpustakaan di Indonesiatelah dianalisis. Hasil analisis menunjukkan bahwa tahun 2012 merupakan tahun di mana sebagian besar perpustakaan diakun Twitter diciptakan.
Sebagian besar dari mereka adalah perpustakaan universitas. Analisa ini juga menunjukkan bahwa tidak semua perpustakaan dikomunikasikan secara aktif melalui Twitter. Kami menyarankan bahwa perpustakaan dapat menunjuk seorang staf khusus untuk membuat dan mengelola akun Twitter.
Berdasarkan sebuah penelitian yang dilakukan oleh Semiocast, Indonesia termasuk ke dalam lima negara pengguna Twitter terbesar di dunia (Asih, 2012). Lebih jauh lagi, 6.4% tweet yang ada menggunakan bahasa Melayu dan menjadikannya bahasa terbesar ke lima yang digunakan untuk men-tweet setelah bahasa Inggris, Jepang, Portugis, dan Spanyol.
Semiocast menegaskan bahwa tweet berbahasa Melayu paling banyak berasal dari Indonesia. Analisis lain menunjukkan bahwa dua kota besar di Indonesia menempati posisi asal tweet teratas di dunia, yaitu Jakarta di urutan pertama dan Bandung di urutan ke enam (Dahi, 2012).
Hal tersebut di atas menunjukkan bahwa Twitter merupakan jejaring sosial yang potensial yang dapat digunakan oleh berbagai lembaga untuk mengoptimalkan pelayanan mereka, termasuk perpustakaan.
Twitter dapat digunakan sebagai sarana untuk mendekatkan diri dengan pemustakaa. Oleh karena itu, melalui penelitian awal ini, penulis bermaksud untuk mengkaji bagaimana pertumbuhan akun Twitter perpustakaan di Indonesia.
Twitter dan Perpustakaan
Twitter adalah sebuah situs yang mengijinkan seseorang untuk berbagi pemikiran, informasi, serta berkomunikasi, baik bersifat pribadi maupun bersifat publik dengan pengguna Twitter lainnya (Thomases, 2010:4). Pada dasarnya, Twitter hampir serupa dengan jejaring sosial lainnya. Namun, jejaring sosial ini memiliki ciri khusus yang membedakannya dengan jejaring sosial lainnya.
Twitter hanya memperbolehkan penggunanya untuk tweet sebanyak 140 karakter. Jumlah tersebut lebih sedikit daripada jumlah karakter yang diperbolehkan untuk satu kali mengirim sms, yaitu 160 karakter. Kondisi ini mengharuskan penggunanya untuk memiliki sejumlah keahlian, salah satunya adalah untuk menyingkat kata-kata yang mereka gunakan dalam satu kali tweet.
Twitter diperkenalkan pertama kali pada awal 2006. Pada awalnya, model jejaring ini diperkenalkan oleh Dorsey kemudian dikembangkan bersama-sama dengan Stone dan Williams (Thomases, 2010:4). Baru tiga tahun kemudian, pada tahun 2009, Twitter telah menjadi satu dari lima web yang pling populer di dunia (Hermawan, Ed., 2010:2).
Populernya Twitter di kalangan masyarakat telah menarik perhatian beberapa lembaga untuk dimanfaatkan dalam kegiatan mereka, termasuk perpustakaan. Beberapa perpustakaan telah membuat akun di Twitter untuk berhubungan dengan pemustaka. Bahkan, Library of Congress, salah satu perpustakaan terbesar dan tertua di Amerika mulai melakukan pendokumentasian tweet pada pertengahan 2010 (Mafar, 2011).
Dalam konteks perpustakaan, Fields mengungkapkan bahwa Twitter dapat digunakan dalam pelayanan referensi (2010:14-15). Di samping itu, Milstein (2009: 14-15) telah menambahkan bahwa perpustakaan dapat menggunakan Twitter dalam beberapa hal sebagai berikut;
-
- Highlights poin-poin penting websiter perpustakaan. Perpustakaan dapat menampilkan poin-poin penting dari web perpustakaan, seperti pengumuman, link pustakawan terbaik, jam libur, dan lain-lain.
- Menginformasikan koleksi. Perpustakaan dapat menampilkan koleksi mereka, ataupun koleksi terbaru mereka.
- Pengumuman sebuah even. Perpustakaan dapat menampilkan even penting perpustakaan yang bersangkutan ataupun even lain di luar perpustakaan.
- Posting personal. Beberapa pustakawan juga dapat menampilkan pendapat mereka pribadi ataupun tweet pribadi mereka pada akun Twitter perpustakaan.
Perpustakaan di Indonesia
Di Indonesia, dikenal berbagai jenis perpustakaan. Keberagaman jenis perpustakaan ini muncul sebagai akibat dari adanya perbedaan ruang lingkup dan pemustakaan yang dilayani.
Dalam UU No. 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan telah ditetapkan bahwa terdapat 5 jenis perpustakaan, yaitu perpustakaan nasional, perpustakaan umum, perpustakaan perguruan tinggi, perpustakaan sekolah, dan perpustakaan khusus. Masing-masing jenis perpustakaan tersebut memiliki karakteristik serta ruang lingkup pemustaka yang berbeda.
Sampai saat ini, belum terdapat jumlah yang pasti mengenai berapa jumlah perpustakaan di Indonesia. Pada tahun 1999, sebuah data menyebutkan bahwa Indonesia memiliki 1 perpustakaan nasional, 2.583 perpustakaan umum, 117.000 perpustakaan sekolah, 798 perpustakaan universitas, dan 326 perpustakaan khusus (Taryadi, 1999:45). Jumlah tersebut berbanding terbalik dengan data perpustakaan berdasarkan Nomor Pokok Perpustakaan.
Dalam rangka untuk mempermudah pembinaan perpustakaan di Indonesia, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI) telah melakukan pendataan jumlah perpustakaan melalui Nomor Pokok Perpustakaan (NPP).
Berdasarkan hasil pendataan tersebut, sampai saat ini terdapat kurang lebih 25.077 perpustakaan di Indonesia. Mereka terdiri dari 21.953 perpustakaan sekolah, 1.298 perpustakaan umum, 994 perpustakaan khusus, dan 832 perpustakaan perguruan tinggi (PNRI, 2012).
Perbedaan jumlah tersebut terjadi dikarenakan oleh beberapa kemungkinan. Salah satunya adalah proses pendataan yang belum final. Sampai saat ini, PNRI masih terus melakukan pendataan perpustakaan yang ada di Indonesia. Diharapkan, kerja besar ini dapat memberikan pengaruh terhadap peningkatan kualitas perpustakaan di Indonesia.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelusuran pustaka dalam pengumpulan data. Metode penelusuran pustaka yang dimaksudkan adalah penelusuran akun Twitter yang dibuat oleh perpustakaan di Indonesia. Selain itu, penulis juga mengamati tweet yang di posting di masing-masing akun Twitter. Hal ini bertujuan untuk melihat keaktifan setiap akun Twitter perpustakaan yang telah teridentifikasi.
Untuk mempermudah proses penelitian, penelitian ini dilakukan menggunakan beberapa tahapan. Tahap pertama, peneliti melakukan penelusuran untuk memperoleh informasi mengenai perpustakaan mana saja yang telah memiliki akun Twitter. Penelusuran dilakukan dengan mengetikkan kata kunci ‘perpustakaan’ dan ‘perpus’ di kotak pencarian yang disediakan oleh Twitter.
Tahap kedua, peneliti menggunakan Twoopcharts (http://twopcharts.com/howlongontwitter/) analisis. Hal ini digunakan untuk melihat pertumbuhan akun Twitter yang telah dibuat oleh perpustakaan di Indonesia. Melalui tahap ini, nantinya akan dihasilkan umur dari masing-masing akun Twitter.
Tahap ketiga adalah menghitung jumlah tweet pada masing-masing akun. Perhitungan jumlah tweet ini digunakan untuk mengetahui seberapa aktif sebuah perpustakaan dalam menggunakan Twitter sebagai salah satu sarana komunikasi. Pada tahap ini juga akan dilakukan analisa mengenai apakah terdapat pengaruh antara usia akun Twitter dengan jumlah tweet yang dihasilkan.
Pertumbuhan Akun Twitter Perpustakaan di Indonesia
Penelitian ini adalah penelitian awal mengenai akun Twitter perpustakaan di Indonesia. Hasil penelusuran data menunjukkan bahwa meskipun Indonesia memiliki peringkat yang tinggi dalam penggunaan Twitter, namun dalam kenyataannya tidak semua perpustakaan memiliki akun Twitter.
Hal tersebut menunjukkan bahwa tingginya penggunaan Twitter oleh masyarakat Indonesia tidak memiliki pengaruh yang kuat terhadap pemanfaatan Twitter oleh para pengelola perpustakaan.
Dengan menggunakan kata penelusuran ‘Perpustakaan’ dan ‘Perpus’ pada akun Twitter, ditemukan tidak kurang dari 100 akun Twitter perpustakaan di Indonesia. Namun, dikarenakan tidak semua akun memiliki tweet maka ditentukan sebanyak 89 akun Twitter perpustakaan untuk dianalisis dalam penelitian ini. Jika dibandingkan dengan jumlah data perpustakaan berdasarkan NPP, maka jumlah tersebut masih sangat sedikit.
Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa jumlah perpustakaan berdasarkan NPP adalah sebesar 25.077 perpustakaan. Dapat diartikan bahwa hanya 0,35% perpustakaan di Indonesia memiliki akun Twitter. Jumlah tersebut tentu masih jauh dari harapan, mengingat isu Library 2.0 yang mengedepankan jejaring sosial dalam pelayanannya sedang marak diperbincangkan di Indonesia.
Gambar 1. Akun Twitter Berdasarkan Jenis Perpustakaan |
Diagram di atas menunjukkan bahwa jumlah akun Twitter perpustakaan di Indonesia terdiri dari berbagai jenis perpustakaan. Jenis perpustakaan yang memiliki akun Twitter terbanyak adalah perpustakaan perguruan tinggi, yaitu sebanyak 27 akun. Jumlah tersebut diikuti oleh perpustakaan sekolah dan perpustakaan umum (23 akun), perpustakaan khusus (15 akun), dan perpustakaan nasional (1 akun).
Kondisi di atas menunjukkan bahwa peluang pemanfaatan Twitter oleh perpustakaan lebih dilirik oleh perpustakaan perguruan tinggi dibandingkan dengan perpustakaan jenis lain. Hal tersebut diperkuat dengan akun Twitter yang paling lama dibuat merupakan akun untuk perpustakaan perguruan tinggi, yaitu Perpustakaan STIKOM Surabaya (@stikomlibrary).
Akun Twitter perpustakaan STIKOM Surabaya dibuat pada 20 Mei 2009. Terselang beberapa bulan kemudian, pada 22 Juli 2009, Perpustakaan Kemenkes membuat akun di Twitter. Namun, tidak semua perpustakaan perguruan tinggi cermat dalam melihat peluang pemanfaatan Twitter dalam bidang perpustakaan. Akun Twitter yang paling baru dibuat adalah juga berasal dari perpustakaan perguruan tinggi, yaitu Perpustakaan UNJ (@PerpustakaanUNJ).
Diagram di atas menunjukkan bahwa perpustakaan di Indonesia mulai melirik peluang pemanfaatan Twitter setelah tiga tahun sejak mulai diperkenalkan pada tahun 2006. Lebih lanjut, pertumbuhan akun Twitter untuk perpustakaan di Indonesia mulai mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan pada tahun 2011 dan 2012. Pada tahun tersebut, jumlah akun Twitter untuk perpustakaan terus mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
Gambar 3. Jumlah Tweet berdasarkan Tahun |
Meskipun Twitter telah dimanfaatkan oleh perpustakaan di Indonesia sejak 2009, namun dalam kenyataannya tidak semua perpustakaan aktif mengelola akun mereka. Salah satu indikator keaktifan tersebut dapat dilihat melalui banyaknya tweet pada tiap akun yang ada. Sebagian besar akun Twitter memiliki rata-rata tweet perhari kurang dari 5 kali.
Hanya sedikit di antara mereka yang men-tweet antara 5-10 kali sehari. Hal yang sama juga terjadi pada akun yang memiliki tweet lebih dari 10 perharinya. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara umur akun Twitter dengan jumlah tweet yang dihasilkan.
Penutup
Twitter merupakan salah satu media sosial yang memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan oleh pengelola perpustakaan. Namun, dalam kenyataannya, tidak semua perpustakaan aktif dalam memanfaatkannya. Kondisi tersebut terlihat dari masih minimnya jumlah akun Twitter yang dibuat oleh perpustakaan di Indonesia. Hal tersebut diperparah lagi dengan kurang aktifnya para pemilik akun untuk melakukan komunikasi dalam bentuk tweet.
Sebagai penelitian sederhana tentang Twitter dan perpustakaan, penulis berharap bahwa ke depannya, para pengelola perpustakaan lebih melirik potensi jejaring sosial yang ada. Maraknya penggunaan jejaring sosial oleh masyarakat tentu perlu mendapatkan perhatian tersendiri bagi para pengelola perpustakaan.
Bahkan, jika memungkinkan, perpustakaan perlu menunjuk salah seorang staff khusus untuk mengelola akun Twitter perpustakaan yang bersangkutan. Dengan demikian, diharapkan Twitter sebagai jejaring sosial dapat dijadikan sebagai sebuah sarana untuk lebih mendekatkan diri dengan pemustaka.