Seminar

Tidak Semua Ilmu Harus Diberikan melalui Seminar

Dunia Perpustakaan | Saya tegaskan bahwa melalui tulisan ini saya tidak melarang pustakawan adakan/mengikuti acara seminar. Namun terkadang saya hanya ingin mengajak kepada para pustakawan untuk lebih selektif dalam mengadakan atau mengikuti seminar.

Kegiatan seminar dan sejenisnya memang sangat penting untuk meningkatkan kemampuan SDM dan profesionalitas para pustakawan. Namun terkadang saya suka gregetan kalau misalnya kegiatan seminar itu terlalu sering dan kadang suka “berlebihan”.

Jangan berlebihan dan Buang Anggaran

Saya anggap berlebihan dan buang-buang anggaran dan waktu. Untuk kegiatan seminar yang temanya terkait ilmu yang bisa didapat cukup dengan mau MEMBACA dan PRAKTEK. Contohnya belajar tentang CANVA, atau berbagai Tools Ai seperti ChatGPT, dan sejenisnya. Semuanya itu bisa kita temukan ilmunya dengan sangat mudah hanya dengan MEMBACA dan PRAKTEK Tutorial. Yang semuanya gratis dan ada di internet seperti YouTube, TikTok, Facebook, website, dan lain-lain.

Selain ilmu tersebut bisa didapat dari internet, beberapa ilmu terkait juga bisa didapat dengan adanya komunitas kepustakawanan yang jumlahnya seabrek. Saking banyaknya, saya sendiri saja sampai bingung jumlahnya.

Maksud saya, kalau organisasi itu benar-benar berfungsi dengan baik dan benar, sesuai dengan VISI MISI yang INDAH yang mereka buat, harusnya saat ada anggota mengalami kesulitan, harusnya bisa selesai hanya dengan sharing di organisasi tersebut kan?.

Tapi kenapa hal itu tidak terjadi dan justru selalu dijadikan kegiatan-kegiatan Seminar. Padahal selama saya mengikuti berbagai seminar kepustakawanan, ilmu yang dishare sebenernya semuanya rata-rata normatif dan tidak memberikan banyak dampak. Ujung-ujungnya kalau mau dapat banyak ilmu, tetap harus banyak baca dan praktek serta banyak diskusi.

Kalau saya boleh menyebut, satu-satunya komunitas atau organisasi yang mampu bisa dicontoh itu adalah Komunitas SLiMS. Mereka tiap adakan seminar pasti ilmunya jelas bisa langsung dipraktekan dan terukur. Hebatnya lagi, melalui komunitas SLiMS yang ada di facebook dan group WhatsApp, sesama komunitas bisa saling tanya jawab dan sharing melalui group tersebut. Kalaupun sesekali adakan seminar dan workshop, itu menurutku sangat wajar. Cukup share permasalahan di group, maka anggota yang lain akan memberikan solusi, begitu seterusnya.

Abstrak

Seminar dan workshop tentang perpustakaan telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari praktik profesionalisme pustakawan. Namun, sering kali, kegiatan ini diadakan secara berlebihan tanpa pertimbangan yang matang, menghasilkan pengeluaran yang tidak efisien dan hasil yang tidak maksimal. Artikel ini mengkritisi kecenderungan pustakawan untuk mengadakan seminar dan workshop secara berlebihan, serta memberikan argumen bahwa tidak semua ilmu harus diberikan melalui kegiatan tersebut.

Pendahuluan

Sebagai garda terdepan dalam memfasilitasi akses terhadap informasi dan pengetahuan, perpustakaan dan pustakawan memegang peran penting dalam memastikan penyebaran dan pemahaman ilmu di masyarakat. Namun, dalam upaya untuk meningkatkan profesionalisme dan kompetensi, kebiasaan mengadakan seminar dan workshop tentang perpustakaan seringkali menjadi prioritas yang terlalu dominan, tanpa mempertimbangkan secara cermat efektivitas dan efisiensi dari kegiatan tersebut.

Kritik Terhadap Kebiasaan Boros Pustakawan

Pustakawan seringkali terjebak dalam rutinitas mengadakan seminar dan workshop sebagai salah satu cara untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka. Namun, tanpa evaluasi yang tepat terhadap kebutuhan sebenarnya dari pustakawan dan tanpa mempertimbangkan alternatif lain, kegiatan ini dapat menjadi boros dan tidak produktif.

Pertama, biaya yang terlibat dalam mengadakan seminar dan workshop dapat menjadi beban yang signifikan bagi institusi atau organisasi perpustakaan. Dana yang dialokasikan untuk kegiatan ini bisa jadi lebih baik digunakan untuk tujuan lain yang lebih mendesak atau efektif, seperti pengadaan koleksi baru atau pengembangan teknologi informasi.

Kedua, efektivitas dari seminar dan workshop sering kali dipertanyakan. Peserta mungkin saja hadir tanpa motivasi yang kuat, atau materi yang disampaikan tidak sesuai dengan kebutuhan mereka. Selain itu, pembelajaran yang terjadi dalam sesi-sesi singkat seringkali tidak berkelanjutan dan sulit untuk diimplementasikan dalam praktik sehari-hari.

Ketiga, kegiatan seminar dan workshop yang berlebihan juga dapat menyebabkan kelelahan dan kejenuhan pada pustakawan. Waktu dan energi yang dihabiskan untuk menghadiri acara-acara tersebut dapat mengganggu produktivitas dalam tugas-tugas sehari-hari.

Tidak Semua Ilmu Harus Diberikan Melalui Seminar dan Workshop

Penting untuk diakui bahwa tidak semua ilmu harus diberikan melalui seminar dan workshop. Ada berbagai cara lain yang dapat digunakan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pustakawan yang mungkin lebih efisien dan efektif.

Pertama, pendekatan mandiri seperti membaca literatur ilmiah, mengikuti kursus online, atau melakukan penelitian secara independen dapat menjadi alternatif yang lebih fleksibel dan terjangkau bagi pustakawan. Ini memungkinkan mereka untuk belajar sesuai dengan kebutuhan dan jadwal mereka sendiri.

Kedua, kolaborasi antar-pustakawan dan pertukaran pengalaman secara informal juga dapat menjadi sumber pembelajaran yang berharga. Diskusi kelompok atau forum online memungkinkan pustakawan untuk saling bertukar ide dan praktik terbaik tanpa memerlukan biaya atau waktu yang besar.

Ketiga, pendekatan praktis seperti pelatihan on-the-job atau mentoring langsung dari pustakawan senior juga dapat sangat efektif dalam mengembangkan keterampilan dan pengetahuan pustakawan.

Kesimpulan

Seminar dan workshop tentang perpustakaan tetaplah penting sebagai bagian dari upaya meningkatkan profesionalisme pustakawan. Namun, penting untuk tidak terjebak dalam kebiasaan mengadakan kegiatan ini secara berlebihan tanpa pertimbangan yang matang. Tidak semua ilmu harus diberikan melalui seminar dan workshop, dan pustakawan perlu mempertimbangkan alternatif-alternatif yang lebih efisien dan efektif dalam upaya meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka. Dengan demikian, pengeluaran yang diinvestasikan dalam pengembangan profesional pustakawan dapat lebih bermanfaat dan hasilnya dapat lebih maksimal.

Jika pustakawan mau koreksi, jangan-jangan masalah terbesar pustakawan selama ini SDMnya masih rendah, penyebabnya karena Pustakawan MALAS MEMBACA?

Bukankah ilmu bisa didapat lebih banyak kalau mau rajin baca?

Anda mau ikutan ribuan seminar, kalau se[ulang acara seminar tetap MALAS BACA, saya pikir SDM anda selamanya akan tidak bisa berkembang?

profil penulis: Ari Suseno

Founder CV. Dunia Perpustakaan Group. Pernah mengenyam pendidikan Jurusan Ilmu Perpustakaan (S1) di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. #ContentCreator, #Affiliate, #Blogger, #PegiatLiterasi, #SocialActivist Konsultasi dan Sharing Follow Us

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *