Menimbang Bahan Pustaka

Menimbang Bahan Pustaka, Tepat Guna dan Tepat Sasaran

Dunia Perpustakaan | Menimbang Bahan Pustaka | Sadarkah kita bahwa terkadang banyak pustakawan yang justru fokus menyalahkan minat baca masyarakat yang rendah, sehingga terkadang lupa dan malas untuk koreksi diri, kenapa orang malas datang ke perpustakaan?

Jangan-jangan, masyarakat selama ini malas datang ke perpustakaan karena adanya banyak kekurangan dalam sistem pengelolaan di perpustakaan tersebut?

Misalnya, orang malas datang ke perpustakaan mungkin karena pelayanan pustakawanya yang tidak ramah, akses internet tidak ada, ataupun kalau ada internet tapi koneksinya super lelet, atau bisa jadi karena bahan-bahan pustaka dan koleksi bukunya tidak sesuai dengan kebutuhan pemustaka di sekitarnya, dan masalah-masalah lain yang menjadi penyebab masyarakat malas datang ke perpustakaan.

Terkait dengan bahan pustaka, berikut ini ada ulasan menarik dari Agung Sundowo berjudul “Menimbang Bahan Pustaka, Tepat Guna dan Tepat Sasaran”. Tulisan ini sebelumnya sudah pernah dipublikasikan dan dimuat di Majalah Visi Pustaka, Edisi : Vol. 13 No. 3 yang dipublikasikan di bulan Desember 2011.

Abstrak

Jenis informasi yang diperlukan masyarakat sangat beraneka ragam dan relevansi sebuah informasi bagi seseorang sangat dipengaruhi oleh keadaan aktual pada dirinya. Memahami jenis-jenis informasi yang dibutuhkan pengguna perpustakaan sangat penting dan ini menjadi dasar pertimbangan dalam menyeleksi bahan pustaka untuk keperluan pengembangan perpustakaan.

Secara garis besar, relevansi antara buku bacaan dengan kebutuhan pengguna dipengaruhi oleh kondisi eksternal (keadaan lingkungan), seperti wawasan umum; kondisi sosial budaya; potensi ekonomi dan sumber daya alam; kondisi geografis dan lingkungan; dan kondisi internal (pribadi pengguna) seperti dinamika psikologis yang dipengaruhi oleh usia pengguna.

Artikel Lengkap

Menimbang Bahan Pustaka, Tepat Guna dan Tepat Sasaran

Perpustakaan, baik yang konvensional maupun digital, didirikan untuk memenuhi kebutuhan informasi bagi penggunanya.  Keterkaitan antara informasi dalam bahan pustaka yang tersedia dengan informasi yang diperlukan memiliki peranan yang sangat vital. Semakin tinggi tingkat pemenuhan kebutuhan tersebut, semakin tinggi pula nilai guna atau manfaat sebuah perpustakaan.

Perkembangan teknologi dan kebudayaan pada saat ini menuntut  adanya usaha pengembangan perpustakaan, baik itu dari segi muatan isi maupun pilihan media.

Penyesuaian dari segi muatan isi berada dalam ketegangan pilihan antara mengeksplorasi perkembangan mutakhir dan kebutuhan mengaktualkan kekayaan tradisi yang ada dan hidup di masyarakat agar tidak punah.

Ketegangan lainnya yaitu antara peranan perpustakaan untuk mendorong peningkatan ekonomi rakyat dan kepentingan untuk memelihara keseimbangan alam.

Pilihan media baca dan sumbernya sangat banyak, seiring dengan kemajuan teknologi digital yang terjadi. Namun, penggunaan teknologi mutakhir memerlukan perhitungan anggaran yang cermat karena harus mengalokasikan dana untuk infrastruktur pendukung dan kemampuan sumber daya manusia pengelolanya.

Informasi Beragam

Jenis informasi yang diperlukan masyarakat sangat beraneka ragam. Relevansi sebuah informasi bagi seseorang sangat dipengaruhi oleh keadaan aktual pada dirinya.

Selain untuk memenuhi rasa ingin tahu, informasi yang dikonsumsi oleh seseorang  bertujuan untuk menyelesaikan masalah-masalah dalam kehidupannya, terutama yang bersifat sangat penting dan mendesak.

Sebagai contoh, informasi produk fashion bagi seorang remaja lebih relevan daripada informasi tentang seluk beluk penyakit encok.

Bagi remaja, pengetahuan mode yang up to date sangat penting dalam pergaulan, dan dengan demikian dapat menopang pula eksistensi di antara sesama remaja lainnya.

Sebaliknya, seluk beluk penanganan asam urat dalam tubuh bagi seorang lanjut usia jelas lebih dicari daripada informasi tentang trik-trik menarik perhatian lawan jenis. Pendek kata, lain usia lain beritanya.

Memahami jenis-jenis informasi yang dibutuhkan pengguna perpustakaan dengan demikian sangat penting. Hal ini menjadi dasar pertimbangan dalam menyeleksi bahan pustaka untuk keperluan pengembangan perpustakaan.

Secara garis besar, relevansi antara buku bacaan dengan kebutuhan pengguna dipengaruhi oleh kondisi  eksternal (keadaan lingkungan) dan kondisi internal (pribadi pengguna).

Kondisi Eksternal

Kondisi eksternal yang menjadi bahan pertimbangan dalam hal ini dapat disebutkan sebagai berikut, antara lain:

  1. Wawasan umum,
  2. Kondisi sosial budaya,
  3. Potensi ekonomi dan sumber daya alam,
  4. Kondisi geografis dan lingkungan.

Sedangkan kondisi internal adalah dinamika psikologis yang dipengaruhi oleh usia pengguna.

Pertimbangan Kondisi Eksternal

#1. Wawasan umum

Wawasan umum atau pengetahuan umum mencakup berbagai hal yang  perlu atau ingin diketahui pengguna dari berbagai kalangan. Berita-berita terkini dalam koran atau majalah, kamus bahasa atau kamus istilah, ensiklopedi umum atau ensiklopedi khusus, dapat kita golongkan sebagai wawasan umum.

Koleksi ini  sedapat mungkin harus selalu aktual dan tersedia setiap saat, sehingga memungkinkan untuk dijadikan referensi yang tidak dapat dipinjam dan harus dibaca di tempat.

Berbagai jenis kamus dan ensiklopedi kini tersedia pula dalam format digital, misalnya Microsoft Encarta, Encyclopedia Britannica, dan buku-buku pelajaran sekolah. Apabila di sebuah perpustakaan tersedia komputer, mungkin akan lebih menyenangkan jika tersedia referensi dalam format digital ini, apalagi bila tersedia juga koneksi internet yang memadai.

#2. Kondisi sosial budaya

Perpustakaan dapat ikut ambil bagian dalam usaha memperkenalkan, melindungi, dan mengembangkan kebudayaan daerah-daerah di Nusantara.

Keanekaragaman budaya di Indonesia sangat tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain pada umumnya.  Menurut Kepala Badan Pusat Statistik, Rusman Heriawan, dari hasil sensus penduduk terakhir, diketahui bahwa di Indonesia terdapat 1.128 suku bangsa (Jawa Pos daring, 3 Februari 2010). Masing-masing suku bangsa itu memiliki bahasa, kesenian, upacara adat, dan artefak budaya lainnya yang khas sebagai warisan dari nenek moyang.

Mempertontonkan atraksi dan artefak budaya tradisional secara fisik sulit dilakukan setiap saat. Oleh karena itu, literatur yang disediakan di perpustakaan dapat mewakili keberadaan tersebut tanpa harus mengurangi nilai informatifnya. Literatur itu dapat pula dijadikan sebagai media pengenalan kepada generasi muda atau pengunjung yang ingin memperoleh informasi budaya setempat.

Kasus-kasus klaim warisan budaya terhadap yang dilakukan Malaysia beberapa waktu lalu (dan sangat mungkin terjadi lagi) menggugah kesadaran kita akan pentingnya usaha-usaha inventarisasi aset-aset budaya kita.

Dalam kurikulum sekolah, materi pengenalan kebudayaan daerah sudah tersedia. Namun, kajian secara lengkap dan utuh tentu tidak memungkinkan untuk disajikan semuanya dalam kurikulum yang terbatas.

Pemerintah daerah perlu memikirkan agar dapat mendokumentasikan aset dan kegiatan budaya daerah masing-masing sehingga dapat  mempermudah pengelolaan dan menghindari ancaman kepunahan.

#3. Potensi ekonomi dan Sumber Daya Alam (SDA)

Pada tahun 2009, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat lebih dari 32 juta penduduk miskin di Indonesia. Sedikit menurun dari data tahun 2008 yaitu sekitar 34.963.000 penduduk.

Perpustakaan dapat membantu masyarakat dalam upaya meningkatkan taraf hidup masyarakat dengan cara menyediakan informasi yang diperlukan dalam kegiatan-kegiatan ekonomi sehari-hari bagi penggunanya. Potensi ekonomi dan SDA perlu juga dipertimbangkan dalam usaha pengembangan perpustakaan ini.

Selain aspek sosial budaya yang beraneka ragam, potensi ekonomi setiap daerah juga berbeda. Perbedaan ini tidak selalu sama persis dengan batas-batas wilayah secara administratif. Sebagai contoh, masyarakat yang bercorak agraris tentu memerlukan pengetahuan yang berkaitan dengan bidang pertanian.

Informasi yang relevan bagi mereka adalah informasi pertanian dari hulu hingga ke hilir, misalnya, pemuliaan benih, pemeliharaan tanaman, pemberantasan hama, hingga pemanenan dan pemasarannya.

Segi-segi penunjang lain seperti pengetahuan varitas tanaman, kecocokkan iklim, kesesuaian kondisi tanah, dan usaha peningkatan nilai tambah komoditi, dapat bernilai informatif penting bagi para petani.

Penerapan serupa dapat kita lakukan di daerah lain yang berbeda coraknya. Daerah-daerah pesisir, daerah-daerah yang berbatasan dengan hutan, desa-desa wisata, masyarakat pengrajin dan komunitas-komunitas kreatif,  dapat kita temukan tersebar di Indonesia.

Menurut Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik tahun 2009, saat ini terdapat sekurang-kurangnya 99 jenis usaha produksi atau jasa. Setiap jenis usaha itu memerlukan dukungan informasi-informasi khas bidangnya guna menunjang produktivitas selain pembinaan langsung dari lembaga terkait.

Penting juga kita pikirkan agar kegiatan-kegiatan ekonomi tersebut tidak berubah jadi desakan kepentingan yang mengancam kelestarian lingkungan hidup. Saat ini banyak sekali kegiatan ekonomi yang berdampak buruk bagi lingkungan.

#4. Kondisi geografis dan keadaan lingkungan

Kerusakan lingkungan tidak hanya disebabkan oleh ulah manusia tetapi dapat juga karena faktor-faktor alami yang wajar. Kerusakan alami ini dapat terjadi sedemikian dahsyatnya berupa bencana alam yang mengancam keselamatan jiwa penduduk.

Upaya-upaya untuk meminimalkan risiko (mitigasi) bencana alam dapat dilakukan lewat penyebaran informasi atau sosialisasi di perpustakaan. Upaya ini termasuk ke dalam antisipasi atau pola penanggulan sebelum potensi bencana yang ada benar-benar terjadi.

Jika kita telusuri hingga penyebab utamanya, potensi kebencanaan adalah khas untuk tiap daerah. Pengetahuan geologi, klimatologi, dan ekologi lingkungan  dapat memberikan penjelasan ilmiah mengenai sebab-sebab terjadinya bencana alam di suatu daerah.

Sayangnya, rentang waktu yang lama dari frekuensi terjadinya suatu bencana sering melenakan penduduk dan melupakan ancaman potensi bahaya yang timbul. Bencana alam yang rutin terjadi saja, misalnya banjir tahunan di Jakarta, seringkali diabaikan, apalagi bencana alam lain yang jeda waktunya bisa puluhan hingga ratusan tahun.

Dokumentasi peristiwa kebencanaan disertai petunjuk-petunjuk sederhana mitigasi sangat kita perlukan guna menghindari jatuhnya korban. Perpustakaan bersama elemen-elemen informatif lain dapat dijadikan sarana untuk sosialisasi mitigasi kebencanaan kepada masyarakat sekitar.

Selain masalah bencana alam, informasi lingkungan yang perlu disajikan kepada masyarakat adalah tentang keanekaragaman flora dan fauna serta keunikan kondisi alam. Sosialisasi undang-undang perlindungan dan petunjuk teknis pengelolaan tidak kalah pentingnya dilakukan agar masyarakat tidak terlibat dalam kegiatan eksploitasi yang merusak.

Pertimbangan Kondisi Internal

Kebutuhan hidup manusia tidak hanya sebatas materi fisiologis saja. Kondisi kejiwaan memiliki kebutuhannya sendiri yang berbeda-beda menurut tahap perkembangan dalam hidup manusia.

Bahkan kebutuhan jasmani itu banyak dipengaruhi oleh aspek psikologi. Sebagai contoh, kebutuhan makan dipengaruhi oleh cita rasa atau selera hingga status sosial seseorang. Jadi tidak semata bersifat fungsional.

Keadaan dan kesehatan psikologi itu dipengaruhi oleh informasi atau pengetahuan yang diperoleh melalui panca indra selama dan sepanjang hidup seseorang. Buku bacaan yang disediakan di perpustakaan dapat menyediakan pengetahuan-pengetahuan mendasar sesuai usia dan dapat memberi pengayaan alternatif yang mencerahkan.

Realitas keadaan psikologis seseorang dan keadaan idealnya menciptakan ketegangan-ketegangan dalam hidup. Dalam Psikologi Perkembangan, komponen sosio afektif, ketegangan psikis dalam diri, adalah sangat fundamental dalam kepribadian dan perkembangan seseorang (Monks dkk., 2002).

Fase-fase perkembangan psikologis manusia sudah diteliti sejak lama oleh para ilmuwan. Salah satu pendapat mengenai fase-fase ini dikemukakan oleh Erik Erikson (1902-1994).

Menurut Erikson, fase perkembangan psikologis pada manusia dibagi menjadi 8 tahap yaitu:

Tahap I

Usia 0-1 atau 1,5 tahun, masa bayi (infancy), berada dalam tahap mengembangkan kepercayaan pada orang terdekat terutama ibu dan melawan sikap-sikap ketidakpercayaan dasar.

Tahap II

Usia 2-3 tahun, masa kanak-kanak awal (early childhood), berada dalam tahap mengembangkan kemandirian dan melawan perasaan-perasaan malu dan ragu-ragu.

Tahap III

Usia 3-6 tahun, masa anak pra sekolah (play age), berada dalam tahap bermain-belajar, mempunyai dan melakukan inisiatif atau gagasan tanpa melakukan kesalahan.

Tahap IV

Usia 6-12 tahun, masa anak sekolah (school age), berada dalam tahap mengembangkan kemampuan kerja keras dan menghindari perasaan rendah diri.

Tahap V

Usia 12-18 atau 20 tahun, masa remaja (adolescence), berada dalam tahap pencapaian identitas diri melawan peran ganda antara ciri identitas anak-anak dengan ciri  identitas orang dewasa.

Tahap VI

Usia 18 atau 20-30 tahun, masa dewasa muda (young adulthood ), berada dalam tahap kedekatan dengan orang lain melawan kesendirian atau isolasi.

Tahap VII

Usia 30-60 tahun, masa dewasa (adulthood), berada dalam tahap mengabdikan diri untuk keseimbangan antara  melahirkan sesuatu atau menahan diri, tidak berbuat apa-apa, baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat. Kondisi yang dilawan adalah berbagai bentuk stagnasi.

Tahap VIII

Usia lebih dari 60 tahun, masa lanjut usia (old age), berada dalam tahap mencapai perasaan hidup yang terpenuhi, penerimaan, dan  kebijaksanaan, melawan kekecewaan dan perasaan putus asa.

Dalam tiap-tiap tahapan tersebut kita dapat menengok ke dalam jiwa manusia dan melihat kebutuhan-kebutuhan psikologis yang harus dipenuhinya. Dalam tiap tahap itu pula kita melihat potensi maladaptasi atau ketidakmampuan menyesuaikan diri. Yang berasal dari kondisi normal atau kebutuhan psikologis yang tidak tercapai..

Pengetahuan kesadaran diri dalam tahap yang sedang dialami sangat diperlukan oleh seseorang untuk mengetahui kebutuhan psikologis apa yang harus dipenuhinya.

Pengetahuan ini dapat diperoleh ketika bersosialisasi atau pencarian melalui buku, majalah, film, acara televisi dan sebagainya. Buku bacaan fiksi seperti cerpen, kumpulan cerita rakyat, fabel, novel, dan puisi memiliki keunggulan dalam penyampaian pesan kepada pembacanya.

Perpustakaan perlu menyambut kebutuhan tersebut dengan melengkapi koleksi bacaan yang sesuai dengan penggunanya. Ketidaksesuaian koleksi dengan kebutuhan pengguna tidak hanya merupakan kemubaziran tetapi juga berpotensi  menghasilkan kondisi maladaptasi.

Menyesuaikan bacaan

Misalnya ketika anak membaca bacaan yang diperuntukkan bagi orang dewasa. Di sini harus kita bedakan antara kebutuhan belajar dengan kebutuhan untuk menahan rasa ingin tahu berlebihan. Yang tidak sesuai dengan perkembangan jiwa anak tersebut.

Pamusuk Eneste (2005), penyunting naskah senior, menyampaikan peringatan. Bahwa pada buku bacaan anak-anak tidak seharusnya mengandung materi bacaan atau bahasa yang diperuntukkan bagi orang dewasa. Eneste juga mengungkapkan keprihatinan tentang kompleksitas kalimat yang rumit dalam buku bacaan anak-anak yang ditemuinya.

Panduannya, untuk daya cerna anak-anak usia kelas 1-2 SD, kalimat dalam bacaannya seharusnya mengandung maksimal 10 kata saja.  Untuk anak-anak kelas 3-4 SD, kalimat dalam bacaan sebaiknya mengandung maksimal 15 kata saja.  Sedangkan untuk anak-anak kelas 5-6 SD, jumlah kata maksimal dalam bacaan dapat mencapai 20 kata.

Bagi para pengelola perpustakaan sekolah, kepekaan yang tinggi dalam melakukan seleksi bahan pustaka memang sangat dituntut. Tidak hanya melihat kesesuaian materi, tetapi juga kesesuaian tahapan daya cerna pikiran penggunanya.

Demikian beberapa pertimbangan yang diperlukan dalam upaya pengembangan perpustakaan, terutama yang terkait dengan materi dalam bahan pustaka.

Agar pengembangan ini tepat sasaran, perencanaan yang matang perlu disusun dan dibahas secara cermat oleh para pengelola. Bila perlu, dapat pula meminta pandangan dan saran dari pengguna yang akan memanfaatkannya.

Daftar Pustaka

  • Anonim, (2009). Menteri Kehutanan: Kami Akan Memberikan Hutan  kepada Rakyat, Tempo, edisi 30 November- 6 Desember 2009, halaman 42-43.
  • Anonim, 2010,  Indonesia Miliki 1.128 Suku Bangsa, http://www.jpnn.com, diakses tanggal  29 Agustus 2010.
  • Anonim, 2009, Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor 57 tahun 2009 tentang Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia, http://www.bps.go.id, diakses tanggal  23 Agustus 2010.
  • Armstrong, Thomas, 2007, Maps of the Human Life Cycle: Erik Erikson, http://www.thehumanodyssey.com, diakses tanggal  30 Agustus 2010.
  • Boeree, C.G., 2008, Personality Theories, Melacak Kepribadian Anda Bersama Psikolog Dunia, diterjemahkan oleh: Inyiak Ridwan Muzir, Prismasophie, Yogyakarta.
  • Eneste, Pamusuk, 2005, Buku Pintar Penyuntingan Naskah, edisi kedua, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
  • Monks, F.J., Knoers, A.M.P., dan Haditono, Siti Rahayu, 2002, Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam Berbagai Bagiannya,  Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

profil penulis: Dunia Perpustakaan

duniaperpustakaan.com merupakan portal seputar bidang dunia perpustakaan yang merupakan bagian dari CV Dunia Perpustakaan GROUP. Membahas informasi seputar dunia perpustakaan, mulai dari berita seputar perpustakaan, lowongan kerja untuk pustakawan, artikel, makalah, jurnal, yang terkait bidang perpustakaan, literasi, arsip, dan sejenisnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *